HAPPY READING
.
.
.
"Duka yang paling terasa adalah ketika dia pergi memenuhi panggilan Pencipta, dan meninggalkan kepingan luka dalam alam semesta."______________________________________
Semesta Berduka
"HAH?! NI-NISYA KOMA?!" Putri terperanjat kaget saat Kisya menemuinya di dekat gerbang dan mengabarkan berita buruk itu dengan uraian air mata.
"Iy-Iya," jawab Kisya berat.
Putri seolah belum percaya. "HEH! LO JANGAN ASAL NGOMONG, KIS!" sentak Putri mencengkeram kerah seragam Kisya yang sejak tadi menunduk.
"Gue enggak bohong, Putri! Emang ini kenyataannya!" Air mata dan kemarahan bercampur aduk di hidup Kisya.
"Nisya ...," lirih Putri.
Napas Putri perlahan-lahan memburu. Kedua matanya melebar, seolah-olah hampir saja melompat dari kelopak mata gadis itu. Diremasnya tali tas dengan begitu kuat, tanpa permisi Putri kemudian berlari kencang mendobrak kerumunan siswa yang berkumpul di depan gerbang.
***
Di dalam ruangan yang serba putih itu, ada sebuah brankar yang di atasnya terdapat seorang gadis dengan mata terpejam kuat. Sekujur tubuhnya tak bisa bergerak, seolah tubuh gadis itu merupakan lahan untuk menanam alat-alat mengerikan yang banyak tersebar untuk membantu pengobatan gagal ginjalnya. Senyuman yang dulu selalu terukir di bibirnya seakan menghilang direnggut dunia.
Aqila, wanita yang tengah mengandung delapan bulan itu terduduk di depan brankar sambil menutup Al-Quran yang baru dibacanya dengan sendu. Tetesan air mata tidak berhenti meluncur dari kedua netranya yang lama-lama membengkak. Hari ini merupakan hari ketiga semenjak Nisya dinyatakan koma.
"Sayang, kamu enggak mau bangun, Nak?" lirih Aqila seraya mengusap rambut sang anak.
"Bunda kangen."
"Ayah kangen."
"Kisya kangen."
"Kita semua rindu kamu, Nak."
"Bangun, yuk! Jangan tidur terus. Pasti kamu laper, kan, belum makan berhari-hari? Bunda masakin udang kesukaan kamu, ya. Tapi kamu harus bangun dulu, Sayang. Bangun, ya ...."
Tangis Aqila kian memecah melihat keadaan Nisya yang semakin hari bukannya semakin membaik, tapi justru semakin memburuk. Ia menggapai tangan Nisya yang terpasang infus, lalu meletakkannya di pipi kanan Aqila.
"Andai boleh, biar bunda yang gantiin posisi kamu sekarang, Nak. Biar bunda yang ngerasain sakit ginjal. Kamu belum pantas dapetin sakit sehebat ini, Sayang."
"Bunda kecewa sama diri bunda sendiri. Sekarang bunda sadar, Sayang. Setiap anak punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Bunda sadar, enggak seharusnya bunda banding-bandingin kamu sama Kisya. Bunda sadar sekarang, Nak ...."
"Bunda minta maaf, ya?" Aqila terisak hebat, bahunya kian bergetar ketika suara EKG menggema menghantui telinganya.
"Kamu mau, kan, maafin bunda?"
Ibu dua anak itu menidurkan kepalanya sembari menggenggam terus tangan Nisya. Air matanya jatuh membasahi brankar.
"Maafin bunda, Nak. Maafin bunda ...," sambung Aqila menyesal.
Ceklek!
Tiba-tiba, pintu ICU yang semula tertutup rapat, kemudian terbuka lebar menampilkan sosok dokter masuk mengecek kondisi Nisya. Dengan refleks, Aqila mengangkat kepalanya, ia menyusut air mata yang turun dari sudut mata agar dirinya siap menanyakan hal ini pada Dokter Ilham.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKISYA [END] ✓
Ficção AdolescenteBersaing sama musuh❎ Bersaing sama kembaran sendiri✅ "Tidak ada kata menyerah sebelum ada yang kalah." Begitulah semboyan Inbreeding dalam kisah ini. Bagi dua gadis kembar bernama Nisya Raina Sahda dan Kisya Raiqana Sahida, persaingan serta pertarun...