53. Penyesalan yang Datang Terlambat

15 2 0
                                    

HAPPY READING
.
.
.

"Aku mencoba ikhlas dari suatu kehilangan dan tersenyum dari suatu kesakitan."
---Kisya Raiqana Sahida.

"Jika kamu tak bisa menghargai apa yang kamu miliki. Jangan salahkan Tuhan bila penyesalan datang dan membuat kebahagiaanmu menghilang."
---Cempaka Putri Radina.

Penyesalan yang Datang Terlambat

Seraya memandang hamparan bintang dan bulan yang menghiasi langit Bandung di malam hari, gadis bernetra hitam itu memeluk lututnya dengan tatapan menerawang jauh. Embusan angin membuat matanya terpejam menikmati arus udara yang kerap kali menerpa wajahnya dengan lembut. Lagi-lagi, setetes air mata harus turun membasahi pipinya ketika goresan luka itu masih berbekas di dasar hatinya.

"Kak, aku kangen ...," lirih Kisya sesak.

"Kamu jahat, Kak. Kamu enggak tepatin janji kamu buat bertahan demi aku."

"Aku benci ini, Kak."

Perempuan yang semula tak pernah lepas dari ukiran senyum. Perempuan yang semula tak pernah merasakan murung, tapi kini semuanya berbalik arah setelah ia harus mencicipi betapa sakitnya rasa kehilangan.

"Semenjak kamu enggak ada, rumah ini rasanya sepi, Kak. Enggak ada yang ngajak aku ketawa lagi. Enggak ada yang nemenin aku nonton drakor tiap malem. Semuanya udah berubah semenjak kamu pergi."

Dua hari selepas kepergian Nisya, kenangan Kisya bersama sang kakak sampai sekarang masih terasa begitu menyayat. Kesedihan, kekecewaan, dan penyesalan sangat menyentuh hidup Kisya sampai detik ini. Tak pernah Kisya bayangkan bila Tuhan memanggil lebih dulu seorang kakak yang sangat menyayanginya.

Jadi, siapa yang akan menemani Kisya di setiap senyum dan tawanya setelah ini?

"Kenapa secepat ini, sih, Kak? Padahal kita belum ngerayain hari kelulusan kita bareng-bareng. Kita belum berhasil gapai cita-cita kita sama-sama, loh."

Kisya berusaha menyapu air mata di sela-sela ucapannya. "Kakak bisa pulang dulu bentar?" Kisya mengarahkan tatapannya yang berurai air mata pada langit yang cerah. "Aku pengin peluk kamu, Kak. Sebentar ... aja, Kak?"

Pandangan Kisya lalu menurun, tersenyum getir sambil mengusap jepit rambut yang dulu selalu Nisya pakai semasa hidupnya. Digenggamnya jepit rambut itu dengan kuat, bulir air mata jatuh yang diiringi oleh isak tangis hebat terucap dari bibirnya.

"Makasih, Kak. Makasih kakak udah buat aku tersenyum. Makasih buat segala hal yang udah kita lalui bareng-bareng."

"Pergimu, adalah hal teramat pedih dalam hidup Kisya," sambungnya.

***

"PUTRI!!"

Putri yang sejak tadi termenung di bawah pohon, seketika dikejutkan oleh pekikan seseorang yang tiba-tiba datang menyerbu indra pendengarannya.

"Woi, malih!" Dita duduk di samping Putri seraya merangkul bahu gadis itu.

"Hm ...." Hanya itu jawaban yang terlontar dari mulut Putri.

Dita memperhatikan seluruh titik di wajah Putri yang aneh pada hari ini. "Lo ke mana aja, sih, anjir? Tumben-tumbenan lo bolos," tanya Dita penasaran sebab sudah dua hari Putri tidak masuk ke sekolah.

"Gue enggak apa-apa," sahut Putri dingin sembari beranjak pergi menghindari Dita.

Dita membulatkan matanya, ia kemudian bangkit mengejar Putri yang seakan-akan menjauh darinya.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang