2. Hukuman dan Sahabat

79 15 1
                                    

HAPPY READING
.
.
.


Hukuman dan Sahabat

"Buat apa setia kalau tak ada cinta?" —Kisya Raiqana Sahida

Nisya tertawa puas selepas berhasil masuk ke dalam sekolah. Dia bangga terhadap dirinya sendiri yang telah sukses membuat Pak Agus terpikat dengan rayuannya. Lalu bagaimana dengan nasib Kisya di luar sana? Sedangkan Nisya meninggalkannya tanpa dosa. Ah, tapi Nisya tidak peduli terhadap hal itu. Yang penting, dirinya bisa masuk ke dalam sini

Di bawah teriknya mentari, Nisya berjalan santai di sebuah lapangan sekolah yang cukup luas. Rambutnya kerap kali terhempas tiupan angin cukup kencang saat itu. Keadaan sekolah sangat sepi tak ada orang. Mungkin upacara telah selesai beberapa menit yang lalu. Oleh karena itulah Nisya berjalan santai karena pikirnya tidak akan ada orang yang tahu kalau dia datang terlambat.

"Nisya, Nisya. Lo punya otak manjur juga, ya," ucapnya sambil mengurai beberapa helai rambut miliknya.

Kepalanya beberapa kali menoleh ke arah belakang, memastikan kalau keadaan sekolah benar-benar aman. Ya, hari ini rencananya dia akan bersantai di kantin sambil menyuap makanan sebelum masuk ke kelas. Daripada bosan keluyuran, lebih baik datang ke kantin menyantap makanan yang begitu lezat.

Bruk!

Tiba-tiba, Nisya menabrak sebuah benda keras di hadapannya. Saking lama kepalanya terputar dan menatap ke arah yang salah membuatnya tak melihat keadaan di depan. Ia berdecak sebal sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit akibat benturan tadi.

Saat kepalanya terangkat, matanya membelalak ketika melihat kalau yang ia tabrak bukanlah sebuah benda, melainkan ... seorang guru wanita. Berpakaian kopri cokelat dan name tag terpasang di bajunya, mengancam keselamatan Nisya.

"Eh, Bu Rani. Apa kabarnya, Bu? Cicilan mobil dah lunas, Bu?" basa-basi Nisya pura-pura akrab.

Apa yang Nisya lakukan justru membuat Bu Rani menghentak-hentakkan senjata andalannya--penggaris besi. Nisya menelan air liurnya yang entah untuk ke berapa kali. Dia benar-benar takut, menahan bokongnya sejak tadi. Kalau penggaris besi itu harus menghantam pantatnya, bisa bahaya!

Abis gue nih dijadiin sukro, batin Nisya pasrah.

***

Kisya melompat dari ketinggian hampir satu meter lebih. Dia berhasil masuk ke dalam sekolah melalui sebuah tembok tinggi yang berada di belakang sekolah. Meskipun kakinya sedikit tergelincir akibat adegan ini, tapi tak apa, setidaknya dia tidak kalah saing dengan Nisya yang telah masuk sedari tadi.

Kisya memijakkan kakinya pelan-pelan. Jangan sampai ada guru yang melihatnya dan menangkap basah kalau dia pun ternyata datang terlambat. Namun, nasib baik datang ke hidup Kisya. Sepanjang perjalanan dari pintu belakang sampai lapangan, tak ada satu orang pun yang terlihat, syukurlah.

Ia berjalan menyusuri taman belakang. Tiba-tiba, dia melihat sesosok gadis berpakaian putih biru yang sama dengannya. Kisya menerka-nerka siapa gerangan itu. Dia sangat mengenal sosok gadis yang tengah terduduk di depan sebuah tanaman itu.

"Nisya?" Mata Kisya membelalak saat berhasil menangkap wajah gadis itu dari dekat. Ternyata gadis tersebut adalah Nisya, kakaknya sendiri.

"Njir, lo lagi ngapain? Nge-babu?" ledek Kisya menahan tawa melihat Nisya yang lesu sambil menatapnya sekilas.

"Berisik!" jawab Nisya kerusy.

Mendengarnya, Kisya meluapkan seluruh gelak tawanya sepuas hati. "Hahaha. Mangkanya jadi orang tuh jangan suka nipu. Nah, ini akibatnya. Rasain lo!"

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang