▪ Tinggal Selangkah Lagi

495 79 44
                                    

*jgn lupa vote ya guys😄

[Happy Reading]

☆☆☆

"Nak, umurmu sudah matang, loh, untuk berumah tangga. Apakah kamu tidak ada niatan untuk menikah?" tanya seorang wanita setengah baya pada putra sulungnya itu.

"Saya belum menemukan calon yang cocok di hati, Um," jawab lelaki itu dengan gurat keraguan di wajahnya.

Suasana hening menyelimuti ruang keluarga berukuran 5×4 m yang di isi oleh 3 orang dewasa yang sedang memperbincangkan masa depan dari putra pertamanya itu.

Kedua orang tua itu heran dengan putra sulungnya yang usianya sudah memasuki umur 25 tahun tapi belum juga menemukan calon untuk dijadikan istri. Sebenarnya tipe seperti apa yang diinginkannya? Dijodohkan tidak mau, tapi sampai saat ini dia masih saja sendiri.

"Apa perlu Abah yang mencarikannya?" tanya seorang lelaki paruh baya kepada anaknya. Ia tidak munafik, kini wajahnya sudah keriput dan usianya mulai menua, ia ingin sekali menimang cucu dari anak-anaknya.

Pria muda itu terkekeh mendengar tawaran dari Abahnya yang menurut dia aneh.
"Mencarikan itu sama saja artinya dengan menjodohkan, Abah." Elaknya.

"Perkataan Saya barusan benar, kan, Ummah?"

Wanita yang ia panggil Ummah itu membalas dengan senyuman lembut. Pernyataan anaknya barusan memang benar adanya.

"Kalau kamu sudah memiliki calon, langsung saja beritahu Abah dan ummah. Supaya kita bisa mengkhitbahnya langsung untukmu, Nak," pinta ibunya dengan penuh harap.

"Na'am, insyaaAllah, Um."

"Doakan saya juga agar bisa meluluhkan hatinya," cicitnya pelan. Sangat pelan, Bahkan bisa dipastikan kedua orang tuanya itu tidak mendengar perkataannya barusan.

"Besok, saudara jauhmu akan menetap sementara di sini. Abah harap kamu bisa berteman baik dan membantu di setiap kesulitannya," ucap Abahnya. Ia sengaja memberitahukan hal ini lebih cepat kepada putranya. Sedangkan istrinya sudah terlebih dahulu ia beritahu.

pria berumur 25 tahun itu mengerutkan keningnya.
"Siapa namanya? Kenapa juga harus saya yang menemaninya, Bah?"

"Soal nama, besok juga kamu akan tahu. Di sini ia tidak memiliki siapa-siapa. Hanya kitalah salah satu bagian dari keluarganya," jawab abahnya lagi.

"Akhwat atau ikhwan?" tanyanya memastikan.

"Ihkwan, Nak," jawab ummahnya.

'Degg'

Dadanya tiba-tiba bergemuruh hebat begitu tau saudaranya yang akan menetap di sini adalah seorang ikhwan.

Gurat keraguan yang menghinggapi wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sebuah ketakutan. Tampak kentara sekali di wajahnya.

"Apakah dia akan menjadi rival saya nantinya?" batinnya bertanya-tanya.

"Kenapa tiba-tiba wajahmu berubah menjadi ragu seperti itu, Nak?"

Senyap

"Nak!!" panggil Abahnya sedikit lebih keras ketika ia menyadari putranya sedari tadi tak menghiraukan pertanyaannya.

Pria itu tersentak mendengar panggilan dari Abahnya.
"Eh-- anu, Bah. Iya nanti dia boleh kok tidur sekamar sama saya."

Ummahnya menatap anaknya heran. Tumbenan sekali putranya itu melamun sampai tak menghiraukan panggilan dari Abahnya. Balasan yang ia berikan pun melantur ke mana-mana.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang