EPS. 5 | PENGGANGGU (2)

118 44 2
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

"MINUM, La?" tawar Liyun seraya menyodorkan sebotol air. Aku pun menerimanya dan menngucapkan terima kasih. "Udah, gausah dipikirin Teeranya tadi. Kamu nggak sengaja, 'kan?"

Aku menganggukkan kepala perlahan, dengan bibirku yang mengerucut. Tetap saja aku merasa bersalah. Kejadian tak kusengaja tadi membuat Teera jelas mengamuk besar. 

Tadi saat sedang merapikan beberapa kanvas peserta, aku tak sengaja menjatuhkan cat hitam pada seragamnya. Tentu saja dia marah, tapi aku sungguh tak sengaja melakukannya. Aku sudah berusaha meminta maaf hingga mengikutinya ke kamar mandi. Namun entah kenapa ia enggan memaafkan.

"Kantin yuk," ajak Liyun kemudian yang kubalas dengan anggukan. Cuaca siang ini berubah dingin. Hujan deras mengguyur sekolah kami. Bahkan sesekali terdengar petir bergemuruh.

Aku mengambil jatah makan siangku lalu menuju meja yang akan kutempati. Tiba-tiba seruan kecil memanggilku dari pojok kanan kantin. Sudah kuduga itu Nema dan Natu. Aku pun menghampirinya dengan senang hati. Jujur saja saat melihat wajah mereka mood-ku kembali naik.

"Giman, La? Capek? Sini sini, makan siang dulu," ucap Natu bersemangat. Mempersilakanku duduk di sampingnya.

"Lumayan, sih. Mau cerita dong," balasku setelah meletakkan sepiring nasi.

"Makan dulu saja, La. Kamu seharian sudah lelah bekerja, perutmu butuh diisi tuh!" suruh Nema layaknya seorang ibu.

"Ntar dulu, nggak begitu laper. Jadi gini." Aku pun menceritakan kejadian tadi dari awal hingga akhir. Mereka hanya mantuk-mantuk sesekali ikut jengkel.

"Sudah biasa itu mah, si wakil ketua paling sombong sedunia," cibir Natu tampak tak suka.

"Memang Teera tuh lebay orangnya. Dulu aku pernah cuma ngajak si cowoknya ngobrol. Waktu dia tahu, langsung digepuk akunya," balas Nema yang membuatku dan Natu refleks tertawa. "Ihhh, kok malah ketawa sih? Sakit tahu! Coba aja waktu itu gue bales, bisa mental ampe ujung dunia dianya," lanjut Nema masih kesal.

"Udah deh, La. Gausah dipikirin itu bocah. Makan gih," suruh Natu. Aku pun menyendok nasi dan segera melahapnya.

"Boleh ikut nimbrung?" tanya seseorang membuat kami bertiga menoleh. Aku sempat mengira dia adalah Mavi, namun dugaanku terlalu tinggi karena ternyata dia adalah Liyun.

"Loh, dari mana saja kamu?" tanyaku sedikit terkejut karena baru sadar bahwa Liyun ikut bersamaku sedari tadi. Namun beberapa detik kemudian ia menghilang entah kemana.

"Habis ambil ponsel di ruang OSIS, ketinggalan tadi," jawabnya langsung duduk di sebelah Nema. Kami pun makan siang bersama.

“Oh ya, Nat. Ntar bantuin gue buat kelompok biologi ya. Pak Bim suruh buat rangkuman materi dan mengerjakan soal-soal dari dia."

“Hmm, ada syaratnya,” timpal Natu serius.

Liyun menaikkan alis. "Apaan?"

“Lo harus sekelompok ama gue," jawab Natu yang membuat Nema terbahak.

“HAHAHA, bisa-bisanya orang macam lo dimasukin ke kelompok Liyun," serunya tampak puas menertawai Natu.

“Kenapa memangnya?"

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang