dua lima

870 100 14
                                    

Mama kembali. Ia sadar bahwa kini semua sorot mata tertuju padanya. Tawa canggung memperlihatkan begitu jelas rasa gugup pada diri. Perlahan ia berkata,



"ngertiin ya, Saem?"



Jauh sebelum mama mengatakan kata 'ngertiin' juga sebenarnya sudah gue duga sejak dulu. Jangan pernah berharap penuh pada papa baru yang jelas jelas gue bukan anak kandungnya.



Biasanya pernikahan antara kedua orang tua ini diatas namakan hasrat semata. Papa Hoshi mungkin hanya menikahi mama karna cinta, bukan ingin mengayomi atau membantu. Ingat, cinta.



Anggukan pelan gue melegakan mama. Ia mengelus-elus kepala sambil tersenyum lebar. Tidak ada percakapan yang meramaikan, tapi begitu mama pamit pulang, Dokyeom bicara.



"mau makan? atau mau sesuatu biar bisa aku ambilin?"

"mau makan? atau mau sesuatu biar bisa aku ambilin?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lagi lagi Hoshi mendecik. Ia membungkuk pada nenek lalu keluar dari ruangan. Padahal tadinya gue mau ngobrol banyak dengannya, namun ragu ragu untuk menyampaikan langsung.



Sepanjang hari Dokyeom berusaha membuat gue merasa baikan. Ia membelikan makanan lezat, menunjukan lelucon, hingga bercerita banyak soal dunianya.



Dari sini gue bisa menilai bahwa sampai detik ini pun, Dokyeom masih seperti dulu. Jiwa kekanakannya tumbuh mekar dalam diri.



"aku ke toilet dulu ya"



Ponselnya ditinggal. Beberapa detik kemudian, benda tersebut bergetar. Baru mau menekan fingerprint, nenek tiba tiba bicara.



Spontan gue menoleh ke arahnya.



"mau dengar cerita menyedihkan gak?"



Si nenek membenarkan posisi duduknya. Ia menaruh buku bacaan yang selalu dibaca tiap malam, hingga tidur terlambat.



Dengan seksama gue mendengar.



"ada seseorang yang diam diam melakukan hal penting hingga berani mengambil resiko besar. Ia gak takut, karna percaya bahwa tindakannya tersebut benar"



"tapi justru ia mendapat resiko besar itu karna pujaan hatinya salah melangkah. Kini, ia harus bersaing dengan orang lain yang juga melakukan hal penting sama sepertinya"



Walau terdengar mudah, gue tetap saja tidak mengerti maksudnya. Resiko besar? Salah melangkah? Pujaan hati? Terlalu panjang.



Mendapati gue tengah kebingungan, si nenek tertawa kecil. Ia langsung menyebut nama seseorang.



"Hoshi, itu ia"



Kedua alis gue terangkat.



"Hoshi menyukai Saemi, sedangkan resikonya besar. Kalian bersaudara, tapi ia tetap mencintaimu sebagai seorang perempuan, bukan seorang adik"



𝗸𝗮𝗸𝗮𝗸 𝘁𝗶𝗿𝗶 - 𝗵𝗼𝘀𝗵𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang