Rayhan langsung menggenggam tangan Aisha begitu keluarganya Syauqi menghampiri mereka. Dengan Syauqi yang berada di depan dan diikuti oleh kedua orang tuanya. Rayhan dapat melihat keikhlasan di wajah sepupunya itu. Senyum itu nampak begitu kuat.
"Selamat atas pernikahannya. Semoga rumah tangga kalian selalu mendapat keberkahan dari Allah." Syauqi mengucapkan itu tulus dari hati. Lalu laki-laki itu menepuk lengan atas Rayhan. "Jaga dia sebaik mungkin. Jangan pernah sedikitpun menyakitinya, Ray. Aisha sudah seperti adik saya sendiri."
"Aman, Qi." Rayhan menegakkan tubuhnya tinggi kemudian memukul-mukul pelan dada sebelah kirinya.
"InsyaaAllah. Gua udah janji sama diri gua sendiri buat lebih mengutamakan nyawa Aisha dulu. Oh iya, untuk persoalan di pondok pesantren kemarin, gua minta maaf udah bikin semua yang ada di sana jadi gak nyaman."
"Iya ... saya juga minta maaf sudah bersikap kekanakan sama kamu, Ray. Segencar apapun saya untuk mendapatkan Aisha, jika Allah sudah berkehendak atas segala ketetapannya, sekeras manapun saya berusaha pasti tidak akan pernah berhasil," balas Syauqi terkekeh.
Laki-laki itu beralih pada wanita di samping Rayhan. Ia melempar senyum tipis yang dibalas senyum tipis juga oleh Aisha. Syauqi tak dapat memungkiri kalau hari ini Aisha nampak cantik sekali dalam balutan gaun pernikahan.
"Terimakasih ustadz Syauqi. Semoga Allah segera mendatangkan wanita yang terbaik untuk Ustadz," ujar Aisha yang merasa tenang tangannya digenggam oleh suaminya. Syauqi mengangguk ikut meng-aamiin-kan.
Kyai Faisal beserta istrinya juga turut mendoakan pasangan pengantin muda itu. Meskipun nada bicara dari wanita paruh baya itu sedikit berat. Bagi Rayhan dan Aisha itu bukanlah masalah, karena yang dibutuhkan mereka saat ini adalah doa dan ridho dari banyak orang.
"Sebentar dulu." Irma nampak mencoba mengingat sesuatu.
"Kemarin di surat undangan nama mempelai prianya kalau gak salah bukan kamu deh Bi. Siapa ya, Bah?" Irma menoleh pada suaminya namun dibalas gelengan kecil oleh kyai Faisal.
"Bibi lupa, cuma inget inisial depannya dari huruf 'F'. Tapi kok sekarang malah jadinya sama kamu, Bi? Bunda kamu juga baru ngehubungin bibi pas bibi lagi di perjalanan menuju ke sini. Kaget banget bibi dengernya tadi."
Aisha tertegun mendengarnya. Pikirannya jadi ikut bertanya-tanya, apa yang sudah terjadi? hal apa yang sudah ia lewati? Lantas mengapa bisa jadi kak Rayhan yang sekarang berdiri di sampingnya? Aisha merasa sudah ketinggalan informasi sangat jauh. Salahnya juga yang dari awal bersikap egois, sedikitpun tidak mencari tahu tentang identitas suaminya.
Rayhan yang dapat merasakan keterkejutan Aisha, ia pun semakin mempererat genggamannya begitu Aisha menundukkan kepalanya. Pasti istrinya itu sedang dilanda kebingungan.
"Tenang ya, Sayang. Biar aku yang hadapin Bibi," Rayhan menundukkan kepalanya dan berbisik pelan pada Aisha, berusaha membuat istrinya agar tetap nyaman. Sedangkan Aisha merespon dengan anggukan kecil.
"Semuanya terjadi dengan cepat, Bi. Ditambah lagi di dalamnya ada campur tangannya Allah, gak ada satupun manusia yang bisa menduga. Ternyata ... bukan tahu bulat doang yang matengnya dadakan, nikah juga bisa dadakan," jawab Rayhan yang diselingi candaan, dan itu sukses membuat Aisha jadi berani mengangkat kepalanya lagi.
Setelah keluarga Syauqi pamit dari mereka, Aisha langsung melepas genggaman itu dan menatap Rayhan dengan menuntut, menagih cerita.
"Iya aku bakal jelasin. Tapi nanti ya sayang, di sini lagi rame banget. Gak enak kalau didengar sama yang lain."
Aisha menghembuskan napasnya. Mau tak mau ia menurutinya. Rayhan menatap Aisha dan Aisha juga melakukan hal yang sama. Setelah itu senyum keduanya mengembang lebar. Sedetik kemudian Aisha menurunkan pandangannya. Ia malu karena tak sengaja tertangkap sedang memandangi wajah
suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...