EPS. 15 | GOSIP

97 33 0
                                    

NATU hari ini tak berangkat. Jarang-jarang ia tak masuk sekolah begini. Biasanya ia selalu bersemangat melakukan ritual tidur dalam kelas tiap harinya. Atau mungkin ia sedang ditimpa penyakit alergi dengan ujian besok?

Bel istirahat berbunyi nyaring. Kini suasana kelas kini setengah sunyi. Seperti tadi sebelum masuk, sebagian besar murid di kelas lebih memilih belajar dan belajar.

"Atela..." panggil Nema lirih. Ia memposisikan diri menghadap ke belakang dengan pelan.

"Mau curhat?" tanyaku yang membuatnya langsung mendelik.

"Kok tahu?!"

Aku terkekeh pelan mendengarnya. "Ayo, ke taman saja. Di sini udaranya panas banget. Kayaknya orang belajar auranya selalu gitu."

Ia pun terbahak. "Ayok!" serunya lalu berdiri.

"Guys, guys, guys! Kalian udah tahu belom si, berita soal Mavi?" seru seseorang membuatku dan Nema menoleh. Teman-teman kelas yang tak belajar pun ikut menoleh.

"Neneknya... masuk rumah sakit karna ulah dia sendiri," lanjutnya membuat kaget murid lain yang rajin menggosip.

"Iya tuh, bener. Kata tanteku yang tetanggaan sama dia bilang, neneknya sakit gegara keracunan makanan," timpal anak lain. "Siapa lagi kalau bukan Mavi pelakunya. Mereka 'kan cuma tinggal berdua di rumah."

Sungguh...? Aku tak menyangka dia hanya tinggal berdua dengan neneknya.

Tapi, bagaimana dengan orang tuanya?

"Beritanya juga sudah menyebar kemana-mana. Ini, ni, di media sosial saja ada," sahut anak lainnya yang membuatku dan Nema saling tatap.

"Aelah tampang doang yang cakep, hatinya kek rongsokan," cela anak lain lalu terbahak, membuatku sedikit geram. Jujur saja aku tidak percaya dengan gosip itu. Melihat perlakuan Mavi pada neneknya saat kami makan bersama di warung kala itu, sangat tulus dan sabar.

Bugh! Sebuah dompet besar nan tebal tahu-tahu menghantam wajahnya. "Lo kalo gatau apa-apa mending diem deh!" garang Imal seraya melotot lebar.

"Eh iya iya, ampun bosku. Gue takut ama bokap lu," sambar anak tadi lalu tertawa renyah. Diikuti oleh tawa anak lain yang meremehkan.

Imal adalah anak dari seorang pemilik PT Gavmen yang merupakan perusahaan kilang minyak terbesar kedua di provinsi Jawa. Ayahnya yang sangat disegani karena kekayaannya membuat Imal dikucilkan, dicaci maki sana-sini, dan parahnya tak ada yang mau mendekati. Walau begitu sifat menyebalkannya tetap ada, namun tak ada yang peduli.

Kurasakan sentuhan lembut ditangan, membuatku menoleh. "Pergi aja, yuk. Gausah didengerin tuh omongan. Gapenting."

***

Setelah membeli minuman kaleng, aku dan Nema duduk di bangku taman belakang. Seperti biasa kami memilih bangku dekat dengan pohon besar.

"Jadi gini..." ucap Nema pelan. "Kemarin Natu bilang," ia berhenti sejenak. "Di-dia... suka aku..."

Aku mendelik kaget, tak kusangka anak itu berani mengungkapkan perasaannya. Mungkin itulah alasan ia tak masuk hari ini.

"Natu pengin... jadi boyfriend-ku. Kalau kutolak, dia mau bunuh diri."

Refleks kusemburkan minuman yang sudah masuk ke mulut dan justru mengenai Nema. Ia pun tersentak kaget dengan wajah setengah syok.

"IHH, LAAA! MUKAKKU BANJIR!" serunya panik.

Uhuk! Uhuk! Aku memukul-mukul dada karena tenggorokanku terasa sakit.

"Aduhh, mana aku nggak bawa sunscreen lagi. Terus ini gimana dong?"

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang