"Aku titipkan padaMu ya Allah segala sesuatu yang aku cintai"
[Happy Reading]
Seorang laki-laki berjalan dengan gagah sembari menarik kopernya menuju arrival lobby. Kaki jenjang itu melangkah mantap dengan tangan kiri yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Kedua matanya begitu dingin namun tegas menatap ke depan.
Tubuh itu meskipun tampak terlihat agak kurus namun tetap saja ketampanan yang dimiliki wajahnya tidak pernah luntur. Bahkan kadar ketampanannya makin bertambah saja. Terbukti dengan beberapa wanita yang menatapnya dengan kagum. Bukannya percaya diri, cowo itu menyadarinya langsung lewat ekor matanya.
Sosok yang dulunya bersifat sangat labil, suka menentang, dan terkadang memiliki sifat egois itu kini mulai mendewasa dengan pemikiran yang semakin terbuka. Perlahan sifat-sifat buruk yang ada di dalam dirinya itu memudar. Sosok itu tumbuh menjadi jiwa dan diri yang lebih berwibawa dan bijaksana lagi. Tentu saja hal itu ia dapat dari pengalaman dan wawasan yang terus bertambah di setiap harinya.
Pijakan Rayhan tiba di arrival lobby. Cowo itu melirik arlojinya dengan sebelah tangan yang masih setia memegang gagang koper. Ia tiba lebih cepat tiga puluh menit dari waktu yang telah dijanjikan. 'Tak mengapa, hanya menunggu sebentar saja.
Rayhan menatap ke kanan dan kirinya pada calon penumpang yang sedang berlalu lalang di dalam bandara. Cowo itu menghembuskan napas perlahan lalu tersenyum. Senyum yang bermakna kelegaan hati dan rasa terharu pada dirinya sendiri.
Akhirnya ia dapat kembali lagi ke tanah airnya setelah dua tahun lamanya. Berjumpa lagi dengan orang-orang rumah yang sudah sangat ia rindukan. Ayah, bunda, mang Jojo, bi Inah, moge kesayangannya, montok, dan kulkas yang isinya penuh dengan seluruh softdrink favoritenya.
Rayhan tertawa kecil, bahkan ia hampir tidak ingat dengan kulkas kesayangannya itu. Selama hidup di Singapura ia tak menyentuh sedikit pun minuman itu. Ia benar-benar menjaga kesehatannya di sana, ya, walaupun untuk jadwal makan masih suka tak teratur. Yang dipikirkannya hanyalah bagaimana agar ia dapat menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya tanpa terlambat.
Kalau dipikir-pikir lagi, ia terlalu egois juga menerapkan pemikiran seperti itu dalam diri tanpa memikirkan efek dari bagian dirinya yang lain. Mungkin dari segi berpikir keras ia mampu, tapi untuk keadaan fisiknya, tidak. Ia baru sadar kalau ternyata kesehatan diri juga perlu untuk dijadikan prioritas. Bahkan skala prioritasnya harus lebih besar dari hal lain.
Kuliah dari pagi sampai menjelang siang, setelah itu ia memosisikan lagi dirinya sebagai pemimpin dari cabang perusahaan ayahnya. Menandatangi banyak berkas, mengkaji setiap ajakan kerjasama dari perusahaan lain, dan melakukan beberapa rapat penting. Malamnya tiba di apartemen ia langsung membersihkan diri, sholat, dan setelah itu langsung terlelap sampai mentari tiba. Satu hal yang ia lewatkan untuk dilakukan padahal itu sangat wajib, ialah makan. Sampai-sampai pernah ia jatuh sakit karena melupakan makan.
Makanya ia tak kaget dengan perubahan tubuhnya yang saat ini. Akan ia jadikan pelajaran yang berharga dalam hidupnya. Bukan cuma modal tekad aja untuk mencapai sebuah target, tapi diperlukan juga fisik yang sehat dan mental yang kuat.
Rayhan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya lalu memencet tombol power yang berada di sisi kanan. Senyum Rayhan tertarik lebar ke atas setelah terpampang foto Aisha yang diambil oleh Resti ketika dua cewe itu sedang berada di Caffe. Rayhan menjadikan foto itu sebagai wallpaper ponselnya. Sangat manis. Bisa dibilang aksinya itu sangat lancang sudah menyuruh Resti memfoto Aisha dan memasang foto gadis itu di layarnya.
Selama dua tahun lamanya ia tak pernah mengganti wallpaper layar ponselnya. Wajah itu bagai penawar lelah baginya setelah seharian sibuk beraktifitas. Setiap malam sebelum tidur ia sempatkan memandangi wajah itu agar dapat terekam jelas di otaknya sehingga takkan bisa tergantikan dengan wajah yang lainnya. Rayhan tidak pernah absen menyebut nama gadis itu di sujud sepertiga malamnya. Hanya dengan cara itu ia mengungkapan rasa rindu, sisanya biar Allah yang menyampaikan langsung pada qalbu gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...