tiga satu

801 95 8
                                    

Setelah di pikir matang matang, gue memutuskan untuk mundur dari acara. Banyak yang menentang kepergian tersebut, namun tetap saja. Gue gak mau menghancurkan proyek itu.



Para panitia dan rekan lain menghargai keputusan tersebut. Mereka mengatakan bahwa selama latihan, gue cukup menghampiri ekspektasi nya.



"ayolah senyum, itu pilihan kamu" ujar Hoshi, ia menyambut kedatangan gue dari luar sekolah.



Berbagai tindakan di coba agar gue merasa baikan. Tiap kali raut wajah gue masih sama, ia kesal sendiri. Nantinya ngambek gak jelas, terus baik sendiri.




Gak jelas.



Seiring berjalannya waktu, suasana hati buruk tersebut hilang. Keadaan makin membaik walau harus bertemu seseorang di cafe hari ini.



Hoshi ikut menoleh ke arah pria tua yang memakai setelan jas rapi. Ia berdiri di depan kasir dan tengah memesan sesuatu.



"siapa?"



"papa"



Mendengar kata 'papa', Hoshi mengubah arah pandangannya. Ia langsung kembali menatap gue sembari meraih segelas choco avocado.



Memang sedari awal melihat kedatangan papa membuat gue ingin bicara dengannya. Banyak sekali topik pembicaraan jika hal itu benaran terwujud, jika papa mengenal gue juga.



Tanpa di sengaja tiba tiba papa ikut menoleh ke arah gue. Ia tidak berekspresi lebih layaknya bertemu seseorang yang sudah lama gak nampak.



"Hoshi . . ."



Hoshi menoleh.



"ia gak ngenalin aku"



Apa ini. Padahal papa nya Hoshi mengatakan bahwa mama bertemu dengan pria itu. Apakah cinta lama bersemi kembali? selalu begitu. Gue selalu menghilang dalam pandangan mereka.



Sebelum pulang mama memberi pesan bahwa ia sudah menyewa sebuah rumah. Entah benaran menyewa atau di berikan oleh temannya.



Karna gue pulang bersama Hoshi, mama terkejut melihat anak tirinya datang. Ia langsung menyiapkan segelas teh hangat serta biskuit.



"Hoshi, kamu gak ngantor?"



Ia menggelengkan kepala, "nanti malem, ma"



Kejadian semalam sebenarnya cukup memperbaiki hubungan antara mama dengan Hoshi. Ia tidak lagi berperilaku kasar pada cowo itu.



Senang melihatnya.



Soal bertemu papa di cafe tadi, gue putuskan untuk tidak bercerita. Mau tahu aja seberapa lama ia mengenali wajah anak satu satunya ini.



"Saemi, bisa berhenti les drama musikal dulu?"



Gue langsung menoleh.



"mama belum bisa bayar bayarannya"



"Hoshi bisa!" tiba tiba Hoshi ikut nimbrung.



Ia diam sebentar, lalu mengulang kembali ucapannya.



"a–aku bisa bayar les drama musikalnya Saemi"



Awalnya mama mengelak, namun Hoshi tetap pada pendirian. Posisi cowo itu kan sekarang sebagai abang sekaligus pacar. Wajar saja.



Sebelum Hoshi pamit untuk pulang, ia mengatakan bahwa nanti malam akan ada acara di kantor. Mama diwajibkan ikut karna ia masih menjadi istri papa.



𝗸𝗮𝗸𝗮𝗸 𝘁𝗶𝗿𝗶 - 𝗵𝗼𝘀𝗵𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang