-ARKALYA 25-

210 4 0
                                    

"Mana Alya?!"

Arka yang baru saja sampai di kelas Alya itu bertanya dengan nada tergesa-gesa, jangan lupakan nafasnya yang tak beraturan akibat berlarian sepanjang perjalanannya tadi.

Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Arka, seluruh penghuni kelas tersebut malah memandang laki-laki yang tampak amat sangat berantakan itu dengan pandangan takjub.

Seragam yang terlihat sangat berantakan, kancing kemejanya yang dibiarkan terbuka menampakkan kaus hitamnya, dan juga peluh yang menetes di sekitaran dahinya membuat semua yang menatapnya menjadi lupa diri.

"Ck, budeg lo semua, hah!?" Blbentak Arka membuat semuanya tersadar dan merubah pandangan takjub itu menjadi menunduk, tak berani menatap wajah yang tampak menyeramkan itu.

"T-tadi, Alya bawa tasnya keluar kelas K-kak," jawab salah satu siswi disana dengan menahan rasa takutnya.

Arka yang mendengar hal itu segera melangkahkan kakinya, berlari menuju parkiran tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Laki-laki itu menyalakan mesin motornya dan melesat dengan cepat keluar area sekolah, entah kemana ia akan mencari Alya.

•••••

"Gue ga nyangka Arka bakal kayak gitu," ujar Naissa.

Setelah kejadian di lapangan tadi, Devan segera mengajak Zico, Naissa, dan Alisya menuju kantin agar kedua gadis itu tenang dan tidak terlalu terbawa emosi.

"Udah Yang, ntar aku samperin Arka, dia emang kelewatan," ucap Zico yang masih berusaha menenangkan Naissa.

Sedangkan Devan saat ini sedang memusatkan pandangannya pada Alisya yang duduk tepat di sebelahnya, tadinya gadis itu terus saja menyalahkan dirinya dan mengatakan bahwa ia bukan teman yang baik.

Namun, sekarang gadis itu hanya diam menunduk, menatap kosong pada kedua sepatu yang dipakainya.

"Kamu nggak pacarin aku karena balas dendam juga kan?" tanya Naissa pada Zico, memecah keheningan yang kembali berlanjut disana.

"Nggak lah, Yang," jawab Zico.

"Awas aja ya kalo kamu ketahuan pacarin aku karena bales dendam gajelas itu," ujar Naissa lagi.

"Iya Yang, aku kan--"

"Maaf,"

Ucapan Zico tadi segera terhenti ketika terdengar cicitan pelan keluar dari mulut Alisya yang masih saja menunduk itu.

"Maafin gue, kalo aja Alya ga nolongin gue waktu itu pasti semuanya ga akan kayak gini," lanjut Alisya dengan menahan air mata dan isakannya.

"Nggak Lis, ini bukan salah lo, Arka aja yang brengsek," ucap Naissa sambil mengelus pelan lengan sahabatnya itu agar ia berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

"Maafin gue Dev, gara-gara gue adek lo jadi korban mainannya Arka, sorry," ujar Alisya lagi, kali ini ia tujukan pada Devan yang berada di sebelahnya.

Air mata yang ia tahan tadi kembali meluncur dengan indahnya membasahi pipi tirus gadis itu, membuat Devan menghela nafasnya pelan dan menarik Alisya ke pelukannya, lagi.

Ia tidak suka melihat Alisya menangis terisak seperti ini, entah mengapa dadanya turut sesak mendengar isakan tangis gadis yang sedang berada dalam dekapannya.

Naissa dan Zico yang melihat hal itu hanya menatap keduanya dengan tenang, membiarkan sepasang cucu adam itu memberikan ketenangan untuk masing-masing.

"Udah, ini bukan salah lo," bisik Devan dengan lembut tepat di telinga Alisya.

Untuk masalah Alya, Devan sebenarnya sangat mengkhawatirkan adik satu-satunya itu, tapi ia yakin bahwa adiknya tidak akan berbuat hal-hal bodoh yang akan membahayakan dirinya sendiri.

•••••

"Alya lo dimana sih, argghh!"

Arka yang sedari tadi berkeliling mencari keberadaan Alya sekarang hanya bisa mengacak rambutnya frustasi.

Ia sudah mengunjungi rumah gadis itu tadi, tapi yang didapatnya adalah rumah kosong tanpa adanya manusia sama sekali.

Arka menghentikan sepeda motornya di depan sebuah warung kopi yang sedang tutup, mendongak menatap langit yang cerah tadi kini sudah berubah warna menjadi abu-abu membuatnya semakin mengkhawatirkan Alya.

"Angkat, Al!" geram Arka.

Laki-laki itu sejak tadi berusaha menghubungi nomor Alya berkali-kali, namun, hanya suara operator lah yang setia menjawabnya.

"Fuck! Gue bakal cari siapapun yang udah ngerusak rencana gue," ucap Arka yang kini tengah memasang raut seriusnya.

Arka akhirnya kembali melajukan motornya, membelah jalanan yang mulai terlihat gelap dengan kecepatan motornya yang melebihi batas kecepatan normal.

•••••

"Gue udah peringatin lo waktu itu, kan?"

Suara berat yang masuk ke gendang telinga Alya itu mampu membuatnya menoleh ke asal suara.

Gadis itu sekarang tengah berada di sebuah taman yang cukup jauh dari rumahnya.

"Gue udah bilangin supaya lo gak deket-deket sama Arka kan, Al?" ucap laki-laki tadi sambil mendudukkan dirinya tepat disamping Alya.

Mendengar lontaran tersebut membuat Alya kembali menunduk, menerawang segala hal yang telah ia lakukan bersama dengan Arka.

Gadis itu kembali menangis, meratapi kebodohannya yang bisa-bisanya terjerumus dalam permainan laki-laki brengsek seperti Arka.

Laki-laki tadi yang berada di samping Alya akhirnya meraih pundak gadis itu, menenggelamkannya dalam dekapan hangat dan menenangkan yang ia punya.

"Makasih Za, gue emang bodoh karena terlalu percaya sama cowok brengsek kayak dia," ucap Alya pada seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan Za tadi.

Ya, laki-laki itu adalah Reza.

Laki-laki yang sempat ia benci karena perlakuannya pada Arka, kini laki-laki itu lah yang memberikannya dekapan hangat ketika Arka justru membuatnya merasa jatuh dan patah.

"Lo nggak perlu nangisin cowok bangsat kayak Arka, Al," ujar Reza sambil terus mengusap punggung gadis itu, "Arka nggak pantes dapetin lo."

.
.
.
.
.
.
.

Pindah tim Reza atau tetep Arka?
Mau bilang apa ke Alya?
See you di next part-!!

To be continued,
-N

ARKALYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang