Tania di drop out, kedua orang tuanya datang dan membuat keributan. Mereke berteriak dan memaki Tiara habis habisan, menyalahkan Tiara akan semua yang anak mereka alami.
Rayyan menghembuskan nafas kesal, hampir satu sekolah ia kelilingi namun tak kunjung menemukan Tiara. Sejak pagi, dirinya sibuk mengurus berkas berkas untuk olimpiade, ia tidak tahu kalau ada insiden seperti ini.
"Liat Ara gak?" Tanyanya pada segerombolan siswi yang langsung menjerit begitu dirinya mendekat. Rayyan mengusap telinga saking pengangnya.
"Ngga liat kak." Jawab salah satu dari mereka.
Rayyan mengangguk dengan cepat, meninggalkan grombolan adik kelas itu dan pergi melangkahkan kakinya ketempat yang belum sempat ia jajak.
Taman kolam ikan di gedung 2. keadaan yang sepi dan sangat sunyi membuat Rayyan lagi lagi menghela nafasnya, Tiara tidak ada juga.
Namun saat ingin berbalik, Isakan kecil yang sepertinya sengaja ditahan itu menghentikan langkah Rayyan, ia menajamkan telingannya untuk mengenali itu suara siapa.
Senyumnya mengembang, nafasnya berhembus lega. Akhirnya gadisnya ia temukan. Langkah demi langkah Rayyan mendekat kearah bangku kecil yang Tiara duduki.
Tiara menangis sendirian, Dengan mata bengkak, juga gerutuan kecil yang terdengar begitu menggemaskan. “Ya lagian anak lo duluan yang mulai, dipikir gak sakit apa di keroyok di kamar mandi? Gue sampe gak bisa jalan loh sebulanan?” isakannya mulai mengencang.
"Kenapa gue jadi ngerasa bersalah gini sih? Emang keterlaluan banget? Nggak kan?" Monolognya sambil bergetar, air matanya masih bercucuran.
“Gue udah baik loh padahal gak bawa ke jalur hukum, iya lah udah bener gue! udah kebaikan gue, eh dianya cari perkara lagi. Ya udah!"
"Harusnya gue seneng, si setan keluar, biarin aja di keluarin dari sekolah orang dia aja jahat kan?”
Tiara mengusap wajahnya dengan gusar, matanya menajam. “Mampus dikeluarin!” ucapnya tegas, belum ada 5 detik setelah ucapan itu dirilis dari mulutnya, bibirnya kembali melengkung keatas, kambali bergetar untuk mengeluarkan isakan.
“Tapi kasiann …. kalo dia dikeluarin, nan—nanti dia gimana sekolahnya?”
“Biasannya kalo ada riwayat masalah, bakal susah nyari sekolah.”
Rayyan terkekeh. menggeleng kecil, paham betul bagaimana tiara, sebar bar apapun dia, Tiara adalah sesosok wanita, yang apa apa pasti menggunakan rasa.
Keluar dari tempat persembunyian, Rayyan duduk di samping Tiara dengan tenang, mengusap puncak kepala gadis itu.
“kenapa nangis?” gumam Rayyan.
Tiara menoleh terkejut, matanya malah makin melemah begitu netranya bersitatap dengan milik Rayyan.
Rayyan mengerenyit alisnya. Ia mendekat, melihat pipi Tiara yang memerah juga sudut bibirnya yang mulai membiru. "Kenapa?"
"Di tampar masa!" Ia mengadu sambil menangis, terisak kecil di pelukan Rayyan. "Hah?" Heran Rayyan, tidak mungkin tamparan ibu ibu bisa sampai meninggalkan luka di sudut bibir ini.
Ia mengetatkan rahangnya. Ini pukulan laki laki, jejak memarnya pun besar di pipi Tiara. "Papa nya?"
"Ya iya!" Jawab Tiara. Emosi Rayyan mendengar jawaban Tiara. Ia bangkit dari duduknya untuk menuntut balasan atas kekerasan ini. "Heeh! Kamu mau kemana?" Cegat Tiara.
Rayyan tak menjawab ia lebih memilih melepaskan cekalan tangan Tiara dan ingin segera pergi menghampiri laki laki tua yang membuat Tiara seperti ini. "Rayyan ....." tahan Tiara lagi.
Nafas Rayyan naik turun. Ia memejamkan mata untuk menetralkan emosinya ia tak mau Tiara ikut kena bentak. "No. Gak usah di perpanjang." Tiara menggeleng.
"Tapi ...."
Tiara menarik Rayyan kembali duduk pada bangku. Ia menghela nafas. "Udah cukup sampai sini aja, aku males. Keluarga nya gak ada yang waras. Jadi percuma."
Tiara menyedekapkan tangannya. “Dari awal dia yang curang, terus aku minta tanggung jawab malah dendam, kroyokin aku, fitnah aku, terus berulah lagi, nuduh aku mau bunuh dia?" Tiara menghembuskan nafas berat.
"Giliran semuanya ke bukti, ngerasa jadi manusia paling tersakiti sama keadilan yang memang udah adil. Orang tuanya sama aja, minim kewarasan gak bisa didik anak dengan benar, malah mau nuntut aku tadi." Rayyan setuju dengan ucapan Tiara, keluarga itu memang gila, makin di adili malah semakin menggila.
Rayyan jadi ikut menghela nafas, ia merogoh saku baju nya, terdapat satu plaster disana.
Tiara memajukan wajahnya, tau tujuan Rayyan yang ingin memasangkan plaster pada lukanya. Sedangkan Rayyan sibuk berpikir, luka ini belum di bersihkan, bagaimana kalau nanti infeksi?
Rayyan menatap plaster siap pasang ini, lalu menatap luka Tiara di sudut bibirnya. Cukup lama matanya terdiam di bibir Tiara. Dengan senyum kecil nya ia ikut memajukan wajah.
Mempertemukan bibir mereka secara tiba tiba. Tiara melotot terkejut, ia mematung akan aksi Rayyan yang satu ini, belum lagi gerakan lidah Rayyan di atas lukanya. Di usap, di sesap dengan lembut dan memabukan.
Lima menit berlalu, Rayyan selesai. Menyengir tampan dan dengan seenak jidat langsung memasangkan plaster itu. "Gak ada revanol, yaudah pake lidah aku." Bisik Rayyan di telinga Tiara.
Tiara mengerjap, baru tersadar dari alam bawah sadarnya. Ia menatap Rayyan horor. "ORANG GILA!!" jeritnya membuat Rayyan terbahak.
________________________________
...bersambung...
Rayyan Yazid
•
Tiara Arska Adijaya
Ayana Alicia eralstone
Thealisha Clark
Galeaqila Wdyatmaja
Shafana Azalea
Layla Almira
Daniella Jeslyn
Vanny saputri orlando
Naufarya Alphatana
Ralland Arphin maldrick
AlvaroXixixixi
Gimana? Next gak??
Spam next yang banyaaaaaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayyan | END
Teen FictionIni kisah sekumpulan remaja SMA Angkasa kelas 12 mipa 5 Ini kisah tentang Rayyan dan Tiara, tentang bagaimana tuhan mempertemukan mereka, tentang seberarti apa seorang Tiara untuk Rayyan, juga tentang seberuntung apa Tiara memiliki Rayyan. "Dia gak...