Bismillahirrahmaanirrahiim
Jangan lupa vote dan coment ;)[Happy Reading]
Aisha memasukkan ponsel sekaligus semua barang bawaanya ke dalam tas setelah memastikan alamat yang barusaja dikirimkan oleh Syifa melalui chat.
Sahabatnya itu mengajaknya bertemu di cafe siang ini. Tidak banyak tanda tanya yang timbul di hati Aisha. Hanya saja ia cukup merasa gugup karena akan bertemu dengan Syifa pertama kalinya setelah kesalahpahaman kemarin.
Kebetulan juga nanti malam di pondok pesantren diadakan kegiatan bulanan rutin mereka yaitu acara muhadhoroh. Irma dan Syauqi turut mengundangnya untuk menghadiri acara tersebut. Tentu saja dirinya harus memenuhi undangan itu, karena ia ingin melihat beberapa penampilan dari santri dan santriwati yang menurutnya luar biasa.
Perihal dompet, Aisha sangat menyayangkannya karena belum juga ketemu saat ini. Namun ia tidak ingin terlalu lama berlarut. Uang yang ikut hilang bersama dompetnya itu juga sudah ia ikhlaskan. Biarlah ia pasrahkan pada Allah. Kalau masih rezekinya, pasti akan kembali lagi padanya.
"Kamu mau ke mana, Sayang?" Suara Danisa membuat Aisha menghentikan langkahnya. Tepat di satu anak tangga terakhir. Gadis itu barusaja turun dari kamarnya.
Aisha teringat satu hal, ia lupa untuk meminta izin terlebih dahulu pada uminya.
"Aisha mau ketemu Syifa, Mi. Sekalian izin pulangnya nanti mau langsung ke pesantren. Katanya ba'da 'Isya ada acara muhadhoroh di sana. Aisha diundang sama ustadz Syauqi sekalian bantuin ustadzah Safira melatih santriwati buat persiapan nanti malam."
"Sepertinya Aisha pulangnya agak malam. Umi ... tidak keberatan untuk mengizinkannya, kan?" cicit Aisha pelan di akhir kalimat. Ia memang tidak dibiasakan oleh uminya untuk keluar malam. Sekalinya keluar, harus ditemani oleh Abi atau setidaknya Dzikra. Kerja kelompok kuliahnya pun hanya dibolehkan sampai jam delapan malam.
Gerakan tangan Danisa yang sedang memotong sayuran terhenti mendengar itu. "Kamu gak sendirian 'kan, Nak? Umi khawatir kalau nanti kamu gak ada barengannya untuk pulang. Keadaan jalan raya di malam hari sangat berbahaya, Nak," cemasnya.
"Aisha bareng sama Resti kok ke pesantrennya. Umi jangan khawatir ya? Doakan Aisha agar selalu berada di dalam lindungannya Allah."
Danisa terpaksa meng-iyakan. Meskipun anak perempuannya itu mengatakan akan aman-aman saja. Entah mengapa di hatinya itu seperti ada yang mengganjal dan mengharuskan dirinya melarang Aisha untuk menghadiri acara nanti malam. Tapi sepertinya anaknya itu sangat menginginkan bisa hadir di sana.
"Kamu hati-hati ya, Sayang. Pegang handphone kamu, biar kalau ada apa-apa kamu bisa langsung menghubungi orang di rumah," ucap Danisa berat hati.
"Siap, Umi boss!!" Aisha menyengir dan memperagakan dirinya sedang hormat. Danisa terkekeh lalu mengusap lembut puncak kepala putrinya itu. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi. Bukannya ia tidak berhusnudzhon pada Allah. Naluri seorang ibu itu kuat. Apalagi tentang anaknya.
Setelah itu Aisha berpamitan. Mencium tangan uminya dan langsung bergegas berangkat. Syifa pasti sudah menunggunya di sana.
Tibanya di cafe, Aisha celingukkan mencari keberadaan Syifa. Matanya menelusuri ke setiap meja di sana. Sebab Syifa tidak memberitahunya berapa nomor mejanya. Ditambah lagi pandangan Aisha menangkap ada lebih dari tiga orang yang mengenakan pakaian syar'i. Telponnya pun tidak diangkat oleh Syifa. Membuatnya jadi sedikit kesulitan.
Seseorang dari arah toilet wanita nampak melambaikan tangannya pada Aisha. Gadis itu memperjelas penglihatannya. Ternyata yang melambaikan tangannya itu adalah Syifa. Buru-buru Aisha menghampiri dan memeluknya erat tanpa sebuah aba. Sangat erat. Aisha merindukan sahabatnya itu. Ia ingin hubungannya dengan Syifa hangat seperti dulu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...