▪ Janji Rayhan

284 35 14
                                    

Di atas motor Aisha terus menerawang ke depan. Memikirkan nasib kisah percintaannya yang begitu banyak hambatan, tantangan, dan rintangan. Sangat pelik, kalau ia tahu jatuh cinta akan jadi serumit ini, ia lebih baik memilih menghindar dari kata cinta itu. Baginya jatuh cinta yang paling sempurna itu hanya kepada abinya saja. Ia tidak pernah dibuat menangis oleh laki-laki itu, karena sudah pasti abinya tidak akan melukai hati putrinya.

Rasanya semakin sulit mereka untuk bisa bersatu. Celah sekat di antara mereka semakin terlihat melebar.

"Resti pelan-pelan!" histeris Aisha ketika Resti membawa motornya seperti orang yang lagi kesetanan.

"Tadi katanya lo minta cepet-cepet, Sha. Lagi juga nanti waktu kita abis," cerocos Resti sedikit mengurangi kecepatannya.

Aisha terdiam. Ucapannya Resti benar adanya. Tadi ia yang menyuruh sahabatnya itu agar mengendarai motor dengan cepat. Aisha meringis dalam hatinya, hampir saja nyawa orang lain yang menjadi taruhannya gara-gara ia mengedepankan perasaan hatinya.

"Emang masih jauh rumahnya?"

"Enggak, dari sini udah keliatan tuh yang gerbang item besar," jawab Resti.

Mereka sampai di depan gerbang rumah Rayhan. Aisha turun dari motor diikuti oleh Resti sembari melepas helmnya.

Aisha masih berada di dekat motor. Langkahnya ragu untuk berjalan maju. Perasaannya tiba-tiba saja kalut. Ia bingung harus mengatakan apa nanti begitu Rayhan berada di hadapannya. Tidak mungkin ia jujur tentang hatinya yang berat melepaskan laki-laki itu.

"Rayhan! Assalamu'alaikum!" salam Resti kencang. Tubuh gadis itu sudah berada tepat di depan gerbang. Berteriak memanggil nama si tuan rumah.

"Motor anak Warfamz ada tapi mobil bokapnya Rayhan gak ada," batin Resti sambil matanya mengedar ke seluruh titik di rumah itu. Jangan -jangan, jangan-jangan. Jantungnya jadi dag-dig-dug sekarang.

"Permisi, Neng mencari siapa ya?" Suara mang Jojo membuat Resti berjengit dan memundurkan badannya. Ia menyengir karena telah ketahuan mengintip ke dalam.

"Eh, Anu. Anu, duh ... tadi kita ke sini mau ngapain, Sha?" Resti menggaruk kepalanya. Kebiasaan buruknya kalau sedang kaget langsung terlupa dengan apa yang ingin ia sampaikan.

Aisha melangkah mendekat. "Kita cari kak Rayhan, Pak. Ada?" tanyanya santun.

"Yaah, neng telat. Baru aja den Rayhan berangkat ke bandara. Dianter ayah, bunda, sama anak Warfamz," tutur mang Jojo.

Deg

Jantung Aisha rasanya ingin copot. Seluruh persendiannya terasa kaku. Pasokan udara di sekitarnya mulai menipis. Ia tidak memiliki harapan lain. Dan harapan satu-satunya itu sudah sirna. Dirinya memang tidak bisa menghalangi kepergian laki-laki itu, tapi setidaknya ia ingin sekali melihat wajahnya. Memastikan kalau laki-laki itu tidak sedang menahan rasa seperti yang ia rasakan.

"Lo tenang dulu ya, Sha." Menyadari perubahan suasana hati Aisha, Resti mengusap pundak sahabatnya itu. Aisha memaksakan senyumnya menandakan kalau ia masih kuat berpijak. Walaupun sebagian tubuhnya terasa lemas.

"Baru pisan pak? Belum lama kan?" tanya Resti beralih pada mang Jojo.

Mang Jojo mengangguk. "Belum lama kok neng. Tadi mereka berangkat begitu neng berdua sampai di sini. Mungkin tadi di pertigaan jalan neng gak -ngeh. Kalau neng mau ngejar juga pasti keburu kok, mobil pajero sport warna hitam."

Resti diam dan mengingat-ngingat lagi tentang sesuatu. Setelah itu ia mengangakan mulutnya lebar. Kalau mobil pajero sport warna hitam sih tadi ia sempat melihatnya di pertigaan. Mobil itu berjalan ke arah luar komplek. Hanya saja tadi ia tak tahu kalau itu mobil ayahnya Rayhan.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang