EPS. 38 | MENYEBALKAN

34 2 0
                                    

"MBAK Atela mau berangkat sekarang?" Tanya Pak Yerun dengan heran, melihatku yang sudah siap dengan ransel di ruang tamu.

"Iya, kita mampir ke toko dulu ya, Pak. Saya mau beli sesuatu," balasku yang disambut anggukan olehnya.

Ujian praktek kedua nanti adalah pelajaran prakarya, kali ini aku akan membuat suatu wadah yang terbuat dari rotan. Agar terlihat lebih bagus, aku akan menggunakan cat pernis sebagai finishing. Dan kini aku tengah berada di perjalanan menuju toko untuk membelinya. Sesampainya di sana aku pun bergegas mengambil cat itu dan membayarnya.

"Hai, La," sapa seseorang membuatku terkejut.

"Eh, halo, Aish. Udah lama banget nggak ketemu."

"Iya, maaf banget nggak ada kabar apa-apa. Selama liburan sampai hari ini aku sedang fokus belajar materi SBMPTN," sahutnya membuatku tersenyum aneh. Aku sampai lupa bila akan ada tes SBMPTN nantinya. Jujur saja untuk masuk Esmod Jakarta hanya memerlukan tes matematika dengan bahasa Inggris yang akan diadakan secara langsung di sana.

"Oh ya, Atela mau rencana kemana?"

Aku tertawa kecil. "Esmod Jakarta."

"Woaa, tak kusangka kamu akan sekolah di sana. Sebenarnya aku juga ingin masuk jurusan fashion design, tapi orang tuaku tak menyetujui," ucapnya tampak sedih.

Aku menelengkan kepala berpikir sejenak. "Setahuku, tanpa sekolah mode pun kamu bisa menjadi designer."

"Sungguhan?!"

"Ya, asalkan bisa gambar," sahutku yang dibalas tawa olehnya. "Duluan ya, sudah jam segini. Sampai jumpa!" ucapku langsung menuju kasir, segera membayar cat pernis lalu balik ke mobil.

Setibanya di sekolah, aku pun segera berganti pakaian renang bersama Nema. Pagi ini jadwal ujian praktek adalah olahraga renang. Kalian tahu, terkadang saat liburan kemarin aku menghabiskan waktu sore hanya untuk berenang. Bukan untuk persiapan ujian, melainkan sekedar menghibur diri yang tengah gundah gulana akibat seseorang.

Kini sudah ada beberapa murid yang tengah kecipak-kecipuk di dalam kolam. Banyak anak lelaki yang memamerkan tubuh berototnya, namun tak sedikit pula yang memamerkan perut buncitnya. Tak lama datang guru olahraga kami dengan papan kertas di tangannya. Ia memerintah kami berbaris rapi untuk pemanasan terlebih dahulu. Aku mengerutkan dahi berpikir, seperti ada yang kurang di sini.

Tiba-tiba terdengar derap langkah orang dengan cepat dari arah pintu. "Maaf, Pak. Saya terlambat!" seru seseorang membuat kami semua menoleh. Ternyata... inilah kekurangannya.

"Apa kamu sudah meminta izin pada guru BP sebelumnya?" tanya pak guru pada Mavi.

"Belum."

"Karena kamu terlambat, izin terlebih dulu dengan beliau untuk mengikuti ujian," tuturnya. Mendengarnya, Mavi pun cepat pergi keluar ruangan dengan masih berpakaian seragam batik.

Setelah pemanasan 10 menit, kami pun mempersiapkan diri untuk mengantri secara bergilir. Tepat saat itu juga, Mavi datang dengan tubuh yang sudah berbalut pakaian renang. Seketika semua mata tertuju padanya, terlebih para murid perempuan lain. Walau tertutup kain tipis, tak dapat di bohongi bila tubuh tingginya itu memiliki perut sixpack. Namun, kenapa semuanya jadi terpesona begini?!

Lihatlah anak-anak perempuan, mereka pada kegirangan melihat Mavi yang tengah berjalan menuju bapak guru. Aku mencibir kesal melihatnya. Kenapa tak melirik anak lain saja yang jelas-jelas sengaja menampakkan tubuhnya tanpa sehelai baju? Aku kembali memaki dalam hati. Entah kenapa rasanya jadi panas sekali sekarang. Padahal saat pemanasan tadi aku sama sekali tak merasakan gerah dalam tubuh.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang