13. Kembalinya Perusuh Sekolah

16 8 1
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Kembalinya Perusuh Sekolah

"Lebih baik mencintai daripada dicintai tapi ujung-ujungnya ditinggali." -Nisya Raina Sahda

Kebebasan. Ya, itulah satu kata yang dapat mengekspresikan suasana hati Nisya hari ini. Akhirnya, setelah sekian lama dia terkurung dalam rumah karena harus menjalani hukuman skorsing, kini dia dapat kembali menghirup udara segar dan kembali berkoar di sekolah yang sangat ia rindukan.

Kondisi sekolah masih sama dengan sebelumnya, tidak ada yang berubah. Penghuninya cakep-cakep kayak nasi tumpeng. Perkakas sekolahnya pun tersimpan rapih kayak museum firaun.

Nisya dan gengnya berjalan menyusuri koridor lantai dua. Semua pasang mata menyorot pada Nisya lamat-lamat. Mungkin mereka rindu situasi sekolah yang ramai dengan kehadiran gadis itu, dan terasa sepi tanpa kehadiran Nisya yang selalu membuat onar.

"Halo pren!" sapa Nisya melambaikan tangan pada teman-teman sekelasnya. "Rindu gue enggak lo semua?" tanya Nisya mengedarkan senyum sambil menaruh tasnya di atas kursi.

"Tenang epribadi. Bagi yang kesepian karena enggak ada gue di kelas, mulai sekarang dan seterusnya, gue bakal selalu ada buat nyenengin lo lo pada," lanjut Nisya sok iye.

Kuping siswa 9D rasanya ingin pecah mendengar ocehan Nisya yang tak jelas. Begitupun dengan Victor yang sudah lebih dulu duduk di barisan belakang yang merasa heran dengan ocehan tidak bermanfaat tersebut.

"Tuh kakak lo kenapa sih? Gaje banget," misuh Syifa berbisik.

"Otaknya kesumbat batang pete jadi gitu," jawab Kisya.

Di saat tengah ramai-ramainya keadaan di dalam kelas, tiba-tiba seisi kelas tertegun ketika mendengar suara sepatu berpijak mendekati kelas. Semuanya sontak memandang fokus pada sasaran yang derap langkahnya semakin mendekat. Seketika, semua siswa menghela berat saat sesosok guru yang sudah tak asing wajahnya masuk ke dalam kelas.

"Wah, Mom, ada si nenek peot," bisik Syifa.

"Selamat pagi anak-anak!" sapa Bu Rani berdiri di tengah-tengah kelas.

"Pagi, Bu!" jawab siswa serentak.

"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh." Lain halnya dengan Nisya, Dita, dan Putri yang malah mengucapkan jawaban itu berbeda dari anak-anak lain. Kalimat tersebut sedikit menyindir Bu Rani. 

Bu Rani menahan napasnya sebelum mengutarakan tujuannya datang ke kelas ini. "Baik, saya langsung to the point aja, ya. Mengingat kita sudah beranjak ke semester baru, jadi seperti biasa setiap kelas akan mendapat bimbingan dari guru BK-nya masing-masing. Dan alhamdulillah, ibu akan kembali memegang kelas kalian."

Sungguh, apa yang dikatakan Bu Rani membuat predikat halu siswa-siswi 9D roboh. Mereka kira, kelas mereka akan dipegang oleh guru BK honorer yang gantengnya buat mabuk kepayang. Eh, malah dapat guru itu lagi. Bukan apa-apa, sampai sekarang rasanya mereka masih trauma dengan hukuman yang pernah Bu Rani berikan dua tahun lalu.

"Gimana, seneng enggak?" tanya Bu Rani menampakkan matanya yang berinar-binar.

Semuanya terdiam, tak ada yang menjawab pertanyaan Bu Rani. "Seneng, Bu." Namun, tiba-tiba celetukkan seseorang sukses membuat semuanya sontak mencari-cari siapa yang mengeluarkan suara itu.

"Sesat! Miring tuh si bencong bilang seneng," umpat Nisya sebal.

"Palamu, Tong seneng," imbuh Kisya ikut-ikutan.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang