"Diem jangan banyak gerak! Bego, sih, Kalau gak bisa berantem itu seenggaknya ya jangan maksain diri. Masa gitu aja langsung babak belur, payah," omel Resti sembari mengobati lukanya Kenno.
"Namanya juga membela diri. Masa harus diem aja kalau ada orang yang pengen ngehajar kita," balas Kenno. Ucapan Resti sangatlah pedas namun Kenno tak menanggapinya dengan serius.
"Eumm, ngomongnya enak banget ya, Res. Ucapan itu adalah doa," tegur halus Aisha.
Resti meringis. Maklum, rasa kesal membuatnya jadi lupa. "Astaghfirullah, maaf ya Allah, Resti khilaf."
"Tau lo, Bar. Ntar kalo si Kenno beneran jadi bego baru nyesel dah lo," imbuh Leo.
Kaki jenjang Kenno sengaja menyenggol lutut Leo. "Sebagai teman yang baik hati, begonya nanti bakal gua bagi-bagi ke kalian. Gila aja masa gua begonya sendirian."
"Bego si ngajak-ngajak!" cibir Leo.
"Ish, kok jadi bahas bego? Gak penting banget." Resti mendengus malas.
Aisha terkekeh dengan tangan yang sedang sibuk mengompres memar di rahangnya Leo. Kasian, gara-gara melindungi anak cewe ia harus rela terluka.
Saat ini mereka masih berada di dalam taman. Tadinya Rio memaksa untuk pulang agar mereka mengobati lukanya sendiri saja. Namun ditahan oleh Resti dan Aisha. Dua cewe itu merasa memiliki hutang budi pada Warfamz terutama Leo. Akhirnya mereka mengajukan diri untuk mengobati lukanya Kenno dan Leo.
"Yo, sebenarnya lo pernah ada hubungan apa sih sama Daffa? Sampe-sampe dia ngatain lo munafik dan gua juga sempet denger lo nyebut nama Maurine. Cewe itu emangnya siapa?" ucap Kenno membuat Rio terhenyak.
Haruskah ia menceritakan segalanya yang ia ketahui?
"Gua mantan anak buahnya Daffa dan Rayhan udah tau hal ini dari awal gua bergabung ke Warfamz. Maurine ... dia adik Daffa satu-satunya, Daffa sayang banget sama Maurine. Sampai ketika suatu hari Maurine ditemuin udah gak bernyawa di dalam apartnya. Di lehernya ada banyak banget darah," ungkap Rio dengan sendu membuka kenangan pahit itu lagi.
"Emangnya polisi gak berhasil nemuin bukti-buktinya, Yo? Kan pasti keliatan juga di cctv," ujar Kenno.
"Gak ada satupun bukti yang berhasil ditemuin. Pembunuhnya udah kelas kakap."
"Kalau gitu, bisa jadi Maurine bunuh diri, alias bukan dibunuh sama orang." Leo mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya.
Rio hanya mengendikkan bahunya. Cowo itu tersenyum sangat pahit. Jangankan dirinya, sampai saat ini Daffa saja sebenarnya belum berhasil menemukan jejak dari pembunuh itu. Namun entah mengapa cowo itu memiliki keyakinan yang kuat kalau Rayhan adalah pembunuhnya. Mengingat Daffa sangat membenci Rayhan dalam segi banyak hal.
Kenno mengode Resti lewat tangannya untuk berhenti sejenak. Ia yakin kalau Rio pasti menyimpan banyak misteri yang tidak pernah diketahui oleh anak Warfamz. Cowo itu jarang bercerita tentang masa lalunya dan ini kesempatan bagi Kenno untuk menguliknya satu-persatu.
"Tapi lo udah pernah liat Maurine?" imbuh Leo.
Rio mengangguk gamang dengan pandangan yang kosong. "Bukan cuma ngeliat, bahkan pernah dekat. Tapi habis itu kita dipisahkan oleh takdir."
Kalimat terakhir Rio mengundang rasa iba sahabatnya. Tak dapat disangka kalau cowo itu memiliki masa lalu tentang cinta yang cukup kelam. Mungkin ini salah satu yang menjadi alasan ia juga sampai sekarang belum ada tambatan hati yang baru. Sepertinya kenangan itu belum juga beranjak dari hatinya.
Leo merangkul pundak Rio sembari memukul-mukulnya pelan. Memberinya semangat lagi. "Ikhlasin, dia udah tenang di sana. Lo harus bisa keluar dari zona pilu itu Yo, lo gak mau Maurine jadi sedih kan di sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...