Alya mengerjapkan matanya perlahan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang nampak usang dan gelap ini.
Tangan dan kakinya diikat, juga mulutnya yang tersumpel lakban membuatnya yakin bahwa ada orang jahat yang tengah menculiknya.
Tiba-tiba ia membayangkan bagaimana jika dirinya dibunuh lalu diambil organ dalamnya dan dijual di pasar gelap.
"Amit-amit," batinnya.
Ia menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menghilangkan rasa pusing yang hinggap di kepalanya.
Gadis itu mencoba mengingat bagaimana ia bisa berada disini. Namun ingatannya terhenti pada ingatan ketika Arka tengah berpelukan dengan seorang gadis.
Menghiraukan keadaannya yang kacau, Alya malah memperburuk keadaannya dengan menangis sesenggukan karena mengingat Arka yang berpelukan dengan gadis lain dihadapannya.
Kriett
Pintu usang gudang itu terbuka pelan menghentikan tangisan Alya.
Bisa ia liat ada 3 siluet manusia, satu orang laki-laki dan dua orang perempuan berjalan menghampirinya.
Setelah ketiga orang itu tepat berads di hadapannya, seketinya matanya membulat menatap ketiga orang yang rupanya sangat ia kenali.
•••••
Arka dan Devan kini tengah berkumpul di apartemen milik Arka setelah mendapat pesan misterius yang berisi foto keadaan Alya yang sangat kacau.
Keluarga Alya sudah diberitahu masalah ini, Arka menyarankan kepada mereka agar tetap tenang, ia berjanji akan membawa Alya pulang dengan selamat.
Bukan hanya Arka dan Devan yang ada disini, ada Zico, dan juga Aldo. Masih ingat Aldo, kan?
Mereka kini tengah bergelut dengan pikirannya masing-masing, mencoba menelaah dan menelisik, kira-kira siapa pelakunya dan berada dimana Alya sekarang.
"ARRGGHHH FUCK!" geram Arka frustasi.
Devan yang melihat itu dengan segera menarik bahu Arka dengan cukup kuat, "Jangan kaya orang gila, mikir!"
Zico menghembuskan nafasnya pelan, "Lo semua gaada naruh curiga ke siapa gitu?"
Devan dan Aldo menggeleng, sedangkan Arka sudah memikirkan satu nama, "Salsa."
Seketika mereka semua teringat bahwa Salsa memang benar-benar ter- obsesi pada Arka, gadis itu akan melakukan segala hal untuk membuat Arka menjadi miliknya.
"Cabut!"
•••••
Sudah 30 menit lamanya empat laki-laki itu berpencar mencari keberadaan Alya.
Zico tadi sudah menghampiri rumah Salsa, namun, hanya seorang asisten rumah tangga yang menyambutnya, dan mengatakan bahwa Salsa belum pulang sejak tadi.
Hari semakin gelap, hal ini membuat Arka dan Devan semakin cemas.
"Mau cari kemana lagi?" tanya Devan pada Arka.
Sejujurnya ia tidak tega melihat penampilan Arka saat ini, tubuh yang basah dengan rambut tak tertata, juga raut wajah laki-laki itu yang terlihat kalut, cemas, dan emosi tercampur menjadi satu.
"Kita cari kemanapun," jawab Arka dengan nada dinginnya, "Dan jangan lepasin siapapun pelakunya."
Aldo dan Zico bergidik ngeri mendengarnya. Arka memang tidak suka diusik, apalagi diganggu ketenangannya.
Dan Alya? Gadis itu telah menjadi dunianya.
Drrttt ddrrrrt
Dering handphone Arka berbunyi membuyarkan lamunannya.
Melihat kontak bundanya terpampang, ia dengan segera menggeser tombol hijau di ponselnya, "Halo, Bun, kenap--"
"Halo Sayang, kamu ke rumah sakit Mutiara sekarang, Mamanya Alya drop," ujar Bunda di seberang sana.
Devan yang memang berada tepat di samping Arka tentu saja dapat mendengar jelas apa yang Bunda Yola sampaikan.
"Oke Bun, kita kesana," balas Arka lalu mematikan telfonnya sepihak.
"Ayo, rumah sakit Mutiara!" seru Arka yang dengan segera diikuti Devan, Zico, dan Aldo.
Sesampainya di rumah sakit, mereka segera menuju ruangan yang ditempati Mama Rita.
"Gimana?" tanya bunda Yola pada ke- empat remaja itu, "Udah ketemu Alya -nya?"
Semuanya dengan kompak menggeleng menjawab pertanyaan bunda, "Belum Bun."
Devan mendekat ke arah mamanya yang masih memejamkan mata, "Mama nggak kenapa-kenapa kan, Bun?"
Yola yang mendengar itu mendekat ke arah Devan, mengusap bahu laki-laki itu lembut, "Mama cuma shock."
Jika ada yang bertanya dimana ayah Arka dan papa Alya, mereka berdua pun kini tengah mengerahkan beberapa anak buahnya untuk turut mencari keberadaan Alya.
"Udah pada makan belum?" tanya Bunda.
Kembali semuanya menggeleng dengan kompak, "Belum Bun."
"Yaudah sana makan dulu ke kantin, baru lanjutin cari Alya -nya," perintah Bunda yang dengan segera dilaksanakan oleh mereka.
Btw, Rita dan Yola adalah teman sewaktu SMP, namun keduanya berpisah saat SMA dan bertemu di acara reuni.
Keduanya terkejut ketika mengetahui anaknya berpacaran, namun tak urung keduanya memberikan restu dan membiarkan Arka dan Alya menjalani masa muda mereka.
•••••
"Gue harus cari kemana lagi?" lirih Arka yang masih bisa di dengar semua sahabatnya.
Mereka sudah menghabiskan masing-masing sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat.
"Eh, Ar," celetuk Aldo kemudian, "Lo nggak ada ngasih sesuatu buat Alya yang ada alat pelacaknya?"
Pertanyaan yang diberikan Aldo membuatnya berpikir sejenak, sebelum akhirnya dengan grasak-grusuk ia mengambil dan mengotak-atik handphone -nya.
"Gue pernah kasih gelang ke Alya, di liontinnya ada gps yang gue sambungin ke handphone," jelas Arka, "Dikit lagi."
Setelah proses pelacakannya selesai, Arka mulai menelisik dimana letak tepat kalung tersebut.
Kini semuanya turut mengerubungi ponsel Arka, berusaha mencari dan berfikir juga.
"Lah, inikan?" ujar Zico sambil menunjuk titik besar disana, tak jauh dari itu terdapat sebuah titik berwarna putih yang berarti berasal dari,
"Sekolah, sekarang!"
.
.
.
.
.
.
.Takdir memang kejam~
Semoga ketemu deh ya, aamiinn.
See you di next part-!!To be continued,
-N
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKALYA (END)
Teen Fiction[Non-baku] "Gue gaakan lepasin lo gitu aja!" "Gue ngaku kalah." . . . Defalya Deynira, Gadis cantik dengan tubuh proporsional itu mulai memasuki kehidupan baru di lingkungan barunya. Ia menginjakkan kakinya kembali di kota Jakarta ini setelah sekian...