▪ Persyaratan Dari Aisha

460 53 15
                                    

Assalamu'alaikum sahabat jannah❤


[Happy Reading]

'Aisha Naira Khanza'

Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, artinya waktu mengajarku telah habis. Para santriwati-santriwati pun sudah kembali ke kamarnya.

Matahari sudah mulai tergelincir untuk tenggelam agar dapat digantikan oleh sinar rembulan.

Di pendopo sederhana ini hanya tersisa aku dan ustadzah Safira.

Hubunganku dengan dia sudah kembali seperti biasa. Tidak seperti pada waktu ia memintaku untuk menjauhi ustadz Syauqi, sangat canggung. Ia pun tidak membahasnya kembali setelah permintaannya waktu itu.

Aku memasukkan barang terakhir ke dalam tas ku kemudian mengecek kembali isi di dalamnya. Kali ini aku harus lebih teliti, agar kejadian dompetku yang hilang tak terulang kembali.

"Ustadzah Aisha, sudah selesai beres-beresnya?" tanya ustadzah Safira.

Aku tersentak mendengar suaranya memanggil namaku.
"Ah, iya. Sudah selesai kok. Mari kita pulang Ustadzah!"

"Kita? Pulang?" tanya balik ustadzah Safira. Adakah yang salah dari ucapanku barusan?

Ya ampun! Aku baru saja melupakan bahwa ustadzah Safira mengabdi di sini bersama ibunya yang seorang juru masak pondok pesantren. Ah, aku jadi tidak enak padanya.

"Hehehe, maksud Aisha pulang ke asrama," cengirku.

Aku sengaja menyebut diriku dengan panggilan nama karena memang usiaku terpaut 2 tahun dengannya. Tahun ini aku baru mau menginjak usia 22 tahun, sedangkan ustadzah Safira sudah mendekati usia 24 tahun.

Ia hanya terkekeh mendengar responku barusan. Sudah biasa. Obrolanku dengannya belum pernah sampai seakrab seseorang dengan sahabatnya. Padahal aku ingin sekali bisa akrab dan kami saling terbuka satu sama lain. Tetapi rasanya itu tidak mungkin.

Bahkan semenjak ustadz Syauqi mendekatiku secara terang-terangan di depan matanya, ustadzah Safira semakin menjadi sosok yang pendiam. Sepertinya ia hanya diam ketika bersamaku, tidak dengan warga-warga pondok lainnya.

'Astaghfirullah, Aisha! Jangan suudzon terlebih dahulu. Bisa jadi itu memang sifatnya ketika baru pertama kali bertemu dan kenal dengan seseorang.'

Aku menyesali pemikiranku terhadap ustadzah Safira tadi. Semoga saja ia tidak bisa membaca pikiranku.

Ustadzah Safira sudah siap untuk melangkah dan kaki ku tinggal sebelah lagi masuk ke dalam sepatu, namun kedatangan seseorang seakan mengintrupsi untuk menghentikan aktivitas kami terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum, Aisha," ucap salam ustadz Syauqi. Rasanya selalu sama. Aku tidak pernah bisa tenang dan resah ketika ia menghampiriku di saat aku sedang bersama dengan ustadzah Safira.

"Wa'alaikumsalam," jawabku.

Aku mendudukkan tubuhku kembali dengan sempurna. Membiarkan sepatu yang masih menangkring sebelah di kakiku. Sedangkan ustadzah Safira masih berdiri dan diam di tempatnya. Ia mengubah alih fokusnya ke hamparan sawah dan jejeran kebun teh yang nampak menyejukkan mata walaupun dari kejauhan. Mungkin ia menghindari berkontak mata dengan ustadz Syauqi.

Keadaan hening kembali. Entah apa yang masih membuat ustadz Syauqi belum membuka suara.

"Ekhemm ... yang ditegur kok cuma Aisha? Padahal ada ustadzah Safira juga di sini loh, Ustadz," candaku seraya memecah keheningan.

Sepertinya ustadz Syauqi ingin mengutarakan sesuatu yang cukup serius tetapi seperti masih ada yang membuat hatinya berat untuk menyampaikannya.

Ustadz Syauqi menggaruk pelipisnya kikuk mendengar candaan-ku, merasa tersindir.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang