EPS. 10 | KATERLALUAN

109 36 8
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

"MINGGU besok jadi belajar bareng lagi 'kan, La?" tanya Mavi memastikan.

"Yap, di kafe seperti biasa," jawabku. "Masih lama waktunya, kenapa tanya sekarang?" tanyaku sedikit tertawa. Mavi hanya menggaruk-haruk kepala belakang membuatku heran.

"Duluan ya, Mavi. Sampai jumpa besok!" seruku langsung berlari girang. Mavi hanya balas melambaikan tangan, sepertinya dia berkata sesuatu. Namun tidak terdengar karena kusudah menghilang duluan.

Siang ini mama menyuruhku untuk libur les, sesuai janji nya kami akan pergi ke pemakaman nenek. Di sepanjang perjalanan aku hanya diam mendengarkan musik. Dari pada mendengarkan klakson mobil yang hanya bikin frustasi.

Aku menelengkan kepala sembari menatap jendela. Mendadak ingatan tentang mimpi anak lelaki kemarin muncul di otak. Apa kalian masih ingat, wajah anak lelaki di wallpaper ponsel Mavi saat itu? Bukankah keduanya tampak mirip secara fisik? Wajah lucu, bentuk tubuh yang kurus namun perut buncit, hingga kedua bola mata birunya.

Kenapa... bisa serupa?

Suara jentikan jari membuatku tersadar. Ternyata, mobil mama sudah menepi di tempat parkir entah sejak kapan.

"Hei, jangan melamun mulu," ucap mama dengan tawa kecil. "Ayo, kita turun."

Dengan cepat kubuka pintu untuk menyusul mama. Kami harus berjalan ke pemakaman karena letaknya yang cukup jauh dari tempat parkir. Sesampainya di sana kami berdiri di sebelah gundukan sebuah tanah makam nenek. Aku tersenyum kecil melihatnya. Sudah lama kutak melihat batu nisan ini...

"Hai, Nek. Sudah lama La nggak berkunjung ke sini. Pasti nenek kangen sama La, hehe. Tapi aku yakin, musti nenek jauh lebih bahagia di sana karena bisa bertemu kakek. Kabar La sekarang baik-baik saja. La juga sudah besar kok, bisa mengurus diri sendiri tanpa merepotkan Mama Papa."

Mendengarnya, Mama justru tertawa kecil.

"Nenek tahu, sejak awal tahun ini, Kak Sinq makin sibuk karena karirnya yang melejit drastis. Papa juga sama sibuknya seperti dulu," dan tak ada yang berubah darinya. Tetap seorang lelaki yang selalu meluangkan waktu untuk anaknya.

Aku mengelus batu nisan nenek, lalu tersenyum menatap Mama. Tampak gurat kesedihan yang terpampang dari wajahnya walau samar. Buru-buru kumenyusun kalimat untuk mama.

"Oh ya, Nek... emm, akhir-akhir Mama selalu mengajakku untuk pergi ke mal. Tumben banget lho Mama suka berbelanja. Biasanya nggak pernah tuh yang namanya mengeluarkan uang untuk hal tidak penting. Walau begitu, aku merasa sangat senang bisa berdua-duaan sama Mama lagi, hehehe."

Aku mengatakannya dengan penuh perasaan, jujur aku sangat bahagia saat ini. Walau aku tahu, momen seperti ini mungkin akan berakhir dalam waktu dekat.

Mama mengelus rambutku lembut. "Kamu cepet banget tumbuh dewasa ya, Nak. Makin cantik, tinggi, pintar pula."

Aku mengernyitkan dahi bingung. Sejak kapan aku menjadi tinggi...? Kalau menjadi pintar, bisa dinego lah.

Ekhem! "Nek, La pengin berjanji sesuatu," aku berhenti sejenak, mengumpulkan segenap jiwa untuk mengatakannya. "Aku... bakal membanggakan Nenek, Kakek, Mama, dan Papa. Aku akan menggapai impianku, seperti halnya Kak Sinq. Aku berjanji tak akan mengecewakan kalian dengan pilihanku. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa meraihnya," ucapku dengan mantap. Mama pun tersenyum seraya mengelus rambutku, lalu mencium keningku.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang