EPS. 48 | KEJUTAN

30 3 0
                                    

4 HARI kemudian. Di ruang komputer.

TRING! TRING! TRING! Bunyi bel sekolah terdengar lebih kencang dari sebelumnya, pertanda ujian selesai. Sontak suasana kelas pun menjadi riuh layaknya pasar, atau mungkin lebih ramai. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari terakhir Ujian Nasional. Setelah menempuh 4 hari beruturut-turut untuk menyelesaikan soalan tes, akhirnya hari ini pun selesai. Detik ini juga, kami sudah terbebas dari segala macam hal yang berhubungan dengan sekolah.

"HAAAH, Akhirnya..." seru Nema seraya menggeliatkan tubuh, lalu menoleh menatapku yang berada tak jauh darinya. "Atela...!" serunya kemudian menghampiriku. "Ayo, kita ngafe dulu. Atau langsung ke mal saja?" ajaknya dengan antusias.

Aku yang tengah merapikan tempat pensil pun mengangguk. "Kita... bisa menghabiskan waktu bersama hingga malam!" seruku girang yang disahut tawa oleh Nema. Kami pun keluar dari ruangan untuk mengambil ransel di loker koridor kelas.

"HAI, BUNCIS!" teriak seseorang dari kejauhan dengan cemprengnya. Sudah bisa ditebak suara itu berasal dari Natu. "Gimana... soal ujian tadi? Gampang tak?" tanyanya saat sudah berada di depan loker.

"Dih, kek so so an lu bisa aje," celetuk Nema yang tengah mengambil ranselnya. Aku pun tertawa mendengarnya.

"Memang bisa ish, apaan si?" sahut Natu seraya memutar bola mata dengan tangannya yang menebas angin ke belakang. Layaknya seorang girly boy. Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka.

"Ayo, kita menuju Timezone Marque. Aku dengar tempat-"

"AAAH, tempat itu! Timezone baru di mal dekat perumahan La yang banyak dikunjungi orang. Sepertinya, kita sudah lama tak mengunjungi tempat seperti itu untuk bermain," sela Nema seraya menelengkan kepala, berusaha mengingat sesuatu.

"Bagaimana bila kita naik dengan mobilku saja?" tawar Natu membuatku menoleh kaget.

"SETUJU!" teriak Nema dengan kencang.

"L-lo... kalo mau ketemu Tuhan gausah ngajak-ngajak, Nat," ucapku sedikit panik.

"Hei, tenanglah! Aku sudah berpengalaman menaikinya selama seminggu berturut-turut," balas Natu santai seraya menutup pintu loker. "Yah, setelah mobilnya disita akibat nyemplung ke sungai saat itu."

"APA?!"

"Atela," panggil seseorang membuat rasa keterkejutanku meningkat 2 kali lipat. Aku pun menoleh dan menemukan lelaki bertubuh genter layaknya tiang listrik.

"Bisa kita... bicara sebentar?" tanya Mavi dengan nada memohon. Sontak kedua bola mataku memutar dengan sendirinya, bahkan mood-ku mendadak jadi berkurang akibat kehadirannya. "Aku ke kamar mandi dulu, Ma, Nat. Tunggu saja di mobil," ucapku pelan seraya menutup loker, lalu melampirkan ransel dipundak dan berjalan melewati Mavi.

"T-tunggu sebentar, La. Jangan pergi dulu, a-aku..." ucap Mavi terbata seraya menahan lenganku, membuat langkahku terhenti lalu menatapnya datar. "B-baiklah aku akan mengatakannya di sini. Emm... aku tahu kamu sedang marah padaku, tidak ingin melihatku, mendengarkanku-"

"Langsung ke inti," potongku singkat, padat, dan jelas, membuatnya sedikit terkejut.

Mavi pun terkekeh dengan tatapan merasa bersalah. "Ah ya, m-maaf. Aku hanya ingin bilang... jangan keluar malam ini, La. Aku mohon padamu..." ucapnya serius dengan tatapan berharap sangat padaku.

"Lu sapa, mak gua?" balasku tak acuh membuat Mavi terkejutnya bukan main, terlihat jelas dari tatapannya. "Udahlah, gausah ngurusin hidup orang. Minggir sono!" seruku langsung menebas tangannya.

"S-sebentar, La. Aku sungguh-sungguh mengatakan ini. Kamu boleh bermain kemanapun hingga petang nanti, namun harus sudah berada di rumah saat malam tiba. Aku memberimu peringatan, La," tukasnya kembali menggenggam lenganku.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang