Masih semangat baca cerita ini?
Jangan lupa tinggalkan jejak ya! :)))[Happy Reading]
Rayhan barusaja tiba di kantornya. Masih di dalam mobil ia melihat seluruh karyawannya berhamburan keluar gedung disertai raut kepanikan. Nampak security-security di sana berusaha mengevakuasi semua orang yang masih berada di dalam. Rayhan melirik jam tangannya, ia datang tepat waktu, tapi mengapa keadaan di sini sebegitu berantakan itu? Kerusuhan apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Beberapa ada yang berlari terbirit menjauhi letak gedung tempatnya bekerja, mereka saling bergandengan takut-takut. Lalu Rayhan melihat polisi yang merupakan bagian dari anggota brimob itu mulai memasang garis kuning polisi di area sekitar gedung kantornya. Mereka meminta untuk seluruh karyawannya agar tidak memasuki gedung dulu sampai tim unit jibom menyatakan keadaan sekitar sudah aman kembali.
"Apa yang sedang terjadi di kantor saya? Mengapa semua orang dievakuasi keluar?" Rayhan menghampiri cepat salah satu anggota brimob yang sedang memasang garis polisi itu.
"Ada teror bom di gedung ini, sebaiknya anda cepat bergabung bersama yang lain sebelum anda menjadi korbannya," titah seseorang dengan pakaian serba hitam dan rapat itu pada Rayhan.
Rayhan menurut, ikut menepi bersama yang lainnya. Menatap tajam gedung tinggi yang masih beratasnamakan ayahnya itu. Entah, kini pikiran Rayhan jadi tertuju pada Daffa. Siapa lagi yang berani melakukan hal senekat ini kalau bukan dia? Karena biasanya kantornya selalu aman-aman saja, tak seperti saat ini, semua terlihat begitu mencekamkan.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa tidak ada satupun pegawai yang menghubungi saya??" tekan Rayhan pada tangan kanannya di perusahaan itu.
"Maaf Pak, semuanya terjadi begitu cepat. Saya sendiri terkejut melihat rakitan bom yang tiba-tiba sudah berada di atas bangku kerja Bapak," jawab orang kepercayaan Rayhan itu takut-takut.
"Apakah kamu melihat ada orang selain saya dan pegawai di kantor ini memasuki ruangan saya begitu saja?"
Kali ini orang itu menunduk merasa bersalah karena telah lalai sampai-sampai hal seperti ini terjadi. "Maaf sekali lagi, saya tidak melihat siapapun memasuki ruangan Bapak. Karena saya juga tadi tiba di sini agak siang tidak sepagi biasanya. Maafkan saya pak."
Rayhan mengepal dan memejam erat kedua matanya. Amarah sudah sampai di ubun-ubunnya. Ingin segera meluapkan itu pada orang dibalik perbuatan kejahatan ini.
Rayhan mengusap kasar wajahnya. Ia harus bisa bertindak lebih tegas atas masalah ini. Jika didiamkan pelaku itu akan semakin berbuat sesuka hatinya. Ia juga menelpon Rio, Kenno, dan Leo di waktu bersamaan, meminta mereka untuk datang kemari. Membantunya dalam mengatur keadaan sampai seperti semula lagi.
Cowok itu menekatkan dirinya untuk berjalan ke arah belakang gedung. Menelisik semua bagian di sana, barangkali pelaku itu meninggalkan jejak yang masih bisa ia kejar. Kali ini Rayhan harus bisa bertindak lebih tegas lagi atas semua musuhnya. Sejak kemarin memang ia hanya mendiamkan saja musuhnya tanpa berniat sedikitpun membalas kejahatannya. Tapi untuk yang satu ini kesabarannya sudah mulai menipis.
"Mau ke mana pak? Lebih baik bapak diam di sini takutnya nanti tiba-tiba terjadi ledakan dari dalam gedung," seorang security menahan atasannya itu agar tetap diam di tempat.
"Saya tidak perduli. Kamu takut dengan itu?" balas Rayhan dingin pada securitynya.
"Anak dan istri saya masih membutuhkan saya, Pak." Security itu diam tak terkutik.
"Sama, istri dan calon anak saya juga selalu menanti kepulangan saya dengan selamat. Kalau kamu takut, diamlah di sini, biar saya sendiri mengecek ke belakang," ujar Rayhan yang sebenarnya hatinya berontak saat ia memutuskan pilihan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...