Sudah 3 hari ia membantu ayahnya di kantor, ingin rasanya segera pulang dan menemui Alya yang entah bagaimana kabarnya sekarang.
Ponselnya disita, dengan alasan supaya ia hanya fokus pada pekerjaan kali ini.
Namun, itu malah menambah beban pikirannya, ia jadi tidak bisa mengetahui bagaimana perkembangan keadaan Alya disana.
"Mana berkas yang Ayah suruh cek tadi?" tanya Gio yang seketika membuyarkan lamunan Arka.
Arka mendongak menatap ayahnya sebentar, lalu tangannya meraih sebuah map yang berada di laci mejanya, "Ini, udah Arka cek."
Gio memeriksa kembali berkas tersebut sambil duduk santai di sofa yang tersedia disana, "Gimana disini? Betah?"
Ayolah, pertanyaan macam apa itu?
Bukankah sangat terlihat jelas jika ia sangat amat tidak betah di kota asal Pempek ini?
Ia tidak banyak protes karena ingin semuanya cepat selesai dan ia bisa secepatnya kembali pada Alya.
"Betah banget, Yah," ujar Arka datar.
Gio terkekeh pelan, tentu saja ia mengetahui bahwa putranya itu sekarang sedang tidak baik-baik saja, sedang sibuk dengan perasaan rindunya pada seseorang yang entah sudah bangun atau masih tertidur pulas.
"3 hari lagi," ujar Gio, "Sebentar lagi, kan?"
"Lama!" seru Arka yang lagi-lagi membuat ayahnya terkekeh.
Cklek
Tiba-tiba pintu terbuka menampakkan seorang gadis cantik yang menjadi sekretaris Arka selama disini.
"Nggak makan siang dulu?" tanya gadis itu pada Arka.
Arka hanya menjawab dengan gelengan kepala, Gio yang melihat itu menepukkan sofa kosong di sebelahnya, mengisyaratkan agar gadis itu duduk disana.
"Gausah Om, Leony mau makan siang dulu," tolak gadis tadi yang ternyata adalah Leony, sepupu Arka.
Leony memang sengaja dibawa oleh Gio untuk membantu Arka, meskipun umur gadis itu terpaut 1 tahun lebih muda dari Arka, keenceran otaknya tidak perlu diragukan.
"Yaudah, Arka, sana makan dulu, temenin Leony!"
•••••
"Dek, nggak capek tidur terus? Mimpi apa sih?" tanya Devan pada adiknya yang masih belum membuka matanya itu.
Ini sudah hari ke- empat Alya koma, namun belum ada perkembangan signifikan dari tubuh Alya.
Alisya tiba-tiba datang menghampiri keduanya, "Kamu makan dulu, Dev, biar aku yang jagain Alya."
Devan menoleh kemudian mengangguk menjawab Alisya, ia mengecup dahi gadis itu lembut sebelum akhirnya keluar dari ruangan.
Kini tinggallah Alisya dan Alya disini.
Hiks hiks
Tangisan Alisya pecah, gadis itu belum menangis puas sejak kejadian hari itu, ia merasa tidak berguna sebagai sahabat melihat Alya yang tergeletak lemas dengan banyak alat yang menempel seperti ini.
"B-bangun, Al," ujar Alisya sesenggukan, "G-gue sama N-nay kangen banget s-sama lo!"
Gadis itu menangis histeris, menumpahkan semua air matanya, hingga tubuhnya terlonjak ketika seseorang memeluknya dari belakang, "Devan?"
"Sssttt, udah ya jangan nangis," ucap Devan menenangkan Alisya.
Di tengah pelukan kedua insan itu, jari-jari tangan Alya seketika bergerak pelan, kemudian disusul kelopak matanya yang juga terbuka perlahan.
"A-ALYA?"
"Dek, kamu udah sadar?" tanya Devan melepaskan pelukan Alisya.
Alisya yang tadinya duduk di kursi samping brangkar seketika berdiri tegak menghampiri sahabatnya yang baru saja membuka mata itu, "Al, lo udah nggak kenapa-napa, kan?"
"Ha-haus," bisik Alya.
Sepertinya gadis itu tidak punya cukup tenaga bahkan hanya sekedar untuk mengucapkan kata haus.
Devan dengan sigap membantu Alya duduk dan memberikan segelas air yang memang tersedia di nakas, ia merasa lega sekaligus senang.
"Udah?" tanya Devan menerima gelas kosong yang disodorkan Alya.
Namun, gadis itu tidak menjawab, melainkan menatap bingung ke arah sepasang kekasih itu, "K-kalian siapa?"
•••••
"Arka, barang-barang kamu udah siap semua?" tanya Gio.
Arka hanya mengangguk semangat ke arah ayahnya, akhirnya ia bisa pulang kembali ke rumah, dan kembali pada gadisnya tentu saja.
"Yaudah, ayo ke bandara!" seru Gio sambil menggeret koper yang ia bawa disusul oleh Arka.
Setelah menempuh waktu kurang lebih 3 jam perjalanan, Arka dan Gio sampai di pekarangan rumah mereka.
Tadinya Arka ingin langsung pergi ke rumah sakit, namun Gio melarangnya dan menyuruh Arka untuk pulang terlebih dahulu.
Arka berjalan memasuki rumahnya mendahului Gio, dahinya berkerut menatap rumahnya yang nampak gelap.
Saat ingin berbalik, tiba-tiba pintu di belakangnya tertutup dengan sendirinya, membuat Arka harus mencari saklar lampu yang berada tak jauh darinya.
Ctak
"HAPPY BIRTHDAY!!"
Sorakan selamat ulang tahun memenuhi ruangan itu setelah Arka menyalakan saklar lampunya.
Astaga, hari ini adalah hari ulang tahunnya, memang hanya berbeda seminggu dari hari ulang tahun Alya.
Namun, karena daritadi ia sibuk dengan keantusiasannya untuk bertemu Alya, ia jadi melupakan hari jadinya sendiri.
"Happy birthday Sayang!" seru bundanya saat Arka masih diam mematung di samping saklar.
Yola membawa putranya ke tengah ruangan, terlihat sahabat-sahabatnya ada disana.
"Happy birthday, Ar, sukses terus, jangan lupa traktirannya," ujar Zico diakhiri kekehan.
"Iya tuh, jangan lupa traktirannya!" sahut Naissa.
Aih, kompak sekali pasangan satu ini bund.
Selanjutnya Devan menyalami Arka ala lelaki, "HBD bro!"
"Selamat ulang tahun, Ar," ujar Alisya sambil menyerahkan sebuah kotak kado ke arahnya.
Ia menatap semua orang yang ada di ruangan ini, ada ayah dan bundanya, sahabat-sahabatnya, bahkan orang tua Alya dan Devan pun hadir.
Mengingat gadisnya, Arka seketika berniat untuk pergi dari rumah dan menuju rumah sakit sekarang juga.
Tapi pergerakannya terhenti ketika saklar kembali dimatikan, ia berbalik mendapati seorang gadis dengan dress berwarna peach selutut tengah memegang kue yang sudah dihiasi lilin diatasnya.
"Happy birthday, Arka."
-END-
.
.
.
.
.
.
.AKHIRNYAAAA!!
Finally cerita ini udah sampe ending, aku mau ngucapin terimakasih buat yang tertarik dan mau baca cerita aku yang super duper nggak jelas ini.
Semoga cerita ini bisa ngisi waktu luang kalian!
Untuk endingnya emang sengaja gantung dan bakal dilanjut di epilog.
Sekali lagi terimakasih buat yang udah baca cerita ini,
tunggu Epilog -nya!See you di last part-!!
To be continued,
-N
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKALYA (END)
Fiksi Remaja[Non-baku] "Gue gaakan lepasin lo gitu aja!" "Gue ngaku kalah." . . . Defalya Deynira, Gadis cantik dengan tubuh proporsional itu mulai memasuki kehidupan baru di lingkungan barunya. Ia menginjakkan kakinya kembali di kota Jakarta ini setelah sekian...