EPS. 7 | KROKODAEIL

109 41 10
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

KAMI duduk berhadapan di beranda cafe. Setelah memaksa Mavi untuk mentraktirnya, kami pun melahap roti panggang bersama.

"Makasih banyak, La. Maaf merepotkan."

"Sudah berapa kali kamu berterima kasih? Anggap saja sebagai bayaran hutangku di perpus waktu itu."

"Hehe, sekali lagi terima kasih."

"Heem. Oh ya, mau bilang apa kamu?"

"Anu, tentang Imal itu..."

Seketika mulutku berhenti mengunyah, menatap Mavi serius.

"Jujur saja aku tak pintar menghindari seseorang. Apalagi dia terus mengikutiku dari pagi hingga petang. Gimana caranya menghindari Imal, La? Maaf kalo kamu salah paham seharian ini," jelasnya merasa bersalah.

Aku mantuk-mantuk memakluminya. "Aku tahu, memang buat ngusir kuyang sat-"

"Kuyang? Siapa?" tanyanya kaget.

"Yaa, siapa lagi kalo bukan Imal," jawabku seraya memutar bola mata. Sontak Mavi terbahak mendengarnya.

"Kenapa... namanya jadi kuyang?" tanyanya masih dengan tawa.

"Suka-suka aku lah."

"Hahaha, aneh-aneh saja kamu." Kini tawa itu mereda, Mavi pun menyeka matanya. Segitu lucunya kah sebutan Imal satu ini? Sampai-sampai Mavi tertawa hingga keluar air mata?

"Terus, aku harus gimana?"

"Emm... selama aku masih jadi panitia, tak apa kalian terus bersama. Asal jangan sampai oleng, kamu bakal aman," jawabku seraya menunjuk-nunjuk Mavi. "Tapi kalau tugasku sudah selesai, ya nggak boleh."

"Memangnya kenapa sih? Kayaknya Imal orangnya baik-baik-"

"Baik apanya?!" seruku tak terima, membuatnya tersentak kaget. "Sudahlah, nurut saja sama aku. Kamu bakal aman di belakangku."

"Maksudmu disamping?"

"Ah, sama saja," timpalku kembali melahap roti. Mavi hanya tertawa kecil.

"Kamu itu... nggak cemburu kan?" Pertanyaan yang amat konyol Mavi membuatku tersedak roti. Buru-buru kuminum segelas kopi didekatku, namun sialnya aku lupa kalau kopi itu sangat panas. Membuat lidahku seperti terbakar.

"Kamu tak apa, La?" tanya Mavi khawatir. Aku hanya mengangguk membalasnya, dengan masih menghirup udara dari mulut.

"Maaf buat kaget," ucap Mavi merasa bersalah.

"Nggak papa, nggak perlu minta maaf," balasku kembali melahap roti. "Heh, maksudmu aku cemburu tuh apa?" tanyaku jelas tak terima.

"Emm yah... biasanya kalau perempuan melarang seorang laki-laki buat dekat dengan cewek lain pasti ada rasa cemburunya gitu."

Aku pun tertawa getir mendengarnya. "Enak aja! Aku nggak bakalan cemburu sama dia, sampai kapanpun. Najis banget, eww!" seruku membuat Mavi tertawa.

"Syukurlah kalau begitu."

Aku menaikkan alis heran. "Kenapa memang?"

"Cemburu sama saja dengan sakit hati, La. Aku nggak mau membuat orang lain sakit hati."

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang