-ARKALYA 26-

217 3 0
                                    

Devan menatap penuh arti pada gadis yang duduk tenang dengan tatapan kosong menghadap genangan air danau di hadapannya.

Kedua insan itu --Devan dan Alisya, masih saja betah dengan keadaan yang sangat sunyi ini.

"Gue harus apa, Dev?"

Suara pelan yang keluar dari bibir tipis Alisya memecah keheningan panjang yang menyelimuti keduanya.

Hal itu turut membuat Devan yang tadinya hanya fokus memandangi wajah Alisya merasa sedikit tersentak, "Lo nggak salah, jadi lo nggak perlu lakuin apapun."

Alisya kembali menunduk, menggelengkan kepalanya pelan tanda ia tidak setuju dengan ucapan Devan, "Nggak, Dev. Gue bukan temen yang baik, gue bikin Alya jadi ngerasain patah hati, GUE BIKIN DIA SEDIH, GUE GAK PANTES JADI TEMENNYA!"

Lirihan gadis itu tiba-tiba menjadi teriakan histeris yang membuat Devan kalang kabut, ia memutuskan untuk menangkup wajah Alisya dengan kedua tangannya, menghadapkan wajah gadis itu ke arahnya.

Devan menatap lembut ke arah gadis yang tampak sangat berantakan itu, merapikan anak rambut yang menghalangi wajah cantiknya.

"Dengerin gue! Lo nggak salah Alisya, lo temen yang baik buat adek gue, stop salahin diri lo sendiri! Ini semua salah Arka, salah Arka yang gabisa memposisikan dirinya sendiri," ujar Devan lembut, berharap agar Alisya berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Sudah ia katakan bukan? Ia tidak suka melihat Alisya menangis, ia akan ikut merasa sesak melihatnya.

Lagi-lagi, ia tersentak dan membuatnya harus menghentikan kegiatannya menatap wajah Alisya.

Jika tadi ia tersentak karena suara gadis itu, kali ini ia tersentak karena perlakuannya. Alisya tiba-tiba menabrak tubuh Devan pelan, ia mendekap erat laki-laki itu, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Devan.

"Thank You, Dev. Makasih," gumamnya pelan.

Dan Devan hanya bisa memeluk balik, dan memberikan usapan halus pada rambut gadis itu sebagai jawaban sekaligus penenang.

•••••

Beralih pada Alya yang masih saja berada di taman yang sudah banyak ditinggal pengunjungnya, hanya ada dirinya sendiri disana.

Setelah adegan berpelukan tadi, Reza tiba-tiba mendapat panggilan telepon dari seseorang entah siapa yang membuatnya harus pergi dan tidak bisa menemani Alya lagi.

Sekarang, Alya kembali duduk diam seorang diri, di otaknya terus saja terbayang hal-hal yang sudah ia lewati bersama Arka.

Gadis itu tadi memang berkata bahwa ia akan berusaha menghilangkan perasaannya, namun, sampai saat ini pun ia masih ragu.

Apakah bisa ia menghapus penuh perasaannya pada Arka?

Memori-memori dimana Arka memperlakukan Alya selayaknya laki-laki yang benar-benar menyayangi gadisnya itu terus berputar bagai kaset rusak di pikirannya.

Kata-kata manis dan menenangkan yang dilontarkan Arka turut terdengar bersahutan di kedua telinganya.

Ia terus melamun, tanpa menyadari bahwa sosok yang sedari tadi memenuhi pikirannya itu sudah berada tepat di depannya saat ini.

"Al," panggil Arka.

Alya yang merasa dipanggil itu tersentak pelan, netranya hanya menatap kosong lurus ke depan, tapi jelas ia mengetahui siapa pemilik suara berat namun halus yang memanggil namanya.

Bagaimana Arka bisa disini?

Alya mengedarkan pandangannya tanpa mau menatap Arka yang saat ini sedang menatapnya lekat.

Hufftt

Pantas saja ia bisa bertemu Arka disini, ia berada di taman sekitar rumah laki-laki itu.

Alya menghela nafas pelan, merutuki betapa bodoh dirinya yang berjalan tanpa melihat arah jalanan yang ia lalui.

"Al, gue minta maaf, gue--"

Ucapan permintaan maaf Arka tadi terhenti ketika Alya tiba-tiba berdiri dan berniat untuk beranjak dari tempatnya.

Arka yang melihat ancang-ancang Alya segera mencekal lengan gadis itu, tepat pada saat Alya mulai melangkahkan kakinya.

"Al, tolong dengerin gue dulu," pinta Arka dengan nada lelahnya.

Alya menelisik penampilan Arka saat ini, penampilan laki-laki itu yang berantakan juga wajahnya yang menampilkan raut kelelahan, hampir membuat Alya goyah.

"Tolong dengerin gue dulu, Al," mohon Arka sekali lagi.

Laki-laki itu tidak pernah memohon pada siapapun selama ini, namun kali ini, ia benar-benar merasa putus asa.

Ia tidak ingin kehilangan Alya.

Alya yang sudah merasa lelah akhirnya menyentak tangan Arka dengan kasar, "DENGERIN APA LAGI, AR!? DENGERIN KALO SELAMA INI ORANG YANG GUE ANGGEP TULUS SAMA GUE TERNYATA CUMA MAU BALAS DENDAM!?"

Emosi gadis itu meluap, tangisnya perlahan kembali turun seiring turunnya hujan yang membasahi tubuh keduanya.

Setelah mengatur nafasnya, gadis itu kembali berucap lirih, "Dengerin apalagi, Ar? Dengerin kalo ternyata gue selama ini cuma jadi mainan lo doang?"

"Nggak gitu, Al," lirih Arka.

Arka yang sudah tidak tahan dengan semua ini akhirnya menarik tangan Alya kasar, menyeret gadis itu dengan langkah lebar menuju motornya yang terparkir sembarangan tadi tanpa menghiraukan Alya yang memberontak, ia bahkan tidak menghiraukan ringisan sakit gadis itu.

Arka kemudian memerintahkan Alya untuk segera naik ke atas motornya. Alya yang merasa sudah benar-benar lelah itu akhirnya hanya bisa pasrah menuruti laki-laki yang pernah --ralat, masih mengisi hatinya sampai saat ini.

Arka melajukan motornya di bawah derasnya hujan dengan laju yang cukup kencang, membuat Alya terpaksa menggenggam erat jaket yang tengah dikenakan Arka.

Ia tak tahu akan berakhir dimana mereka.

.
.
.
.
.
.
.

Jangan bosen-bosen sama work ini yaww, wkwk.
See you di next part-!!

To be continued,
-N

ARKALYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang