HAPPY READING
.
.
.Dendam, tapi Sayang
"Sekolahku adalah rumahku. Namun, apakah bisa rumahku menjadi sekolahku?
Para murid saling melirik dan bertanya-tanya saat melihat Nisya yang tengah bersandar di dekat pintu 9D. Mereka menduga kalau Nisya terkena gangguan mental lantaran raut wajahnya yang galau dan merana meskipun baru pagi hari. Dugaan itu diperkuat ketika sebagian siswa laki-laki menyapa dan merayunya dengan kata-kata gombal, tapi Nisya hanya menatap sekilas tanpa memberi respons apa pun.
"Selamat pagi cewek," sapa Dita baru datang.
Cewek bernama Nisya itu mendongak menatap Dita yang sudah mengusung senyum manis. Dahinya berkerut melihat ekspresi wajah Dita yang memancarkan aura kebegoan. Masa sabuk sekolah bukannya digunakan di rok, ini malah dijadikan ikat rambut.
"Caper!" ketus Nisya melenggang pergi seolah menghindar dari hadapan Dita.
"Widih, mbaknya pundung nih?" Dita menyindir Nisya dari kejauhan, tetapi respons Nisya hanyalah berdeham tanpa mau membalikkan badan.
Senyum jahil Dita terlacak jelas oleh mata sipit Nisya yang tajam. Dita menghirup udara dalam-dalam sebelum akhirnya berteriak sekeras mungkin, mencuri perhatian seluruh siswa yang sedang beraktivitas di area koridor kelas sembilan.
"Woi! Si Nisya pundung! Hot news! Nisya pundung gara-gara enggak jadi ikut launching—anjir sakit bego!" Dita mendadak mengaduh ketika sebuah sepatu tiba tiba melayang ke kepalanya, ia mengusap seraya memutar tubuh menghadap ke si pelaku yang membuatnya kesakitan.
Namun, kemarahan itu seketika padam saat tahu kalau Nisya lah si pelaku tersebut. Dita yang tersipu malu hanya mengumbar senyum sok akrab sambil memulung sepatu cantik Nisya yang tergeletak di bawah lantai. Dia mengusap sepatu Nisya, jangan sampai ada sedikitpun noda yang mencemari area sepatu mahal itu, jangan sampai pokoknya! Bisa-bisa koleksi gigi ompongnya nambah lagi nanti.
"Ini juragan sepatunya. Silakan," ucap Dita membungkuk hormat sembari memberikan sepatu Nisya yang langsung Nisya rampas dengan kasar.
"Mampus lo! Rasain, tuh. Head shot juga, kan, lo," cibir Nisya menyentil kening Dita.
"Hehehe ... sorry, Bos." Dita menyengir ampun. "Eh, Bos. Liat, dong, rambut gue punya ekornya, nih. Estetika banget enggak, sih? Di negara mana coba ikat pinggang dijadiin ikat rambut? Pandai sekali Dita ini. Ahhh bangga banget gue hidup penuh kebegoan." Dita memamerkan ikat pinggang yang melilit di rambutnya.
"Iya, pinter terserah lo dah," balas Nisya tidak peduli.
Dita terkekeh pelan dengan apa yang Nisya katakan. "Bos, kita nih sebagai manusia harus bangga dengan apa yang Allah ciptakan. Coba lo bayangin kalau di dunia ini semuanya orang pinter, beras mau dapet dari mana? Kalau di dunia ini semuanya orang bego, siapa yang mau jadi dokter? Jadi dunia tuh adil, Bos, sebenernya. Cuman kitanya aja yang jadi manusia kurang mensyukuri nikmat yang Allah kasih."
Nisya menghela napas, lalu berlalu begitu saja melintasi Dita yang menyilangkan tangan penuh kebanggaan. "Hm, pinter banget lo. Gue bangga punya temen kayak lo."
Mendengar itu, Dita seolah terbang ke atas langit. "Omaigat, gue jadi best seller friend."
***
"Satu orang yang bisa jawab pertanyaan saya, boleh istirahat duluan. Siap?"
Kelas 9D yang tadinya hening langsung berisik, beberapa di antara mereka mengeluh, sedangkan bagi siswa pintar di dalam kelas langsung mengepalkan tangannya ke udara. Nisya yang duduk di barisan terdepan hanya menghela napas pasrah sambil memalu kepalanya ke atas meja. Sementara Kisya si siswi ambis, siap dengan kotretan untuk menjawab soal yang akan diberikan Pak Joko.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKISYA [END] ✓
Teen FictionBersaing sama musuh❎ Bersaing sama kembaran sendiri✅ "Tidak ada kata menyerah sebelum ada yang kalah." Begitulah semboyan Inbreeding dalam kisah ini. Bagi dua gadis kembar bernama Nisya Raina Sahda dan Kisya Raiqana Sahida, persaingan serta pertarun...