Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.
Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey
At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.
***
Pukul 7 malam, aku kembali menuju kamar. Merebahkan tubuh di ranjang dengan setoples cemilan di atas perut. Aku meraih ponsel dari atas meja kecil dekat ranjang. Dengan wifi, baterai 100% full, AC mode on, ritual malam kali ini siap untuk dilaksanakan. Aku menyeringai dalam hati, semoga saja tak ada yang mengganggu.
Namun mendadak muncul wajah lelaki yang kutemui pagi tadi di benak. Otakku yang pintar menghafal wajah cogan pun mulai mengulang kejadian tadi.
"Emang ada ya? Cara buat meramal nama orang?" gumamku berpikir. Mulailah, dengan percaya diri otakku berpikir keras. Padahal sadar bahwa diri ini bodoh entah keturunan siapa. Jujur saja di keluargaku tak ada orang yang memiliki IQ rendah sepertiku. Terlebih mama yang IQ-nya mencapai 130++. Hal yang paling fantsatis karena meruapakan IQ tertinggi di kompleks perumahanku. Hebat, bukan?
Kurasakan ponsel yang bergetar di atas perut. Aku pun segera mengangkatnya dan menekan tombol hijau.
"Halo," sapaku.
"Hei, Bung! Pakabs?" balas Nema bersemangat.
"Sok asik lu," timpalku tak acuh. Tiba-tiba terdengar tawa Nema dengan suara yang amat menggelegar. Refleks, kujauhkan ponsel dari telinga. "Mau bicara apa, Ma?" tanyaku to the point.
Tapi Nema tetap tertawa tanpa menghiraukan perkataanku. Karena terlalu lama tertawa, aku pun langsung menutup telponnya. Namun sedetik kemudian ponsel kembali berdering membuatku terpaksa mengangkatnya lagi.
"Aku belum bicara, main tutup aja," rutuknya kesal.
"Mau bicara apaan?"
"Dih, sinis amat jadi cewek," cibirnya membuat wajahku datar.
Ini anak pengin banget ditempeleng durian.
"Aku mau cerita nih, La. Pengalaman hari Minggu kemarin. Dengerin ya, jangan ketiduran. Awas kalo ketawan, nanti kusuruh Pak Tarno buat nemenin kamu di siang hari," ucapnya membuatku mengenyitkan dahi.
"Jadi kemarin aku pergi ke pantai bareng sepupu. Waktu itu cuma ada aku, sepupu cewek, sama yang satunya cowok. PLIS GILAK DIA TUH MACO BANGET, LAK! Nah, pagi-pagi jam 5 aku udah stand by di deket stasiun, mau ke rumah mereka dulu... terus bla bla bla..." Nema pun melanjutkan ceritanya hingga memakan waktu berjam-jam.
2 jam berlalu, tak terasa sekarang sudah menunjukkan pukul 9 lebih. Padahal aku belum sempat berbicara semenjak ia mulai mendongeng. Tak apa, yang penting aku tidak tertidur ditengah ia bercerita.
"Udah, si. Gitu aja ceritanya." Kalimat penutup Nema yang kutunggu-tunggu sedati tadi. Bukannya tidak ingin mendengarkan, hanya saja malam ini adalah jadwal "Malam Ketenangan" bagiku. Kegiatan menggambar dan melukis yang biasanya kukerjakan saat minggu malam.
"Oh, gitu," balasku lalu pura-pura menguap. Agar dia peka untuk berhenti bercerita.
"Oh, iya. Ada satu cerita lagi, La!" Semamgatnya kini tambah menggelora. "Tunggu deh, sekarang pukul berapa?"
Aku tersenyum penuh keceriaan. "Pukul set-"
"YA AMPUN..." kagetnya membuatku menarik bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Teen Fictioncover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...