6. Cemburu

52 11 2
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Cemburu

"Tidak ada kata menyerah sebelum ada yang kalah." –Nisya Raina Sahda

Dengan tubuh terbungkus selimut, Kisya memainkan handphone-nya di atas kasur pada pagi hari. Hujan baru saja reda beberapa menit lalu. Hari ini adalah hari kemenangan baginya karena tidak masuk sekolah. Ya, walaupun alasan tak masuknya karena diskors, tapi tetap untuk seorang Kisya bolos sekolah adalah hal menyenangkan sekaligus membanggakan untuknya tersendiri.

Tidak dengan Nisya yang sudah berbusana seragam rapih di tengah dinginnya cuaca. Dia berdiri di depan cermin sambil menaburkan bedak bermerek ke wajahnya. Matanya kerap kali menatap Kisya dari pantulan cermin.

"Heh," panggil Nisya.

Kisya yang semula menatap layar handphone, seketika mengangkat kepalanya. "Apa manggil-manggil? Sedih gak bisa berangkat sekolah bareng gue?" tanyanya kegeeran.

Nisya mendengus sebal. Di saat dirinya akan menanyakan hal penting, lagi-lagi Kisya malah main-main. Meskipun dia adalah anak nakal, senakal-nakalnya seseorang pasti pernah bersungguh-sungguh dalam melontarkan sebuah pertanyaan.

"Gue mau nanya serius sama lo," ucap Nisya sambil duduk di sofa kamar.

Mendengar perkataan Nisya, Kisya sontak tersentak kaget. Dia mematikan handphone-nya kemudian menatap Nisya penuh misteri. "Nanya apa? Curiga nanya yang nggak-nggak. Gue laporin ke bunda nih!"

"Anjir sotoy banget lo jadi bocah!" sembur Nisya dengan nada tinggi. Dia lantas melempar bantal sofa dengan keras hingga menghantam muka Kisya.

Suasana kamar menjadi keruh karena kedua gadis ini tak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya pertarungan sengit kembali terjadi. Nisya beranjak dari kursi dan langsung menarik rambut Kisya. Begitupun dengan Kisya yang ikut tak kalah kencangnya menarik rambut Nisya.

Suara bising yang berasal dari dalam kamar itu pun menarik perhatian Aqila yang saat itu tengah memasak di dapur. Aqila terkejut. Karena suara benda berjatuhan ke bawah lantai. Karena takut ada apa-apa, dia pun naik ke lantai atas dan mendatangi kamar kedua putrinya.

"Sono mati lo!" pekik Kisya menendang perut Nisya

"Ogah! Lo aja yang mati sono!" Balas  Nisya mendorong tubuh Kisya.

Pertengkaran keduanya bukanlah main-main. Ini adalah pertengkaran real tanpa rekaan apa pun. Kejadian ini pun sudah menjadi hidangan sehari-hari yang biasa mereka lakukan.

"Ekhem." Tiba-tiba, seseorang mengeluarkan bunyi batuk yang nyaring dari ambang pintu sampai membuat Nisya dan Kisya memberhentikan ulahnya. Mereka kemudian menatap sumber suara itu dengan serempak.

"Pesantren." Aqila sudah berdiri di ambang pintu seraya melipat tangannya di depan dada. Kedua sang putri hanya bisa memelotot dengan raut wajah yang tertekuk.

"Hehehe ... enggak gitu, kok, bunda sayang. Kita lagi latihan buat pentas drama di sekolah," ucap Nisya menyunggingkan sebuah senyum manis sembari memeluk tubuh sang bunda. "Iya, kan, Kis?" tanya Nisya menolehkan kepalanya kepada Kisya.

"Enggak, Bun, bohong," jawab Kisya menggeleng. "Kita beneran berantemnya. Abisnya sih si Nisya pake banting HP aku segala sampe retak. Padahal aku lagi baca Qur'an loh."

Sorot mata Kisya terlihat berkaca-kaca seperti orang yang menahan tangis. Nada bicaranya pun terdengar melas membuat Nisya tersentak hebat bagai ditusuk tombak menembus ulu hatinya.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang