"LIBUR telah tiba! Libur telah tiba! Hore! Hore! HATIKU GEMBIRAA!" teriakku dengan semangat saat sedang mencampur bahan-bahan roti.
Plak! Tahu-tahu sebuah gulungan tisu mendarat kasar di kepalaku.
"Bisa diem gak?!" seru Kak Sinq yang berada tak jauh dariku. Sekarang ia tengah membaca buku di atas kursi rodanya.
"Nggak!" balasku dengan seringaian. Kembali bersenandung sembari mengaduk adonan. "OH HIP HIP HURA HURA, HURA HURA, HUUU-"
"BRISEEKK!" Pelotot Kak Sinq macam singa sedang mengaum. "Lo kalo mau nyanyi di kolong jembatan aja sana, ganggu aja sukanye."
"Lah lo ngapain baca buku di sini?!"
"Serah gue lah, ini tu tempat favorit gue. Elunya juga ngapain pake acara masak-masak segala. Mau ngadain hajatan?" serunya sebal kembali baca buku. Aku memutar bola mata mendengarnya. Kembali fokus dengan kue yang tengah kubuat ini.
Kue ini aku buatkan khusus untuk Mavi. Sesuai janjinya, sore nanti kami akan mengunjungi taman pusat kota yang jarang diminati. Dia lebih menyukai tempat yang sepi dari pada ramai dengan orang. Walau jarang dikunjungi, taman itu terbilang menarik sebagai tempat bersantai bagi sepasang kekasih.
Aku terkekeh pelan. Menurutku terlalu berlebihan bila kami dianggap sebagai sepasang kekasih.
Setelah adonan kue menjadi ulen, aku pun meletakkannya pada oven. Kuharap Mavi akan menyukai kue buatanku ini. Meski tak berpengalaman, aku sudah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat kue satu ini. Hingga meja dapur menjadi kotor akibat tepung yang berceceran dan telur yang pecah akibat gelinding sendiri.
***
"Harus banget di bungkus di rumahmu?" tanyaku pada Nema di telepon. Kini aku sedang memilih pakaian di toko baju, dengan ponsel yang terhimpit diantara telinga dan pundak.
"Harus! Aku bakal kasih sesuatu dulu sebelum dibungkus. Ingat ya, box hello kitty, keranjang doraemon, minatur spongebob, dan boneka avatar. Jangan sampai keliru! Awas aja kalo salah, gue plenyet kepala lo. Udah dulu ya, aku sibuk banget. Makasih banyak, La. Bye!"
Tutt... belum sempat aku menjawab tahu-tahu sambungan kami terputus. Barang-barang yang dibicarakan Nema barusan adalah kado ulang tahun untuk Natu. Ia akan menginjak usia 18 tahun saat 31 Desember mendatang. Padahal tanggal itu masih sangat jauh dari hari ini. Memang terlalu niat Nema dalam memberi kado pada lelaki itu.
Aku pun memasukkan ponsel dan kembali melihat baju. Aku tak akan membiarkan momen kencan nanti terlihat biasa saja. Dengan pakaian yang super anggun dan elegan, Mavi akan terpukau dengan kecantikanku. Ah, membayangkannya saja sudah bikin jantung berguncang.
Setelah memilih blouse kurang lebih sekitar 2 jam--hingga pegawai yang bekerja di sana geleng-geleng, aku pun bergegas pulang menuju rumah.
Sesampainya di rumah, pukul 1 siang.
"Atela!" panggil seseorang membuatku terkejut. Eh, Mama sudah pulang? Bukankah baru pagi tadi ia keluar kota?
"Iya, Ma?" Setelah menaruh tas belanja, aku berjalan menuju dapur.
"Apa kue ini buat Mama?" tanyanya dengan nada antusias.
Aku mengerjapkan mata. "E-enggak, Ma. Kuenya mau La kasih ke teman."
Sontak wajah mama berubah menjadi sedih, membuatku sedikit tercenung.
"Ah, gitu ya. Memangnya La nanti mau kemana?" tanyanya dengan seulas senyum. Aku menghela napas lega. Beruntung mama hanya bertanya tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Teen Fictioncover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...