HAPPY READING
.
.
.Nyeri Batin
"Menyuruh anak untuk berbakti, apa kita sendiri sebagai orang tua telah memuliakan buah hati sepenuh hati?"
"Ya Allah, Non. Non enggak apa-apa?" Bi Tini membukakan pintu untuk keluarga Adyarsa seraya menyambut kedatangan mereka, khususnya pada Nisya yang wajahnya terlihat pucat pasi. Bola matanya pun terlihat seperti panda, gadis itu berjalan dengan gontai, seolah tak punya tenaga lagi untuk bisa bergerak.
Aqila yang memasang raut wajah geram lantas menyodorkan kantung keresek berisi obat-obatan pada Bi Tini. "Nih, Bi, urus si Nisya, suruh dia minum obat. Bandel anaknya kalau diurus sama saya," perintah Aqila kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
"Maaf, Bu. Ibu enggak berangkat kerja lagi?" tanya Bi Tini.
Aqila mengangkat kepalanya yang sejak tadi berkutat dengan handphone. "Enggak. Udah terlambat juga gara-gara dateng ke rumah sakit," jawab Aqila sebelum dia kembali sibuk dengan dunia kantornya.
Nisya yang sudah Bi Tini genggam tangannya hanya bisa merapatkan bibir mendengar kalimat pedas itu menusuk indra pendengarannya. Jadi, bunda nyesel, ya, temenin gue di rumah sakit. Padahal, cuman setengah jam, loh, Bun.
Energi Nisya semakin terkuras tiap detiknya. bahkan dia bisa saja terjatuh kalau Bi Tini tidak menahan punggungnya. Bi Tini mengusap surai Nisya yang dipenuhi keringat, lalu dia menuntun Nisya untuk istirahat di dalam kamar. Nisya hanya mengangguk pasrah, keadaan dia pun tak memungkinkan untuknya berdiri terus-menerus.
"Bu, permisi, ya. Saya izin bawa Non Nisya ke kamar," izin Bi Tini membungkuk saat melintas di depan Aqila.
"Eh, tunggu." Perkataan Aqila menginterupsi pergerakan Nisya dan Bi Tini. Mereka berdua lantas membalikkan badannya dengan sebelah alis yang terangkat.
"Kenapa, Bu?"
"Buat kamu Nisya. Bunda enggak mau, ya, kamu jajan sembarangan di sekolah. Di rumah gizi kamu selalu bunda penuhin. Uang jajan juga udah bunda kasih lebih supaya kamu jajan makanan sehat. Ayo, dong, jangan bandel. Liat, kan, siapa yang rugi kalau kamu sakit? Semua orang dirugikan, Nisya."
Mendengarnya, hati Nisya seolah ditikam sebilah pisau yang sangat tajam. Mengapa juga selalu dia yang salah di mata Aqila? Bisakah sehari saja Aqila memberi putri sulungnya itu bernapas lega? Lama-kelamaan, Nisya bisa saja berbuat nekat lantaran selalu dikekang setiap harinya.
"Iya, Bun. Maafin Nisya udah ngerepotin bunda," ungkap Nisya tersenyum getir, mencoba ikhlas menerima teguran sang bunda, walaupun hatinya kini berkata lain.
Bunda enggak tau yang sebenernya. Andai bunda tau, mungkin bunda enggak akan berani ngomong gitu sekarang.
***
Bi Tini membaringkan tubuh Nisya di atas kasur sambil menaikkan selimut tebal hingga mencapai dada Nisya. Tubuh Nisya sedikit lebih hangat setelah terbalut selimut itu. Dia juga mengulas senyum pada Bi Tini yang terlihat telaten juga ikhlas dalam merawatnya. Bohong kalau Nisya tak sakit hati melihat orang yang merawatnya saat sakit bukanlah bundanya. Namun, setidaknya posisi Bi Tini sudah cukup mengobati rasa rindunya untuk merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Bi," lirih Nisya dengan suara parau.
Bi Tini yang tengah merapikan obat-obat Nisya lantas menoleh sekilas. "Iya, Non?"
"Makasih, ya."
Alis Bi Tini terangkat satu. "Untuk?"
"Makasih karena Bi Tini udah anggep aku kayak anak bibi sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKISYA [END] ✓
Genç KurguBersaing sama musuh❎ Bersaing sama kembaran sendiri✅ "Tidak ada kata menyerah sebelum ada yang kalah." Begitulah semboyan Inbreeding dalam kisah ini. Bagi dua gadis kembar bernama Nisya Raina Sahda dan Kisya Raiqana Sahida, persaingan serta pertarun...