5. Perkelahian Dua Lakik

53 13 1
                                    

HAPPY TRADING

.
.
.

Perkelahian Dua Lakik

"Kenapa semesta membiarkanku hidup dalam luka? Kapan aku bisa bahagia tanpa berteman dengan lara?" -Lala Hasna Lalzari

Semua orang yang mendengar seruan itu lantas tersentak kaget. Siswa-siswi yang semula terduduk di tempatnya masing-masing langsung berlari kocar-kacir menuju lapangan. Kabar ini tentu menggegerkan seisi sekolah. Apalagi setelah nama pentolan SMP Antariksa disebutkan semakin membuat sekolah ini ricuh tak karuan.

"Bebeb Randi berantem woi!" teriak Kisya memasang wajah waswas. "Buruan ke lapangan!" sambungnya menjatuhkan tasnya di sembarang tempat.

Keadaan kelas begitu berantakan. Semuanya heboh berlari menuju lapangan untuk menonton adegan sengit yang hanya datang beberapa tahun sekali. Jelas, tidak ada yang boleh melewatkan kesempatan ini.

Tersisa Imposter yang masih membatu di dalam kelas. Tatapan mereka terlihat kosong, seperti satu-satunya orang yang tak paham maksud kehebohan yang sedang panas-panasnya terjadi.

"Bos! Nonton, yuk!" ajak Dita memecah keheningan.

"Iya, Bos. Sekalian botram indomie. Yuk! Mau enggak?" lanjut Putri mendukung omongan Dita.

Nisya menghirup udara di sekeliling dengan tenang. "Emmm ...," deham Nisya pelan, "boleh. Sekalian beli pop ice sambil nobar."

Mereka pun kemudian tunggang-langgang meninggalkan kelas, membuat kelas hanya berpenghuni sebuah tas dan alat-alat tulis yang berserakan di mana-mana. Sepanjang koridor pun tidak ada kelas yang terisi siswa-siswi. Semuanya sibuk melihat tontonan seru di lapangan.

***

Sebelum datang ke lapangan, Imposter lebih dulu memanfaatkan keadaan sepi ini untuk membeli jajanan di kantin. Setelah memborong indomie dan pop ice tiga rasa, mereka pun berjalan santai sembari menyikat habis makanan kuning dan minuman berwarna tersebut.

Sorot mata ketiganya menangkap gerombolan orang dari berbagai angkatan memadati area lapangan. Beragam suara tertangkap jelas oleh telinga Nisya. Ada yang mencoba melerai mereka, namun ada juga yang malah menyoraki bahkan mendukung dari salah satu pihak.

"Anjay gelut euy!" Sesampainya di barisan terdepan, Nisya sontak menutup menangkup kedua pipinya.

"Lah, itu kan si Fadhil anaknya Bu Rani," kata Dita baru menyadari jika yang sedang bertengkar itu adalah sosok Fadhil.

Mendengar jawaban Dita, hati Nisya sedikit menari-nari karena besar hati. Untuk kedua kalinya, dia bisa bertemu lagi dengan cowok yang pernah menabraknya beberapa hari lalu. Ini menjadi peluang besar untuk Nisya balas dendam pada lelaki songong itu.

Nisya bersorak kencang, bahkan suaranya paling kencang mendukung Randi agar mampu membuat Fadhil keok. Jiwanya seakan-akan berguling, berjungkir balik, kayang, dan salto semuanya kalang kabut di dalam hatinya. Dia sangat puas ketika melihat musuh ke seratus kalinya menderita seperti ini.

Nisya menarik napasnya dalam-dalam, kemudian berteriak, "Ayo, Ndi hajar terus sampai titik darah penghabisan!!"

Satu lapangan dibuat ramai menyaksikan pertarungan yang semakin lama semakin menghibur. Tubuh Fadhil paling banyak terluka.

Suasana semakin dibuat keruh oleh pergulatan mereka yang semakin menegangkan. Di sisi lapang yang satunya, Kisya pun ikut heboh. Namun, kehebohannya adalah ketakutan pada kondisi Randi yang makin melemah.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang