trauma

1.3K 148 103
                                    

Here we go babe!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Here we go babe!

Vote dan share cerita Rayyan ke temen temen kalian, kalo liat komen moodku naik, mood naik, nulis cepet, cepet update. Jadi kesimpulannya ayo komenn yang banyakkk eheheheh

Mereka berdua sudah berada di hotel sekarang, saling terdiam menikmati angin malam yang menyejukan. "Aku udah boleh ngomong?" Tanya Rayyan untuk kesekian kalinya.

Tiara terdiam, malas menjawab dan malas menanggapi. Sejujurnya ia takut makin sakit saat mendengar kejujuran yang Rayyan jelaskan nantinya.

Lebih baik di tahan dulu, menunggu sakit hatinya sedikit membaik.

Rayyan pun pasrah, ia tidak memaksakan Tiara mendengar penjelasannya. Rayyan ikut diam, menunggu Tiara memberinya peluang untuk menjelaskan.

Tiara bangkit dari duduknya, berjalan dengan perlahan, menuju balkon kamar. Menatap pemandangan langit malam dari lantai 28.

"Aku.....

Tes..

Belum apa apa, Air matanya lagi lagi turun, menyusuri kedua pipinya. Matanya sudah membengkak, dengan rasa perih yang timbul diujung matanya, karna terlalu banyak menangis.

Ia jadi lupa ingin bicara apa tadi.

Rayyan menunduk, menghela nafas berkali kali. "Jelasin semuanya, sejujur jujurnya."

Terkejut jujur saja, namun Rayyan berdeham, buru buru menyiapkan mentalnya.

"Abis kamu debat sama Oma, aku kerumah kamu ra." Rayyan berjalan, ikut menyusul ke balkon. "Aku ngomong serius sama om Adi, aku.... gak bisa kehilangan kamu."

Tiara mengulum bibir, menahan tangisnya, ia tahu, semua ini pasti ada sangkut pautnya dengan semua keputusan Papa, yang ingin menjodohkannya.

Ia tahu Rayyan pasti ikut tertekan, atau bahkan mungkin saja Rayyan yang jauh lebih menderita karna memikirkannya.

"Tapi- iya ra, sia sia." Lirih Rayyan frustasi

Rayyan terdiam lama, ia juga mati kata jadinya. Takut makin melukai Tiara.

Tapi ia harus jujur dan meluruskan. Dengan ragu Rayyan melanjutkan ceritanya. "Semua yang kamu bilang tadi itu bener."

Tiara menahan sesak di dadanya, ia bahkan membiarkan isakan lolos begitu saja. Tangannya menutupi wajahnya, Tiara sudah tau dan memperkirakan ini kenyataan.

Tapi kenapa ketika Rayyan memperjelas semuanya, justru lebih menyakitkan.

"Araa....."

"Tapi aku berani sumpah ra, aku gak hs sama dia, aku- aku emang ciuman ra, tapi gak lama ra, aku mabok malam itu, aku frustasi denger papa kamu yang sama sekali gak ngasih aku kesempatan buat perjuangin kamu."

"Aku- aku beneran gak sadar yang aku cium itu tania ra..." lirih Rayyan, memainkan jemari nya dengan gugup, melihat Tiara di hadapannya banjir air mata, itu betulan menyiksanya.

Ingin menariknya kepelukan pun rasanya susah, Rayyan benar benar di liputi rasa bersalah yang teramat.

"Tap-tapi seharusnya gak perlu ciuman k-kan?" Suara Tiara menipis, hari ini hari yang paling melelahkan rasanya, tak ada lagi tenaga untuk berteriak ataupun memaki.

"Se-seharusnya jugHa ka-kamu bisa nahan diri." Tekan Tiara, dengan suara yang justru semakin serak.

Rayyan ambruk kebawah, menunduk dengan suara isakan kecilnya. "Maaf ara... maafin aku." Ujarnya.

"Ini salah lu rayyan, salah lu."

"Goblok! Lu tolol!

"Ara gak akan nangis kalo lu gak goblok!"

Bugh

Bugh

Bugh

Tiara membolakan matanya, melihat Rayyan yang memukuli dirinya sendiri dan menggumam tidak jelas.

"Mama papa pergi, itu salah Rayyan."

"Ara gak boleh pergi, Ara jangan pergi."

"Rayyan... hey! Rayyan!" Di panggil pun respon mata Rayyan tidak bergerak menatapnya.

Ia takut trauma Rayyan kambuh lagi. Ia memeluk Rayyan yang kembali melukai dirinya sendiri. "Salah Rayyan, ini salah Rayyan."

"Ara gak bole pergi, Ara jangan kayak mama papa."

"Rayyan minta maaf."

Tiara menangis kejer, ia memeluk kepala Rayyan dengan erat. "Aku minta maaf Rayyan, aku minta maaf, bukan salah kamu. Ini bukan salah kamu."

"Bukan salah kamu Rayyan, berhenti sakitin diri kamu sendiri...." suara Tiara menghilang, hanya gerakan bibirnya saja yang ia taro tepat di telinga Rayyan.

Nafas Rayyan mulai tenang, tangisannya mulai teratur pula, tidak parah seperti tadi, gumaman nya mulai menghilang.

Tiara menangkup kedua pipi Rayyan. Menatapnya dalam, Mengambil semua perhatian matanya.

Netra Rayyan akhirnya kembali tanggap, ia bisa memfokuskan penglihatannya pada Tiara.

"Araa..." gumam Rayyan.

Tiara tersenyum di tengah tangisannya. Ia menggeleng dengan yakin. "Ini. Bukan. Salah. Kamu." Tekannya kuat.

Cup

Cup

Cup

Cup

Seperti dulu, ciuman penenang ini masih sama seperti 9 tahun lalu. Dari kening, pipi kanan, pipi kiri dan terakhir hidungnya. "Kali ini bukan kata Mama, ini kata aku. Lewat ciuman tadi, aku mau kamu gak tenggelam dalam rasa bersalah, karna ciuman itu tanda kesenangan."

"Aku sayang sama kamu Rayyan, aku gak bisa marah lama sama kamu. Aku udah maafin kamu, Aku. Udah. Maafin. Kamu." Lagi, kata perkata Tiara tekankan, ini pertama kalinya setelah 9 tahun lamanya Trauma Rayyan kembali.

Dan Tiara takut, sangat takut jika itu betulan terjadi. Rayyan terisak, ia menenggelamkan kepalanya di pelukan Tiara. Memeluk pinggang gadis itu kuat kuat.

"Maafin aku Ara...."

________________________________

...bersambung...

Rayyan Yazid

Tiara Arska Adijaya
Ayana Alicia eralstone
Thealisha Clark
Galeaqila Wdyatmaja
Shafana Azalea
Layla Almira
Daniella Jeslyn
Vanny saputri orlando
Naufarya Alphatana
Ralland Arphin maldrick
Alvaro

Xixixixi

Gimana? Next gak??
50 komen asik gak sih buat double up??
Wkwkwk

See u ayangieeee

Rayyan | END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang