"DEFALYA DEYNIRA GUE CINTA SAMA LO!"
Setelah teriakan nyaring Arka, seketika suasana di area lapangan yang tadinya ramai menjadi sunyi senyap.
Namun, beberapa saat kemudian semuanya seolah tersadar dan akhirnya mengeluarkan sorakan-sorakan sebagai respon apa yang diteriakkan Arka tadi.
Ada yang memekik kaget, tidak terima, dan tidak sedikit pula yang memekik histeris karena gemas.
Seperti Alisya dan Naissa yang kini sudah heboh sendiri, apalagi Naissa yang sudah mencak-mencak tidak karuan.
"Liat Lis! Arka best banget ga sih?"
Berbeda dengan kekasihnya yang memekik gemas, Zico kini menatap berang pada Arka, ia tidak menyangka sahabatnya itu benar-benar melaksanakan rencananya.
Arka benar-benar kelewatan.
Sedangkan Devan yang kini tengah bersidekap dada, lagi-lagi hanya memandang keduanya dengan tatapan datarnya.
Sorak ramai siswi-siswi yang berada disana semakin ramai ketika melihat Alya memutar-balikkan tubuhnya, berjalan dengan langkah pelan menuju Arka yang sekarang sedang sibuk menetralkan degup jantungnya.
Setelah Alya sudah berada tepat dihadapan Arka, laki-laki itu segera mengambil kedua tangan Alya, menggenggamnya erat, dan melontarkan kata-kata yang sangat membahagiakan untuk di dengar, jika saja Alya belum mengetahui semuanya.
"Defalya Deynira, would you be mine?"
Tapi nyatanya, kata-kata yang terlontar dari bibir manis Arka terdengar sangat menyakitkan, kembali membuat Alya merasa dihantam sesuatu yang sangat besar.
Lain halnya dengan para siswi yang masih saja bersorak, meneriakkan kata "Terima!" berulang kali dengan sangat kompak.
Plakkk
Seketika suasana kembali hening, semua mata kini memusatkan pandangannya pada Alya yang baru saja melayangkan tamparan keras pada pipi Arka.
Semuanya merasa terkejut, tidak terkecuali Arka yang kini menatap Alya dengan tatapan bertanya.
Devan, Alisya, Zico, dan Naissa yang berada di ujung lapangan juga terkejut menatap kearah keduanya.
"CUKUP AR! GUE MUAK SAMA LO!"
Alya seakan-akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk meneriakkan hal itu, membuat nafasnya tersengal-sengal setelahnya.
Ia melayangkan tatapan marah dan kecewanya pada Arka yang masih menunjukkan raut wajah tidak percaya.
Kini, Alya kembali menetralkan nafasnya, berusaha mengontrol dirinya sendiri agak tidak meledak saat ini juga.
"Ok fine, gue ngaku kalah!" ucap Alya terdengar pelan.
"Maksudnya?" lirih Arka.
Ia tidak mengerti mengapa Alya mengatakan hal itu, perasaannya semakin tidak karuan, ia merasa takut entah karena apa.
"Seharusnya gue yang tanya apa maksud lo ngedeketin gue, bikin gue berharap dan nyaman sama lo?" tanya Alya yang kini menatap Arka tepat pada kedua matanya, membuat Arka bisa melihat tatapan lelah yang keluar dari netra gadis dihadapannya.
"Ya karena aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu, Al!" jawab Arka yang entah mengapa semakin merasakan kegelisahan menyergap dirinya.
"Cih, bullshit! Lo kira gue gatau lo deketin gue karena apa, lo mau bales dendam tentang yang waktu itu kan?" tembak Alya yang tentu saja tepat pada sasaran.
Arka yang mendengar hal itu menjadi terperangah, ia terkejut, bagaimana bisa Alya mengetahui semuanya?
Devan yang berada disana kembali menatap Alya dan Arka, ia tidak merasa terkejut mendengar fakta yang dibeberkan oleh Alya, "Tepat seperti dugaan," batinnya.
"Al, ini nggak kayak apa yang kamu pikirin, g-gue, aku--"
"Udah, stop! Gue gamau denger apa-apa lagi, seperti yang gue bilang tadi, gue ngaku kalah Ar. Lo menang. Gue udah sayang sama lo, gue nyaman sama lo Arka. Tapi tenang aja, gue bakal berusaha ngilangin rasa ini. Dan lo, mulai detik ini, jangan pernah muncul dihadapan gue lagi," ujar Alya panjang sebelum ia melepaskan kalung yang diberikan Arka dengan kasar, membuangnya jauh dari tempat mereka berdiri.
Ia melangkah meninggalkan laki-laki itu di tengah lapangan, dan meninggalkan semua pandangan juga desas-desus yang membicarakan tentangnya.
Arka yang ditinggalkan Alya masih saja mematung, otaknya mencerna kembali apa yang Alya baru saja katakan, ia tidak salah dengar, gadis itu mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
Tapi, kata-kata yang dikeluarkan gadis itu setelahnya membuat Arka seakan tersadar, membuatnya mengepalkan kedua tangannya, dan kemudian langsung saja mengejar langkah Alya yang ia yakini menuju ke arah kelas.
Menghilangkan perasaan sayangnya? Tidak. Tidak akan pernah ia biarkan.
"Arka, jahat banget!"
Naissa yang tadinya sangat antusias melihat Arka menyatakan perasaannya, kini merasa sangat jengkel, bisa-bisanya laki-laki itu mempermainkan perasaan sahabatnya.
Zico hanya bisa menenangkan Naissa yang terlihat sangat ingin mencakar-cakar Arka saat ini, walaupun ia juga merasa ingin memberikan bogeman mentah pada wajah tampan sahabatnya itu. Juga, jangan lupakan matanya yang sesekali melirik ke arah Devan, memastikan ekspresi apa yang akan dikeluarkan sahabatnya yang satu itu.
Ia benar-benar harus menemui Arka setelah ini.
Sedangkan Alisya? Gadis itu turut mematung mencerna ucapan Alya. Jadi, secara tidak langsung, karena dirinya lah Arka melakukan hal itu pada Alya.
Padahal Alya menolongnya waktu itu, tapi, mengapa Alya yang menjadi korban saat ini?
Memikirkan semua itu membuat air matanya turun tanpa dikomando, membuat Devan yang berada di sebelahnya menarik gadis itu dan mendekapnya erat.
Devan menepuk pelan punggung Alisya, mengusap surai gadis itu lembut sambil membisikkan bahwa semua bukan salahnya.
Alisya yang mendapat perlakuan seperti itu akhirnya menumpahkan seluruh air matanya di dada bidang Devan, ia membalas pelukan laki-laki itu tak kalah erat, seolah menyalurkan rasa bersalahnya.
.
.
.
.
.
.
.Silahkan mau hujat yang mana.
See you di next part-!!To be continued,
-N
![](https://img.wattpad.com/cover/152788407-288-k385941.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKALYA (END)
Fiksi Remaja[Non-baku] "Gue gaakan lepasin lo gitu aja!" "Gue ngaku kalah." . . . Defalya Deynira, Gadis cantik dengan tubuh proporsional itu mulai memasuki kehidupan baru di lingkungan barunya. Ia menginjakkan kakinya kembali di kota Jakarta ini setelah sekian...