Waktu 30 menit Aisha manfaatkan dengan memampirkan dirinya ke Caffe sebrang rumah sakit tempatnya koas. Resti yang memintanya untuk menemaninya sarapan. Aisha memarkirkan motornya di parkiran rumah sakit kemudian berjalan kaki menuju ke sana, hitung-hitung sambil berolahraga. Mumpung masih pagi dan udara masih sangat segar.
Aisha melongok ke kanan dan kirinya, mencari keberadaan motor Resti di halaman parkir caffe. Hanya baru ada dua buah mobil di sana, artinya Resti belum tiba. Aisha lalu masuk dan memilih menunggu Resti di dalam.
Dering ponsel yang berasal dari dalam tas Aisha memutuskan lamunan gadis itu. Dahinya mengerut mengetahui kalau Resti yang memanggilnya. "Bukannya kemarin kita udah janjian? Atau ada sesuatu yang sudah terjadi sama Resti? gumam Aisha.
"Astaghfirullah, jangan negative thinking dulu, Sha," sadarnya kemudian memencet tombol berwarna hijau.
"Ass ..."
"Hallo, Sha?!!" Aisha menghela napasnya ketika Resti menyerobot salamnya yang belum terselesaikan.
"Kamu mah! Aku belum selesai salam juga udah main dipotong aja," protes Aisha. Saat ini wajahnya ditekuk.
Di sana Resti menyengir. Dirinya sedang panik, makanya lupa. "Ya, maaf, Sha. Lo di mana? Kita gak usah jadi ya? Gua mau pulang lagi aja, Sha. Asli panik banget!!"
"Jangan! Jangan pulang! Waktunya gak akan cukup. Emangnya panik kenapa, sih?"
"Gua gak tau salah gua di mana, tapi gua diliatin sama banyak orang, Sha! Gak enak banget, risih dan malu."
Aisha tanpa sadar menggelengkan kepalanya. "Sini aja, aku janji gak akan ngeliatin kamu dengan aneh."
"Janji ya lo? Yaudah, tunggu di sana." Setelah itu panggilan keduanya terputus.
Aisha meletakan ponselnya di samping gelas hot lemon tea yang sudah ia pesan tadi. Ada-ada saja ulah Resti di pagi hari ini. Entah apa yang sudah dilakukan temannya itu sampai ia menjadi pusat perhatian. Membuat Aisha jadi menepuk kepalanya sendiri.
Suasana di dalam caffe masih sangat sepi. Hanya ada beberapa pengunjung dengan empat meja yang ditempati. Itupun dominan diisi oleh orang yang bersiap untuk bekerja. Roti bakar dan hot tea menjadi menu andalan mereka dan sudah lebih dari cukup untuk mengganjal perut sampai waktu makan siang tiba.
"Hoii!!" Aisha terjengkit di tempat ketika sebuah tangan menepuk bahunya. Ia pun memutar tubuhnya, sepasang matanya membulat lebar.
"Aaaaaa ... MaasyaaAllah, ini beneran kamu, Res? Kamu gak punya kembaran kan?!" histeris Aisha karena ia merasa sangat senang, dan terkejut juga tentunya.
Aisha lalu beranjak dan memutar tubuh Resti depan-belakang. Lalu ia menelisik sahabatnya itu dari atas sampai bawah.
"Tuh, kan, lo ikutan aneh juga ngeliat gua. Males ah gua mau pulang aja," keluh Resti yang ingin berbalik namun pergelangannya dicekal oleh Aisha.
"Gak!! Kamu gak aneh kok. Aku malah bahagia dan hati aku tentram liat kamu kaya gini. Pertahankan selalu ya?" Aisha berujar dengan memeluk hangat sahabatnya itu.
Resti membalasnya dengan deheman singkat. Kalian tau apa yang membuat Aisha sebahagia itu? Alasannya karena saat ini adalah yang pertama kalinya ia melihat sahabatnya itu menutup aurat dengan rapih dan benar.
Yang kemarin di pondok pesantren Resti hanya menyampirkan asal kerudungnya tanpa mengeratkannya dengan jarum pentul. Saat ini sudah bagus sebagai permulaan, ya ... walaupun belum mengenakan pakaian dan hijab yang panjang. Setidaknya sahabatnya itu sudah memiliki niat yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...