Brumm brumm
Terdengar suara deruman mobil sport milik Devan yang datang bertepatan dengan mobil yang ditumpangi Arka dan Alya.
Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Devan yang tengah bersandar pada kap mobilnya.
"ABANGG!!"
Alya segera berlari dan menubruk dada bidang Devan, menenggelamkan wajahnya dalam pelukan hangat Devan, "Kangen Abang," cicit Alya pelan.
Devan yang mendengar hal itu terkekeh pelan, "Orang lo yang minggat, seharusnya Abang yang bilang kangen," ujar Devan sambil merenggangkan pelukannya.
"Kamu udah gapapa, kan?" tanya Devan sembari melirik sekilas ke arah Arka yang masih diam menatap sepasang kakak-beradik itu.
Devan dan Alya memang sering menggunakan kosakata lo-gue, tapi tak jarang pula mereka menggunakan abang-kamu, tergantung situasi.
Gelengan pelan dari Alya menjawab pertanyaan Devan barusan, "Nggak kok, Bang."
"Mampir dulu, Ar?" tawar Devan pada Arka.
"Gausah deh, udah malem ini," jawab Arka disertai gelengan pelan.
Devan hanya mengangguk kecil lalu berlalu memasukkan mobil miliknya ke dalam garasi, meninggalkan Arka bersama Alya, sepertinya masih ada yang ingin mereka bicarakan berdua.
Arka mendekatkan diri pada Alya, menyingkirkan anak rambut gadis itu yang menghalangi wajahnya.
"Besok aku jemput, ya?" tanya Arka pelan, laki-laki itu sudah bersiap jika tawarannya ditolak.
Melihat Alya yang hanya diam cukup membuatnya sadar diri telah menorehkan luka yang cukup besar untuk Alya, dan tidak mungkin memaksa gadis itu menerima semua kemauannya.
"Yaudah kalo gamau, besok--"
"Siapa bilang gamau?" sahut Alya cepat. Ia bukannya tidak mau, namun ia memikirkan bagaimana reaksi teman-temannya jika ia kembali dekat dengan Arka.
Sedangkan iris mata Arka yang tadinya menatap sendu kini memancarkan binar ke- antusiasannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa ia merasa sangat lega, Alya tidak menjauhinya.
"Yaudah, besok aku jemput, kamu masuk sana, langsung istirahat," ujar Arka mengusap pelan lengan Alya.
Alya yang wajahnya sudah kembali merona segera mengangguk dan berlari cepat masuk ke dalam rumah, meninggalkan Arka yang menggeleng pelan melihat tingkahnya.
•••••
Keesokan harinya, Arka sudah duduk dengan tenang di sofa ruang tamu rumah Alya.
Huh, semangat sekali laki-laki itu, padahal jam masih menunjukkan pukul setengah 6.
Devan yang baru selesai mencuci wajahnya menghampiri Arka dan duduk di sebelahnya, "Pagi banget lo kesininya?"
"Semangat gue nih!" jawab Arka antusias.
Devan yang melihat Arka seperti itu menyernyit antara geli dan heran.
Dulu, Arka bukanlah laki-laki yang sering mengeluarkan suara, jarang sekali, ia tipe laki-laki datar yang tak akan berbicara jika tidak ada hal yang penting.
Tapi sekarang? Sepertinya ia harus menanyakan pelet apa yang digunakan adiknya hingga mengubah Arka menjadi seperti ini, penuh ekspresi.
"Yaudah, bangunin sana di kamarnya," ujar Devan yang kemudian berlalu ke arah kamar mandi, "Jangan macem-macem!"
Arka hanya mengangguk sekali lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Alya.
Menatap pintu putih gading dihadapannya, tiba-tiba ia terserang gugup.
Setelah menetralkan kembali degupan jantungnya ia mulai memutar knop pintunya perlahan.
Seiring pintu yang mulai terbuka, nampaklah seorang gadis cantik yang masih bergelung nyaman dalam selimutnya.
Arka memberanikan diri untuk mendekat, sekedar melihat wajah Alya yang tampak damai saat terpejam.
"Gemes banget," ujar Arka pelan.
Lama ia memandangi wajah Alya, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6. Arka yang sudah tersadar sekarang malah kebingungan, dengan cara apa ia harus membangunkan Alya?
Pake air? Yakali.
Jewer? Kayak emak-emak dong.
Cium? Dapet bogeman Devan yang ada.
Akhirnya tangan Arka mulai terangkat dan mengelus puncak kepala Alya lembut, "Al, bangun yuk,"
Usapannya kini beralih pada pipi gadis itu yang cukup chubby, "Hey, ayo bangun,"
Alya yang merasa tidurnya terusin mulai membuka matanya perlahan, lalu seketika mata sayu itu membulat dengan sempurna melihat Arka yang duduk di sebelah ranjangnya.
"Kok lo bisa disini?!" tanya Alya sambil membungkus kembali dirinya dengan selimut.
"Kan kemaren aku bilang kita berangkat sekolah bareng, kamu juga udah setuju, kan?"
Alya lalu menerawang kejadian tadi malam.
Ah sial, pipinya kembali merona.
"Yaudah deh iya, sana-sana keluar dulu, gue siap-siap," ucap Alya cepat sambil mendorong Arka keluar dari kamarnya.
Setelah 15 menit, Alya yang sudah berseragam lengkap turun menuju meja makan, disana ia melihat Arka dan Devan sedang mengobrol santai.
Ia merasa lega melihat pertemanan mereka yang masih baik-baik saja.
"Ngapain bengong disitu?" tanya Devan pada Alya yang terlihat sedikit tersentak mendengar pertanyaannya.
"Siapa juga yang bengong," elak Alya.
Devan hanya mencibir pelan adiknya itu, sedangkan Alya sudah duduk anteng di samping Arka.
Tangannya menggapai sebuah roti tawar yang terlihat sudah di toast, kemudian ia berusaha meraih selai coklat favoritnya yang berada di ujung meja.
Arka tertawa pelan melihat Alya yang dengan gemasnya mencoba meraih selai coklat di dekat Devan.
Akhirnya Alya menyerah dan mulai mengerucutkan bibirnya sebal, baru saja ia berniat untuk protes tentang penempatan selai -nya, namun kedua telapak tangan Arka yang besar sudah menangkup pipinya.
"Gausah cemberut, nanti jelek," ujar Arka sambil mengunyel pipi Alya.
Devan yang melihat hal itu hanya memutar bola matanya jengah, "Gausah najisin, sarapan sana!" perintah Devan dengan tegas membuat Alya gelagapan sendiri, sedangkan Arka terlihat santai-santai saja menghadapi Devan.
Mereka pun melanjutkan sarapannya, dan berangkat menuju sekolah.
.
.
.
.
.
.
.Udah maen sarapan bareng aja nih.
See you di next part-!!To be continued,
-N

KAMU SEDANG MEMBACA
ARKALYA (END)
Teen Fiction[Non-baku] "Gue gaakan lepasin lo gitu aja!" "Gue ngaku kalah." . . . Defalya Deynira, Gadis cantik dengan tubuh proporsional itu mulai memasuki kehidupan baru di lingkungan barunya. Ia menginjakkan kakinya kembali di kota Jakarta ini setelah sekian...