Aisha terbangun tengah-tengah malam sekali. Tiba-tiba saja ia merasa menginginkan sesuatu. Apa ia sudah mulai memasuki fase mengidam? Oh Allah rasanya Aisha ingin sekali membangunkan suaminya yang sedang tertidur pulas itu tapi ia tidak tega mengingat besok pagi suaminya sudah harus berangkat bekerja.
Kalau ditahan rasanya sangat tidak enak, bisa-bisa calon bayinya nanti ileran ketika lahir gara-gara ngidam gak kesampaian. Dengan ragu Aisha menyentuh pelan telapak tangan Rayhan yang terbuka, cowo itu sedikit terusik dalam tidurnya, terbukti dengan pergerakan dari tubuh cowok itu. Kedua mata Rayhan lalu terbuka. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah istrinya yang sedang duduk sembari menatap harap dirinya.
Rayhan mendudukkan dirinya, mengucek kedua matanya untuk mendapat pencahayaan yang stabil. Kemudian Rayhan menatap Aisha serius. "Kenapa sayang? Dede bayinya pengen sesuatu?"
Aisha mengangguk pada Rayhan. Dia sedikit takut akan dituruti atau tidak oleh suaminya itu, ini sudah terlalu larut malam untuk melakukan sesuatu, waktunya orang-orang tidur.
"Ngomong aja, insyaaAllah aku turutin sebisa aku," ucap Rayhan lembut.
"Kamu mau makan apa? Rujak? Martabak? Es cincau?" tanya Rayhan penuh semangat.
Aisha menggeleng saat semua yang disebutkan Rayhan bukanlah sesuatu yang sedang ia inginkan sekarang.
"Terus maunya apa? Rasanya aku penasaran, gak sabar, tapi was-was juga," Rayhan menuturkan segala isi hatinya.
"Aisha pengen kakak balapan sama kak Rio di jalanan perumahan." Cewek itu menatap takut suaminya. Pasalnya kak Rayhan sudah berjanji padanya untuk tidak balapan lagi. Eh tapi ini malah dirinya yang memulai duluan.
Rayhan justru tersenyum penuh kemenangan saat tahu itu hal yang sudah biasa ia lakukan. Jadi dia tidak perlu usaha yang lebih lagi. "Kalo soal itu sih gampang. Mau kapan? Sekarang?"
Wajah Aisha langsung berbinar begitu tahu suaminya mau menuruti kemauannya. Ia langsung mengangguk cepat sebagai sebuah jawaban. Aisha langsung menyergap kuat tubuh Rayhan. Menyenderkan kepalanya di dada bidang milik Rayhan. "Makasih banyak kakak udah mau nurutin ngidamnya Aisha."
"Sama-sama sayang, lagijuga ini udah bagian dari tanggung jawabnya aku sebagai suami kamu. Selagi aku mampu ya akan aku lakukan." Rayhan mengusap surai lembut hitam milik Aisha sembari sesekali menciumnya. "Rambut kamu wangi banget, jadi candu buat aku."
"Iya wangi kan dirawat dengan sebaik mungkin sama Aisha," jawab Aisha.
"Tuh kan, gimana gak beruntung aku bisa dapet kamu, rambut aja dirawat, apalagi suaminya?"
Aisha memukul dada sebelah kanan Rayhan. "Kumat lagi kan kebiasaan gombalnya. Harap untuk dihentikan, gak baik tau lama-lama buat kesehatan jantung Aisha setiap hari deg-degan karna dibuat berbunga mulu."
"Yaudah sana kamu siap-siap, aku mau ngehubungin anak Warfamz dulu. Inget! Pake pakaian yang rapet, di luar dingin. Kesian anak kita nanti bisa ikut kedinginan."
"Siap boss!!"
Aisha menurut, ia langsung berjalan ke lemarinya mencari pakaian yang berbahan tebal. Memang tak bisa bohong kalau udara malam saat ini sangat dingin, tidak seperti biasanya. Mungkin efek habis hujan turun kali ya? Sementara Rayhan berusaha menghubungi satu-persatu sahabatnya, siapa yang masih terjaga juga jam dua malam begini? Pasti sudah pada terlelap dalam mimpi.
Rayhan memerhatikan Aisha yang seperti sedang mencari benda berharga. Sibuk mengubek-ngubek seluruh isi lemari, tak sedikitpun ia menyerah. Rayhan ikut mendekat ke lemari ingin mengganti pakaiannya. Karena saat ini ia sedang memakai piyama, jadi tidak mungkin ia harus keluar seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...