38. Dia Pergi Selamanya?

16 6 1
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Dia Pergi Selamanya?

"Aku memang membencimu. Tapi aku tak rela sedikitpun kau pergi meninggalkanku." -Nisya Raina Sahda

Bagaikan disambar petir di siang bolong, tubuh Nisya membeku seketika usai membaca pesan Aqila. Bibir gadis itu bergetar hebat, matanya terus membuka dengan lebar, seakan jantungnya terhunus pedang yang sangat besar.

Hanya satu yang mewakili hati Nisya, tidak percaya.

"Eng-enggak, enggak mungkin. Bu-bunda pasti bohong sama gue. Kisya enggak mungkin meninggal," gumam Nisya menentang keras pernyataan Aqila.

Tit!

Suara klakson mobil yang berhenti di depan gerbang rumah berhasil membuat Nisya menolehkan kepalanya. Matanya kian melebar saat sang ayah datang, tapi yang membuat hati Nisya tercubit adalah Adnan datang dengan membawa derai air mata.

Pria berusia tiga puluh sembilan tahun itu menatap manik mata sang putri begitu dalam. Begitupun dengan Nisya yang turut membalas tatapan itu. Air matanya perlahan turun tanpa permisi, menyebarkan rasa perih ke sekujur tubuh Nisya.

"Ayah? Ki-Kisya baik-baik aja, kan, Yah?" tanya Nisya susah payah.

Adnan berusaha menahan tangisnya.

"Kisya ... Kisya ...."

"Kisya kenapa?! Dia baik-baik aja, kan, ayah?! Ayah jawab! Jangan diem aja!!" cecar Nisya mengguncang lengan Adnan yang begitu tak berdaya.

Adnan memejamkan matanya, meski sulit ia berkata, "Kisya udah enggak ada, Sayang."

Belati seolah-olah semakin menekankan tubuhnya di hati Nisya, membuat hatinya berdenyut nyeri sangat dahsyat.

"Bohong!" sergah Nisya memelotot. "Enggak lucu, Yah. Ayah enggak boleh bohong sama aku. Aku enggak suka ayah bohong," sambungnya murka.

"Ayah enggak bohong, Nisya. Adik kamu udah enggak ada. Kamu harus ikhlas, ya. Semuanya ada di tangan Allah. Kamu enggak boleh kayak gini, Nak." Adnan langsung memeluk Nisya erat, menenangkan putri sulungnya guna menerima kenyataan dengan ikhlas.

Akan tetapi, manik mata Adnan begitu mengartikan kejujuran. Tuhan, apakah benar gadis belia itu kini sudah berada di pangkuan-Mu?

Nisya melunak setelah Adnan dekap. "Jadi, adik aku udah enggak ada, ya?"

"Iya, Sayang. Adik kamu jatuh di kamar mandi, kepalanya berdarah. Yang kuat, ya, Nak."

Hingga seketika tangisan pilu Nisya terdengar menyakitkan. "Enggak! Enggak mungkin Kisya tinggalin aku, Yah! Enggak mungkin!! Ayah pasti bohong, kan?! Enggak, Ayah! Kisya masih ada!!" jerit Nisya meronta seperti orang gila, yang kini berada di rengkuhan Adnan.

"Ikhlasin, Nak, ikhlasin. Ini udah jalannya, Sayang. Ikhlasin, ya," lirih Adnan mengusap lembut surai sang putri.

Nisya sesat terdiam, jantungnya seolah-olah sudah berhenti berdetak. Separuh hidupnya kini sudah tak ada, dia sudah terbang menghadap Sang Pencipta. Hanya ada rasa sakit dan kecewa, ketika Tuhan tega merenggut nyawa orang yang selama ini mengisi hari-hari Nisya dengan indah.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang