tiga empat

767 85 24
                                    

Pagi ini, gue terbangun karna mencium wangi ramyeon. Suatu kemustahilan jika mama masak makanan itu. Nyatanya benar.



Kemunculan gue yang mendadak membuat mama agak terkejut. Ia diam tanpa bicara atau menyapa. Bahkan berusaha melakukan hal lain agar panci berisi mie di atas meja tidak menjadi titik fokus gue.



Padahal jelas jelas gue terbangun karna itu.



"gak usah gengsi, mama yang bikin ramyeon kan?"



"ng–nggak. Mama bikin buat kamu"



Ia pergi meninggalkan gue sendirian di ruang televisi. Walau nada bicaranya kasar tetap saja ketahuan. Mau sampai kapan sih mama gengsi dengan hal kecil seperti ini?



Karna gak tega makan sendiri, gue masuk ke kamar sambil membawa panci berisi ramyeon. Berbagai tawaran sampai menjulurkan mie panjangnya sudah gue lakukan, tapi mama tetap saja mengelak.



"mama malu sama anak mama sendiri kalo makan ini?"



Sebenarnya kalau mama gak lapar mah gue udah habisin duluan. Semenjak berpisah dengan papa tiri alias ayahnya Hoshi, kehidupan kami berubah drastis.



Mama sama sekali gak punya uang yang cukup, begitu pula gue. Untungnya teman mama meminjamkan rumah sederhana untuk ditinggal hingga kami menemukan rumah yang layak.



Perlahan, sumpit yang bersandar di pinggir panci ia raih. Beberapa potongan mie terangkat, lalu mama menyantapnya.



Gak tahu deh kalau masa mudanya mama pernah makan ramyeon atau nggak, yang penting setelah menelan kunyahan itu, ia langsung melahap habis sisanya.



Melihat rasa gengsi mama mulai hilang, gue merasa tenang. Sampai gak sadar sudah tersenyum lebar sedari tadi.



Ting Nong!



"Hoshi!" gue langsung keluar dari kamar menuju pintu depan.



Namun, begitu pintu ditarik, napas gue yang terengah-engah lambat laun kembali normal. Dokyeom berdiri sambil menenteng sebuah plastik berisi buah buahan.



Ia menyapa, "hai, Saem"

Melihat Dokyeom tersenyum lebar layaknya ia hidup dengan damai membuat gue membeku di tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihat Dokyeom tersenyum lebar layaknya ia hidup dengan damai membuat gue membeku di tempat. Karna tidak mendapat respon lebih dari sahabat perempuannya, ia langsung maju selangkah.



Perlahan parfum peach nya tercium dan dalam hitungan detik, gue didekap erat.



Erat sampai bisa merasakan detak jantungnya.



Perbincangan antara mama dengan Dokyeom sedikit merisihkan. Walau sudah tidak lagi berada di masa kejayaannya, mama tetap angkuh. Ia bicara banyak soal urusan dunia.



𝗸𝗮𝗸𝗮𝗸 𝘁𝗶𝗿𝗶 - 𝗵𝗼𝘀𝗵𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang