EPS. 42 | "HELEN..."

24 2 0
                                    

5 hari berlalu. Kini sekolahku telah memasuki masa ujian akhir semester. Memang bulan ini adalah bulan paling kejam yang pernah kualami. Baru saja selesai try-out kemarin, sekarang kuharus melewati berbagai ujian kembali. Belum lagi 2 hari setelah UAS akan diadakan Ujian Nasional serempak satu negara.

"Ni yach, loe harrus ndengerin goue. Goue maunya cuman ama eloe dan eloe. Kalo keeta bukan jodoow, goue tetep bakal maksa Tuhan biar keeta jadeei jodoow. Paham loe?" Terdengar suara-suara aneh yang membuatku menoleh. Sudah kuduga suara jelek itu berasal dari Natu.

"Xixixi, ah Natu! Kamu bisa aja dech, bikin aku baper..." sahut Nema yang membuatku mengernyitkan dahi. Terus terang kelakuan mereka memang sudah sangat luar biasa dari dulu. Namun entah kenapa aku tak bisa memaklumi keduanya.

Aku kembali memasukkan buku ke dalam ransel, siap untuk pulang ke rumah.

"Atela," panggil seseorang membuatku menoleh. Tahu-tahu muncul seseorang perawakan tinggi yang membuatku harus mendongak agar bisa melihat wajahnya. "Emm, a-aku..." Mavi berhenti sejenak, tampak rasa tidak enak yang terdengar dari nada bicaranya.

"Kenapa?"

"Eh, ngga apa deh. Yuk pulang sekarang," ucapnya membuatku menghela napas. Kalau begini caranya jelas mengakibatkan otakku akan kepikiran hingga esok. Setelah menaruh tas ransel di punggung, aku dan Mavi pun pergi ke tempat parkir. Sedangkan Nema dan Natu pergi berdua sendiri entah menuju kemana. Mungkin mereka peka bila aku ingin jalan berdua dengan Mavi.

"Ahh, sopirmu sudah datang ya," ucap Mavi tiba-tiba saat kami sudah berada  di parkiran. Aku pun menatap wajahnya yang tampak kecewa.

"Kenapa memangnya?"

"Sebenarnya... aku hendak mengajakmu berkeliling kota dengan sepedaku. Aku kira kamu harus menelepon sopir dulu untuk menjemputmu. Jadi kukasih saja surprise saat pulang sekolah ini," jawabnya membuatku tertegun.

"O-oh, gi-gitu. Maaf ya lain kali saja, aku juga ngga bisa mengusir sopirku untuk balik ke rumah. Takut ketahuan Mam--"

Hupp! Dengan cepat kututup mulut durjanaku ini dengan tangan, bahkan mataku hampir saja keluar akibat saking terbelalaknya. Dasar bodoh! Di situasi seperti ini aku justru mengucapkan kata mama yang jelas akan membuat Mavi--

"Ah, Mamamu..." Mavi berhenti sejenak dengan wajah sedih, ia pun menghela napas panjang. "Sepertinya... sampai sekarang dia belum memperbolehkan kita bersama. Bukankah begitu, La?" Dengan senyum yang terulas di bibir, ia menatapku dalam.

"B-bukan gitu, Mavi. A-aku... aku sungguh minta maaf karena sudah mengecewakanmu!" balasku sedikit berseru seraya membungkukkan badan. Aku tak menyangka percakapan kami akan berujung seperti ini. Ya Tuhan, tolong hamba kecilmu ini.

"Tidak apa, La. Tak perlu merasa bersalah. Kalau memang takdirnya mungkin besok-besok akan dipermudah oleh Yang Kuasa," ucap Mavi membuatku mendongak kaget. "Sampai ketemu besok."

"T-tunggu!" seruku langsung menyambar lengan Mavi agar tak pergi lebih dulu. "Be-besok! Kita akan keliling kota dengan sepedamu... janji!" seruku sedikit memohon, agar tak membuatnya kecewa lagi.

Dan kini justru Mavi tertawa melihatku. "Terima kasih banyak, La. Kukira kamu tak akan suka dengan tawaranku karena hanya menggunakan sepeda bekas pemberian orang," ucapnya yang jelas membuatku tertegun. Bahkan napasku seketika tercekat saat mendengarnya.

"T-tentu saja aku suka, Mavi! Bahkan hanya sekedar jalan-jalan tanpa kendaraan pun aku tetap akan ikut bersamamu," balasku sedikit panik, kenapa pikiran Mavi tiba-tiba jadi seperti ini? Seolah-olah aku adalah cewe yang matre dengan duit.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang