EPS. 49 | THE TRUTH

30 1 0
                                    

MALAM hari yang sunyi. Suasana ruang keluarga masih lengang sejak 10 menit yang lalu. Kini aku tengah duduk di kursi bersama Kak Sinq, sedangkan mama dan papa duduk di sofa satunya. Sedari tadi aku masih menunduk lesu. Perasaan yang tidak bisa dideskripsikan ini berkecamuk di dada.

"Sayang… lihat Mama, Nak," ucap Mama dengan suara lirih. Namun aku tak meresponnya, tetap dalam posisi menunduk.

"Atela Sayang, apa kamu tak ingin menatap Mamamu?"

Hening. Lagi-lagi aku tak menjawab perkataannya. Mama pun menghela napas menyerah. "Baiklah, kamu cukup mendengarkan saja pembicaraan Mama."

Aku yakin kini perasaan mama sangat berat untuk mengatakan sesuatu, tampak dari wajah berkeriput itu.

"Mama... mau minta maaf sebesar-besarnya karena sudah berbohong. Foto yang kamu lihat tadi memang sebuah foto keluarga. Tapi kamu salah paham, Nak. Papa bukannya menikah lagi," ucapnya lalu menarik napas dalam-dalam.

"Sebenarnya, dia bukan papamu."

Aku pun langsung mendongakkan kepala dengan mata menyalang lebar.

"Dia bukan papamu, Nak. Dia adalah pamanmu. Papamu yang sesungguhnya sudah meninggal."

Wtf-?

Paman?!!

Mama beranjak dari sofa lalu duduk di sebelahku, menggenggam tanganku erat. "Nak, papamu sudah meninggal sejak 12 tahun lalu. Kita mengalami kecelakaan yang serupa dengannya saat hendak berlibur kala itu. Kamu tahu penyebab kedua kaki kakakkmu harus diamputasi? Ya, karena kecelakaan itu. Sedangkan kamu... mengalami cedera bagian kepala membuat ingatanmu hilang seutuhnya."

Sontak, kurasakan detak jantungku berhenti sementara.

"Saat itu, kita berencana untuk pergi wisata ke kebun binatang. Karena mobil kantor papa sudah tak lagi menjadi hak miliknya, kita berangkat dengan bus umum. Kalian berdua sangatlah gembira selama perjalanan. Mama... masih ingat jelas bagaimana ekspresi menyenangkan kalian kala itu." Tampak wajahnya yang memperlihatkan rasa pilu.

"Namun ketika perjalanan, tiba-tiba seorang anak kecil berlari cepat di tengah jalan. Membuat supir bus kami membanting setir hingga menabrak tempat penyimpanan tangki bensin. Seluruh penumpang bus hanya mengalami luka ringan, kecuali kamu yang duduk di tengah kursi bus paling belakang. Tubuhmu yang masih terbilang mungil, terpental jauh hingga membentur karpet bus dengan keras. Membuat kepalamu bocor," jelasnya lalu menundukkan kepala. Kalimat terakhirnya barusan membuatku sedikit ngilu.

"Ketika papa dan kakakmu sedang menolong penumpang lain, tiba-tiba seseorang berteriak bahwa bagian kap belakang bus terdapat kobaran api. Tak lama, api tersebut menjalar hingga bagian knalpot. Di detik selanjutnya, bus itu meledak secepat kilat. Tak sempat menyelamatkan diri atau bahkan berlari, papamu meninggal dunia. Sedangkan kakakmu... masih bisa diselamatkan walau kedua kakinya harus diamputasi," isak mama masih dengan menggenggam tanganku.

Seperti ada banyak jarum yang meluncur bertubi-tubi mengenai hatiku. Itulah yang kurasakan saat ini.

"Dan kamu tahu anak kecil yang membuat bus kita menabrak tempat penyimpanan bensin itu?"

Dengan penasaran, kutajamkan pendengaranku untuk mendengar jawaban mama selanjutnya.

"Dia adalah Mavi, temanmu sekarang."

Deg! Seketika tubuhku mematung. Bahkan napasku mendadak tercekat di tenggorokan. Bukankah Mavi pernah mengalami kejadian yang serupa. Ia menceritakan bahwa hampir tertabrak oleh bus ketika hendak menghampiri ibunya yang kecelakaan di tengah jalan...

"Ya, itulah alasan Mama melarangmu berteman dengannya, atau bahkan menjadi teman sekalipun. Mama terlalu takut, bila ia akan mengungkap kejadian sebenarnya 12 tahun silam. Karena statusnya sudah tak berada di dalam ingatanmu, maka secara perlahan ia akan menceritakan semua kenangan kalian di masa lalu. Terlebih, Mama selalu terngiang kejadian itu setiap kali melihatnya. Itulah yang membuat Mama tidak menyukai kehadirannya," ucapnya dengan terisak.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang