EPS. 29 | DIPERMALUKAN

88 23 1
                                    

MALAM hari pukul 8, kami semua tiba di hotel. Sore tadi setelah mondar-mandir di Studio Universal, kami menuju Taman Merlion. Di sana kami hanya menikmati indahnya pemandangan teluk Marina, sembari duduk di dekat patung singa. Tak sedikit pula dari para murid yang menaiki bumboat untuk menjelajahi sungai. Termasuk Mavi dan Imal pula. Aku sempat melihat mereka naik bumboat bersama dengan murid-murid lainnya. Namun aku tak menghiraukannya dan tetap fokus dengan kerjaanku. Menikmati langit malam yang dihiasi dengan 3 gedung sekaligus. Ah, rasanya sudah lama aku tak melihat pemandangan ini.

Di tempat penginapan.

Setelah mandi dan berganti pakaian, aku balik menuju kamar untuk mengeringkan rambut.

"Siapa yang belum makan?" tanyaku pada seluruh penduduk kamar ini.

"Aku!" seru Nema dan Cima bersamaan.

"Ayo bareng, udah laper banget ini," ucapku lalu keluar kamar, disusul mereka bedua.

Sesampainya di resto, kami pun segera mengambil makanan apa saja yang tersedia di meja. Kali ini aku tak serakus saat sarapan pagi tadi. Lebih memiliki sopan santun dan tata aturan dalam mengambil makanan.

Saat hendak mengambil menu dessert dari salah satu meja.

"Katanya Imal udah ada temen ya sekarang? Yang anak yatim, gosipnya dia yang pernah bunuh neneknya sendiri itu loh." Tiba-tiba terdengar bisikan seseorang membuat gerakan tanganku terhenti.

"Emang udah cocok tuh mereka berdua, yang satu anak konglo satunya lagi anak psikopat," sahut anak lain lalu tertawa.

"Eh, Jak! Bukannya dulu dia sama Ate-"

"Shuttt!! Liat sikon dong, Han!! Ada orangnya di depan persis!" seru salah satu anak dengan berbisik namun masih bisa kudengar. Lalu mereka kembali berbisik tak jelas yang suaranya makin menjauh. Aku pun kembali menuju meja yang diduduki oleh Nema dan Cima.

"Loh, La. Tumben nggak pake sayur."

"Nanti lapar loh waktu tengah malem," sahut Cima yang kubalas dengan gelengan.

"Besok jadwalnya apa ya?" tanya Nema kemudian.

"Kunjungan ke Gardens by the Bay. Dan jangan lupa tugasnya," jawab Cima dengan kekehan.

"Ah ya, tugas biologi. Kenapa sih harus banget kasih tugas waktu liburan gini?!"

"Sebagai tugas remed, Ma. Nilai PTS seangkatan kemarin pada anjlok."

"Selain itu ada tugas lain?"

"Sejarah. Nanti saat di Museum Merlion,"

"Ah, sial!" seru Nema kesal. Sepertinya dia sedang mengalami masa PMS, tak biasa sikapnya begitu. Aku kembali melanjutkan memotong steak dan melahapnya. Rasanya seperti ada yang kurang, kurang garam mungkin? Aku mengitari pandangan ke sekitar resto. Tak lama datang seseorang menuju salah satu meja di tengah resto persis. Aku pun memerhatikan gerak-geriknya lamat.

Dia, Mavi Samee yang berbalut kaus merk paket data, dengan celana tidur polkadot itu, tengah menghampiri Imal yang sedang duduk sendirian. Namun tiba-tiba terdengar tawaan dari beberapa orang di sekitarnya. Tak lama suara tawa itu pun menjalar hingga terdengar di seluruh penjuru resto. Mavi yang belum sempat duduk pun menoleh ke arah mereka semua dengan bingung. Arah matanya langsung mengitari ke seluruh orang di dalam resto yang kini sedang memerhatikannya.

Tak dapat dipungkiri bila dia akan ditertawakan begini. Dengan outfit yang tampak dari "kelas bawah" begitu, dia berjalan dengan santainya di tengah-tengah resto hotel bintang lima begini. Jelas akan diperlakukan tak layak oleh para pengunjung yang mayoritas adalah murid SMA kami.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang