Hoshi terkejut. Ia tidak menyangka Saemi akan mengatakan hal diluar kepala tersebut. Perempuan itu rasanya seperti benar benar menyerah untuk hidup. Padahal kehadiran Hoshi di sampingnya merupakan pertanda bahwa hidup masih bisa diatasi bersama.
Sontak raut wajah Hoshi berubah, "jangan bicara yang nggak nggak"
"mau bagaimana lagi, Hosh. Kamu harus punya keturun . . ."
"nyuruh aku nikah sama temen kamu? Saem, kamu gak waras ya? Emangnya kamu gak bakalan tambah sakit kalau aku beneran punya anak sama dia? Hah?"
Emosi Hoshi sebenarnya sudah meluap, namun ia menahannya agar Saemi tidak syok. Bahkan sampai saat ini Saemi tidak memikirka soal perasaannya. Ia hanya memikirkan Hoshi memiliki keturunan yang sedarah.
Keadaan hening selama beberapa menit. Yang terdengar hanyalah suara percakapan perawat di luar dan jarum jam dinding.
"kamu berani ambil keputusan itu karna. . ."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
". . . karna udah gak cinta lagi sama aku ya?"
Hoshi duduk di ranjang tempat Saemi terbaring. Istrinya terus menggelengkan kepala, menjelaskan bahwa pikiran Hoshi barusan salah besar.
Tapi, siapa sih yang nggak berpikiran kayak Hoshi kalau orang yang kita sayang berani menjodohkan kita sama orang lain.
"kamu juga masih mandang Aram sebagai anak angkat kita, kan?"
Kedua mata Saemi tiba tiba berkaca kaca.
Hoshi melanjutkan sambil merapihkan helaian rambut ke belakang telinga sang istri. Ia tersenyum, "aku udah anggap Aram sebagai anak yang satu darah sama aku tahu. Makanya aku gak keberatan kalau kamu gak bisa hamil lagi"
Saemi seberuntung itu mendapat suami seperti Hoshi. Walau saat SMA keduanya sempat saling membenci, sikap Hoshi juga terlihat kurang baik, setelah memiliki hubungan seperti ini, ia berubah 180 derajat.
Ucapan Hoshi menampar keras hati Saemi. Seketika ia menangis sesegukan, terus mengucapkan kata maaf berulang kali karna telah mengambil keputusan agar Hoshi menikah dengan Yuju dan memandang Aram sebagai anak angkat.
Hoshi mengerti betapa frustasinya Saemi. Yang ia lakukan sekarang hanya memeluknya dengan erat seperti tidak akan pernah dilepas.
Beberapa minggu kemudian, Saemi diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Di sepanjang perjalanan menuju rumah, ia tersenyum sendiri sambil melihat layar ponsel.
Pagi ini Hani mengirimkan foto foto Aram yang tengah bermain di pinggir pantai. Berbagai ekspresi dari anak itu berhasil membuat Saemi terhibur. Ia jadi tidak sabae bertemu dengannya.