-ARKALYA 51-

195 4 0
                                    

"Gimana? Masih kurang?" tanya Arka remeh pada ketiga orang yang entah sudah bagaimana bentuknya.

Wajah ketiganya yang lebam dan penuh goresan pisau menjadi bukti bahwa Arka tidak pernah pandang bulu jika meyangkut gadisnya.

Sekali lagi, ia menarik rambut panjang Salsa kuat, "Lo tau? Selama ini gue risih lo deket-deket gue," bisiknya tepat pada telinga kanan Salsa, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri dengan sendirinya.

Menghempaskan rambut Salsa kasar, kini tangannya beralih mencekik kuat leher Audrey, ia sudah mengetahui semua kejadian yang menimpa Alya.

"A-arka, l-lepasshh," rintihnya karena merasa oksigen di sekitarnya berkurang.

Dengan baik hati Arka melepaskan cekikan tersebut, dan tangannya kembali menarik kuat rambut ombre Audrey, "Kenapa lo ngelakuin ini semua?"

Audrey menatap takut pada Arka yang mengeluarkan tatapan bengisnya, "G-gue, l-lo berubah karena dia, Ar!"

Mendengar itu Arka kembali murka, "Dulu gue emang sering ngelakuin hal yang sama, tapi, pas gue ketemu Alya, gue sadar, gue gamau bikin Alya gak nyaman karena gue sayang sama dia!"

"Gue berubah bukan karena Alya, tapi karena diri gue sendiri, ngerti lo?" tekan Arka.

Meninggalkan Audrey dan Salsa yang terduduk lemah, ia melangkah menuju Reza yang tengah dipegang kuat oleh Zico dan Devan.

Bugh!

Arka meninju perut Reza kuat.

Bugh! Bugh! Bugh!

Tonjokan berkali-kali yang dilayangkan Arka semakin membuat wajah Reza terlihat mengenaskan.

Darahnya yang sudah mengering itu kini kembali terasa basah karena luka baru yang ditambah oleh Arka.

"Bawa mereka ke kantor polisi!" perintah Arka pada anak buah Gio dan Dandi.

Sebenarnya ia belum puas memberikan pelajaran pada ketiganya, tapi, biarkanlah polisi mengurus sisanya, tenaganya sudah terkuras habis.

"Ayo ke rumah sakit," ajak Devan sambil merangkul tubuh sahabatnya yang nampak lemah itu.

Devan dan Arka segera pergi ke rumah sakit, sedangkan Zico akan pulang untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

•••••

"Ar, Ayah mau bicara sama kamu!" ujar ayah Arka tegas membuat semua yang ada di kursi tunggu ruangan Alya menoleh.

Arka mengangguk dan mengikuti langkah ayahnya yang mulai menjauh, "Titip Alya."

Para orang tua sudah pulang sejak tadi, kecuali Ayah Arka tentunya, dan sekarang yang menjaga Alya adalah Devan dan teman-temannya.

Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Alisya dan Naissa ketika mendengar kabar ini dari Zico, dengan hebohnya Naissa menangis sambil menggedor pintu rumah Alisya, memberitahukan keadaan Alya pada gadis itu.

Hingga akhirnya berakhirlah mereka di rumah sakit ini.

"Mau ngomong apa, Yah?" tanya Arka saat keduanya sudah duduk di salah satu bangku taman rumah sakit.

Gio menghela nafas pelan, "Besok kamu ikut Ayah ke Palembang!"

Arka yang mendengarnya tentu saja hendak menolak, namun belum sempat menyuarakan ketidaksetujuannya, suara ayahnya kembali menginterupsi.

"Bantu Ayah ngurus cabang perusahaan disana, sekalian kamu belajar ngurus perusahaan Ayah," jelas Gio.

"Kenapa, Yah? Berapa lama?"

"Ada penurunan keuangan disana, mungkin sekitar seminggu," jawab ayahnya, melihat keterdiaman Arka, ia kembali bersuara, "Ayah nggak menerima penolakan."

Arka menjambak rambutnya frustasi, ia harus pergi dan membantu ayahnya, tapi disisi lain, gadisnya sedang berjuang untuk hidup disini.

Laki-laki macam apa dirinya jika meninggalkan Alya dalam kondisi yang seperti ini.

Menghembuskan nafasnya kasar, ia kembali berdiri dan berjalan menuju ruangan Alya dirawat.

•••••

"Dengan keluarga saudara Alvin?"

Seorang wanita paruh baya yang tampak lemah itu mendekat ke arah dokter yang baru memeriksa keadaan anaknya.

"Gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya ibu dari Alvin grusa-grusu.

Dokter tersebut menghela nafasnya perlahan, kemudian mengangkat dagunya menatap ibu Alvin dengan tatapan sayu, "Mohon maaf, anak Ibu tidak bisa terselamatkan."

Degg

Arka mendengarnya, laki-laki itu terkejut sekaligus tidak percaya mendengar apa yang dokter katakan.

Melihat ibu Alvin yang menangis meraung-raung seorang diri, membuat Arka mendekat dan memeluk tubuh lemah itu, "Yang sabar ya Tante, Alvin pasti sedih liat tante sedih."

Ibu Alvin yang merasakan kehadiran Arka mendongak sambil tersenyum, senyuman yang menyakitkan, "Makasih ya, Nak."

"Sama-sama, Tan," balas Arka setelah melepas pelukannya.

Menatap ke arah pintu yang baru saja dimasuki Ibu Alvin, dadanya bergemuruh, "Thanks, Vin."

•••••

"Ar, kita-kita balik dulu, ya?" pamit Zico pada Arka yang baru saja datang.

"Gue juga, nganterin Alisya dulu, abis itu gue kesini lagi," sahut Devan.

Arka hanya mengangguk untuk menjawab Zico dan Devan, kemudian kembali masuk ke ruangan dimana gadisnya masih tertidur pulas.

Sebelumnya Alya memang sudah dipindahkan ruangannya untuk berada di ruang VVIP atas permintaan Gio.

Menutup pelan pintu ruangan VVIP itu, Arka melangkah mendekat ke arah brankar Alya, ia menduduki satu kursi yang memang tersedia di sebelah brangkar Alya.

"Hai Sayang, belum bangun?" sapa Arka pada Alya yang masih menutup matanya, "Padahal baru beberapa jam kamu tidur, aku udah kangen."

Laki-laki itu terkekeh sendiri mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Sayang, maafin aku ya, aku belum bisa jagain kamu, aku kecolongan, maafin ya," ujar Arka yang masih menatap lekat wajah pucat Alya.

Menghembuskan nafasnya berat, ia meminta izin pada gadisnya yang masih belum berkutik tentang perintah ayahnya tadi.

"Aku izin pergi sebentar, ya? Janji cuma seminggu, abis itu aku langsung kesini nemuin kamu, ok?"

.
.
.
.
.
.
.

Menuju ending yuhuu!
Bangun gak ya?
See you di next part-!!

To be continued,
-N

ARKALYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang