HARI ke-4 acara tur sekolah. Aku menyiapkan outer kemeja dengan celana jeans di dalam kamar mandi. Lalu mulai membersihkan badan tanpa keramas. Sore ini kami akan mengunjungi Teater Esplanade. Setelah letih dalam menulis banyak momen sejarah di dalam museum tadi, kini saatnya bersantai sembari melihat pertunjukan. Aku menuju cermin kamar mandi untuk berkaca. Tak terlalu buruk juga pakaianku saat ini.
Setelahnya aku pun keluar dari kamar mandi dan menemukan Tasmy yang sedang sibuk dengan laptopnya. Tak heran bila ia sampai membawa laptop demi tugas begini, melihat dirinya yang selalu mendapat ranking pertama pararel. Hingga namanya tenar oleh para guru dan murid.
Cklek! Terdengar suara pintu terbuka dan tiba-tiba,
"SELAMAT BERSUKACITA, KAWAN!" seruan seseorang dengan suara amat menggelegar membuatku dan Tasmy kaget. Sudah kuduga, Nema yang berteriak. Tak mungkin Cima yang berteriak karena kelakuannya jauh lebih kalem dari anak itu.
"Oh my God! Finally... kita ke gedung mata lalat juga! Setelah sekian abad menunggu..." seru Nema kembali berteriak.
"Eh, bukannya buah durian?" tanya Cima seraya menaikkan satu alis.
"Ah, sama saja. Oh ya, jangan lupa baterai ponsel harus full. Biar bisa foto banyak kali," balas Nema dengan semangat berkobar macam seorang pahlawan. Tak lama kami kembali bersiap menuju bus untuk melanjutkan acara tur.
Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di tujuan. Jujur saja aku belum pernah mengunjungi Teater Esplanade sebelumnya. Aku juga menunggu momen saat menonton pertunjukan bersama di gedung ini nantinya. Melihat foto-foto teater yang kutelusuri di internet, membuat rasa semangatku bertambah. Gedung ini terlihat megah dan berkelas. Dengan luas mencapai 60 kilometer persegi, kursi yang jumlahnya lebih dari 3000 buah, dan entah berapa meter tingginya, teater ini selalu menyuguhkan berbagai macam tarian, musik, hingga konser.
Jadwal pertama kami adalah menonton pertunjukan teater Magma. Dimana cerita itu mengisahkan seorang pangeran Magma dengan putri dari suatu kerajaan. Berbagai macam adegan yang diperagakan tak dapat mengalihkan mata para penonton darinya. Mereka fokus memerhatikan setiap gerak-gerik para tokoh itu. Namun sesuatu lebih menarik perhatianku membuat kedua mataku beralih objek menuju arah selatan.
Sudah pasti kalian tahu siapa yang saat ini sedang kupandang. Mavi dengan Imal yang jaraknya tak jauh dariku. Aku bisa melihat wajahnya langsung karena mereka duduk di belakangku. Antara sedikit muak, kesal, dan sakit campur aduk jadi satu saat melihat mereka berdua begitu. Sebenarnya aku sedikit bingung dengan Imal sendiri. Saat di resto hotel kemarin, ia memperlakukan Mavi dengan buruk. Sedangkan sekarang, lihatlah mereka. Terlihat sangat akrab seperti sebuah pasangan dengan tawa yang menemani.
Astaga, ini otakku yang ngelag atau Imalnya yang tak normal?!
***
Kalian tahu, sejak hari pertama tur ini aku sudah menunggu Mavi mengenakan kemeja yang kuberi. Aku ingin melihat seberapa cool anak itu saat memakainya. Aku yakin kemeja itu sangat cocok di tubuh tingginya, menilik seberapa keras aku mencarinya sampai di pelosok rak gantungan. Saat itu aku membelinya bersama Nema, namun dia hanya menungguku selama 1 jam lamanya hanya untuk kemeja itu. Kemeja laki yang tampak keren memang ada banyak, namun yang membuatku terpukau hanya satu. Kemeja yang kini sudah dimiliki Mavi.
Sepertinya aku akan kecewa bila ia tak memakainya saat acara tur. Aku berniat membelikannya hanya untuk kulihat selama acara tur. Namun lihatlah sampai sekarang, ia belum juga memakainya. Terlebih ini sudah hari terakhir kami berada di Singapura.
Arghh! Aku mengacak-acak rambut, sebal sendiri lama-lama.
"Ada apa, La? Kamu sakit?" tanya Nema tahu-tahu muncul membuatku kaget. Aku hanya menggeleng menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Teen Fictioncover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...