92. Kasih sayang papa

398 19 3
                                    

Happy reading!!


















AUTHOR POV

Pagi ini Gilang yang memasak untuk sarapan. "Sini biar aku yang bantu" tawar Anita.

"Gak usah, kamu duduk aja ya" kata Gilang.

"Harel! Hazel! Ayo sarapan dulu!" Kata Anita. Kedua anak itu langsung turun menuju ruang makan dengan pakaian seragam sekolah lengkap serta tasnya.

"Ayo kita makan dulu, ini papa yang masakin lho" kata Anita.

Harel tampak terdiam. Gilang yang melihat hal itu mengerti. "Kalau kalian gak suka gapapa, nanti papa beliin yang lain"

"Gapapa kok pa, ini enak" balas Hazel. Gilang tersenyum senang.

"Selamat pagi!!" Suara bariton itu mengalihkan pandangan semua orang.

Pagi ini Gabriel datang menjemput Harel dan Hazel. Dia menujukkan bungkusan plastik. "Ini buat sarapan kalian, tadi ayah beliin di tempat makan kesukaan kalian" kata Gabriel.

"Tapi, papa udah masakin kita" kata Hazel.

"Gapapa kok yah, ini biar Harel pakai bekal sekolah, Harel mau makan masakan papa aja" Gilang sangat tak menyangka dengan respon Harel. Meski terlihat sepele namun bagi Gilang itu membuatnya sangat senang.

"Enak pa" kata Harel saat memakan sesuap nasi goreng buatan Gilang. Anita menatap senang matanya berkaca-kaca.

~~~~~~~~~~~~~

"Ayo kita berangkat!" Gabriel sudah di dalam mobilnya. Harel dan Hazel tengah bersalaman.

"Kita berangkat ya ma" Keduanya menyalami Anita.

"Nek, kita berangkat" beralih ke Diana.

"Kita berangkat ya pa" kata Harel. Gilang mencium kening keduanya.

"Belajar yang rajin ya" balas Gilang.

Keduanya mengangguk dan melambaikan tangan menuju mobil.

"Nit, ibu mau ke pasar dulu ya" kata Diana.

"Anita antar ya bu" Diana menolaknya.

~~~~~~~~~~~~~~

GILANG POV

Di rumah ini hanya ada aku dan Anita. Biasanya kami akan menghabiskan waktu di tepian kolam namun kali ini tidak. Anita masih pada keputusannya tidak mau kembali bersamaku.

Sesekali ia bersenandung seraya bekerja di dapur. Perlahan aku mendekatinya dan mengalungkan tanganku di pinggangnya.

ANITA POV

Aku kaget saat sebuah tangan melingkar di pinggangku. "Marta!" Nadaku sedikit membentaknya.

"Lepasin!" Aku berbalik menatapnya.

"Aku hanya ingin..."

"Kau tidak berhak melakukan hal itu padaku!"

"Aku..."

"Kita sudah bercerai"

Dia langsung memegang pundakku. "Jangan bahas hal itu Nit"

"Memang itu kenyataannya" Aku mendorong pelan tubuhnya agar menjauh.

"Aku mengizinkanmu tinggal di sini demi ke sehatanmu, jangan manfaatkan kesempatan itu"

"Kau mencintai pria itu, Anita?" Tanyanya. Aku menghentikan pekerjaanku.

"Kau salah besar jika itu terjadi, aku tidak suka melihatmu dekat dengan pria itu!"

"Nanti sore aku akan pergi dari sini, aku tidak perlu bantuan dokter lagi dan dirimu" Dia pergi ke kamarnya.

Martanita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang