Sudah cukup jauh mereka berjalan, namun tak kunjung menemukan pom bensin. Bahkan penjual bensin eceran pun rasanya sangat sulit di temukan.
Azan magrib mulai terdengar. Tiara mengeratkan pelukannya di lengan Rayyan. "Rayyan udah magrib Rayyan." Bisiknya takut.
Matanya terus mengeliling, memperhatikan pohon pohon yang semakin kencang bergoyang karna angin, mana langit benar benar menggelap. Ia yakin sebentar lagi turun hujan.
"itu di depan kayaknya ada warung, kita disitu aja dulu," Tiara mengangguk setuju, bahkan ia turun lebih dulu dari motor, berlari cepat menuju warkop tersebut.
Langkahnya terhenti saat melihat isi warkop itu lelaki semua. "Wehhh neng! Sendirian aja," Satu laki laki yang duduknya paling dekat dengan jarak Tiara berdiri bangkit membuat Tiara langsung mundur dengan cepat. "Ara ..." Tepat di belakangnya ada Rayyan.
Tiara mengucap syukur, ia langsung bersembunyi di balik tubuh Rayyan. Rayyan menghadap depan, melihat segerombolan laki laki yang menatapnya santai.
"Weh ada pawangnya." Kekeh satu laki laki tadi, yang langsung duduk di tempat begitu Rayyan datang. Rayyan menatap seksama warkop ini, apakah efisien jika mereka berdua singgah di sini?
"Mau mampir mas?" Rayyan mengangguk begitu penjual menawarkan tempat pada mereka. "Rayyan banyak lakinya." Bisik Tiara.
"Gak papa udah." Rayyan menarik Tiara dari belakang tubuhnya, merangkul pinggangnya dengan erat. Tiara mengerjap, ia terkejut namun tetap tenang. "Mau apa?" tanya Rayyan.
"Ovalitine anget, sama roti bakar. kayanya enak." Rayyan mengangguk, menyebutkan pesanan mereka pada kasir. "Baik tunggu sebentar ya mas, mba." Tiara mengangguk senang, perutnya memang sudah keroncongan.
"Ih! Ada bubur kacang juga?" Tiara antusias, ia bahkan bangkit dari duduknya, untuk melihat wadah panas yang menyajikan bubur tersebut.
"Rayyan aku mau kacang ijo, kamu mau gak?" Tanyanya. Rayyan mengangguk saja, agar Tiara cepat kembali ke tempat mereka duduk. "Ihh, kok ada seblak juga!" Mata Tiara berbinar, ia kembali menyebutkan pesananya lagi. Mondar mandri kesana kemari untuk melihat ada apa saja sebenarnya warkop ini.
bahkan Tiara beberapa kali melempar senyum saat melewati temat grombolan laki laki yang sedang duduk karna di lewati Tiara berkali kali.
"Ehh iya neng gak papa, aduhhhh meni geulis eyy senyumnya." Ucap salah satu dari mereka.
Rayyan langsung bangkit, menarik Tiara untuk kembali duduk di tempatnya. "Mau apa lagi, aku yang pesenin." Ujar Rayyan memotong ekspresi t
Tiara yang sepertinya ingin protes.Gadis itu mengangguk setuju lalu menyebutkan 2 makanan lagi lengkap dengan toping toping kesukaannya.
Rayyan langsung berlalu, menatap sinis laki laki yang tadi memuji senyum Tiara. Ia menuju kasir dan langsung membayarnya. Ingin segera pergi dari sini. Moodnya sudah tidak beres sekarang, baru Rayyan kembali dari kasir. Hujang turun dengan deras, membuatnya mengumpat dalam hati.
Rayyan mengerenyit dahi saat laki laki tadi malah menghampiri Tiara dan menyodorkan ponselnya secara terang terangan. "Ehh? Kenapa?" Tanya Tiara, Rayyan langsung mengubah tatapannya, menghunus dengan tajam.
"Boleh minta nomor wa nya?" Ucap laki laki itu.
"Gak." yang menjawab Rayyan.
"No wa nya doang bang, kali kali bisa jadi iparan kita." uUap laki laki itu di barengi kekehan, Rayyan makin menghunuskan tatapan tajam.
"Ih dia suami gue!" Sambar Tiara langsung, menatap laki laki tadi dengan aneh. Rayyan tidak jadi emosi, Tiara sudah pintar sendiri.
Laki laki tadi langsung menunduk minta maaf, dan segera kembali ke tempat duduknya. "Genit banget jadi laki!" sindir tiara.
Makanan datang, membuat Tiara tak jadi mendumel dan mengeluarkan unek uneknya untuk lelaki semacam tadi, yang biasanya di hp sudah ada pacar, tapi minta no wa tetap lancar. "Kamu pesen satu doang?" Heran Tiara.
Rayyan mengangguk. langsung memakan bubur kacangnya dengan tenang. Tiara pun ikut memulai makannya. "Tadi Papa kamu gak dateng, kenapa?" Tanya Rayyan.
Tiara menoleh, ia baru sadar tadi tidak ada Papanya, padahal tadi pagi Papahnya juga ikut sibuk membantu Rayyan.
"Pasti gara gara Mama," Kata Tiara sambil menghela nafas, saat ia beri tahu Oma meninggal, saat itu keadaan rumah memang sedang panas panasnya.
Papanya baru mengetahui satu fakta yang entah itu apa, yang di tutupi Mamanya selama bertahun tahun. "Kenapa mamah?" Tiara mengerenyit dahi. "Gak tau, kayaknya mamah nyembunyiin sesuatu gitu, gak tahu sih apan." Tiara lanjut dengan makanannya.
"Papa kan gitu, paling gak suka di bohongin dia, tipekal yang apa apa mending jujur tapi pahit." Rayyan terdiam mendengar ucapan Tiara, ia jadi kepikiran. Sampai saat ini, ia belum jujur juga soal kesalahannya waktu itu.
Tiara bilang saat itu, lebih baik disembunyikan saja. Tapi kalau berimbas ke hubungan keluarga mereka nanti, mending jujur saja sekarang kan?
"Udah reda, ayo!" Ajak Rayyan terburu buru. "Ih belom abis, buru buru banget!" Keluh Tiara, dengan cepat ia membungkus makanan.
"Aku mau jujur sama Papa."
Tiara tersedaak. "Hah??"
Haii ehehehe. Mau ending di part berapa? Ehehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Rayyan | END
Fiksi RemajaIni kisah sekumpulan remaja SMA Angkasa kelas 12 mipa 5 Ini kisah tentang Rayyan dan Tiara, tentang bagaimana tuhan mempertemukan mereka, tentang seberarti apa seorang Tiara untuk Rayyan, juga tentang seberuntung apa Tiara memiliki Rayyan. "Dia gak...