Brankar rumah sakit melaju membawa Rio ke ruang tindakan operasi. Tadi ketika di ruang IGD dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi pengangkatan peluru sebelum merusak pembuluh darahnya.
Leo, Kenno, dan Rayhan tampak menemani di sisi brankar. Mengantar Rio sampai ke ruang operasi. Hati mereka gundah. Rasa kalut, sedih, dan emosi barbaur menjadi satu. Terlebih Rayhan yang sekarang benar-benar hancur. Keadaannya sungguh kacau. Dan yang terjadi sungguh di luar prediksinya.
Kini Rayhan sudah tahu kebenarannya. Semuanya terungkap sangat jelas melalui surat terakhir yang ditulis oleh Liana atau Maurine, mantannya sekaligus adiknya Daffa. Ia tak pernah tahu kalau Liana itu adiknya Daffa sebab cewe itu selalu merahasiakan identitas dirinya. Tapi kini beban berat Rayhan sedikit mengurang lantaran kasus kematian Liana sudah terpecahkan dan bukan ia pelakunya. Namun kejadian di hari ini banyak menimbulkan korban. Oh Allah, Rayhan sungguh memiliki banyak hutang budi bagi orang-orang yang sudah setia membelanya.
Brankar sudah memasuki ruang operasi. Para perawat menghentikan langkah Leo, Kenno, dan Rayhan dengan berdiri di depan pintu ruangan.
"Mohon maaf pak, selain pasien dan tenaga medis, dilarang ada orang lain yang masuk ke ruang tindakan," ucap perawat itu.
"Tapi saya pengen nemenin temen saya sus!" sanggah Rayhan.
"Maaf tidak bisa, Pak. Silahkan menunggu di ruang tunggu ya." Pintu mulai ditutup dari dalam.
"Tunggu sus!! Tolong buka!! Temen saya lagi berjuang antara hidup dan mati di dalam!"
"Tolong izinin saya masuk! Saya mau nemenin temen saya sus!!" Rayhan meronta memaksa masuk dengan menggedor pintu ruangan.
"Suss!!!"
"Udah, Ray! Rio makin sedih liat lo kaya gini!" Lerai Kenno. Dia menarik tubuh Rayhan menjauhi ruang operasi.
"Bener Ray! Mending kita doain buat keselamatan operasinya. Gua kenal banget sama Rio. Dia pasti kuat bertahan sampai akhir," ujar Leo menenangkan.
"Mending lo sholat, doain yang terbaik buat Rio. Lo harus tetap fokus Ray. Ada Aisha yang harus lo jaga." Kenno memberi peringatan ringan. Rayhan harus sadar kalau dia memiliki tanggungjawab juga atas keluarganya. Daritadi cowo itu sangat khawatirkan Rio.
Rayhan mengangguk lemah. Kemudian pamit menuju kamar inap Aisha. Biar Leo dan Kenno yang menjaga di depan ruang tunggu dan mengabarinya jika operasinya sudah selesai.
Ya Allah, hampir saja Rayhan melupakan belahan jiwa yang sedang mengandung calon anaknya. Kejadian ini membuatnya jadi terlena. Dirinya kelimpungan sana-sini mengurusi orang tersayangnya. Setelah ini dia harus berterimakasih pada Resti yang sudah menemani Aisha selama ia mengurus Rio. Tadi ketika sampai di rumah sakit Aisha pingsan akibat kehabisan tenaga. Tubuhnya dilanda kelelahan hebat dan mengancam keselamatan kandungannya. Kini Aisha dirawat untuk memulihkan kembali kondisinya.
Rayhan memutar pelan knop pintu kamar inap Aisha. Lalu berjalan lemas menuju kursi yang ada tepat di samping brankar tempat tidur Aisha. Istrinya itu sedang terlelap dalam tidurnya pada posisi miring. Rayhan menatap sendu Aisha yang tengah terbaring lemas di kasur rumah sakit. Rasa bersalah sangat memenuhi hatinya.
"Gak usah merasa bersalah atas semua yang terjadi, Ray. Kita semua gak pernah pengen hal buruk kaya gini dateng ke kita. Tapi emang udah takdirnya. Lo harus sabar jalanin ini," ucap Resti yang sedang duduk di sofa kamar.
"Tadi gua juga ngobrol sama Aisha. Katanya dia sama sekali gak merasa terbebani sama hal yang menimpa sekarang. Dia ikhlas cuma agak sedikit shock aja. Oiya, Ray. Perhatiin juga Aisha ya, kasian dia daritadi ditinggal-tinggal mulu," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hii! Aisha [Hijrah Series]
Teen FictionSosok lelaki bak burung lepas dari sangkar setelah dia lulus dari pondok pesantren tempatnya menuntut ilmu. Kebebasan pergaulan dan disakiti oleh wanita yang dicintai membuat ia jadi meninggalkan tuhannya. Tidak lagi dia percaya pada tiap takdir ind...