▪ Rayhan's New Journey

426 42 11
                                    

Ig: @dhinaars26

[Happy Reading]

"Akhirnya gua bisa rebahan ju--, Akkh!! GILA INI KASUR ATAU BATU SI?!" teriak dan maki Rayhan setelah melempar tubuhnya asal ke atas kasur. Lelaki itu bangkit kemudian mengusap-ngusap tubuh bagian belakangnya.

Fadhil dan Irsyad tertawa kecil. Rayhan memelototkan duo cecurut tersebut. Lantas mereka menutupi mulutnya dengan tangan dan bersikap seperti biasa lagi. Seolah-olah tidak mengetahui.

"Apa lo?! Kalo pengen ketawa, ya ketawa aja. Gak usah ditahan!" ujar Rayhan dengan ketus. Tahu kalau sebenarnya duo cecurut itu sedang menahan tawa.

"Kasur itu gak salah. Yang salah itu ente, Bang. Abang kira ini di hotel yang kasurnya empuk?" balas Fadhil.

Rayhan memilih bodo amat dan sibuk memilih kasur yang menurutnya lebih baik dari yang pertama ia tempati. Terdapat tiga kasur di dalam asramanya. Lelaki itu menepuk-nepuk kasur untuk mengecek mana yang sekiranya empuk. Berpindah dari yang paling pinggir sampai ke pojok ruangan.

Lelaki itu masih saja ngedumel setelah tragedi badannya remuk tadi. Masih belum terima sepenuhnya. Ini belum 24 jam dirinya menetap di pondok pesantren tapi ia sudah merasakan sengsara yang berkepanjangan. Tidak bisa membayangkan jika tidak ada kasur yang lumayan bagusan dari yang tadi untuk ia tiduri.

"Ah, semua kasur sama aja. Gak ada yang empuk." Rayhan merebahkan lagi dirinya diatas kasur yang tadi pertama ia singgahi.

Langit menampilkan lembayung jingganya menandakan sang fajar akan tenggelam. Lantunan sholawat merdu melalui speaker masjid mulai menggema dan terdengar hingga ke penjuru pondok pesantren Al-Hikmah.

Rayhan memejamkan mata sembari meresapi alunan-alunan merdu sholawat yang suaranya terdengar dibawakan oleh seorang santri. Sudah lama sekali ia tidak merasakan suasana seperti ini.

Berboyongan menuju masjid diiringi canda dan tawa bersama temannya kala dahulu. Sesekali ditimpali dengan tingkah jahilnya yang sampai saat ini tidak pernah hilang. Kenangan bermain perang sarung ketika mereka akan mulai tidur pun masih terikat jelas di memorinya.
Momen yang sangat dirindukannya!

Adzan maghrib masih 30 menit lagi berkumandang. Beberapa santri dan santriwati masih berada di asramanya untuk bersiap-siap, ada pula yang sudah mulai berjalan menuju masjid untuk datang lebih awal dan ikut bersholawat.

Sedangkan di dalam kamar, Rayhan masih saja berbaring santai di kasurnya dengan kaki yang diselonjorkan. Masih dengan pakaian yang melekat sama ketika ia baru sampai di pondok tadi siang.
Ia sama sekali belum membersihkan dirinya.

Fadhil dan Irsyad lebih dulu mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat maghrib. Tadi mereka sudah mengajak Rayhan mandi duluan saja, tetapi tidak ada suara sambutan dari lelaki tengil itu. Rayhan malah semakin merapatkan matanya.

Tangan Fadhil sudah gatal ingin meninju wajahnya agar segera bangun, tetapi dicegah oleh Irsyad.
Bisa berabe kalau singa betina udah bangun kata Irsyad.

"Ayo siap-siap Bang!" ajak Irsyad dengan handuk yang sudah tersampir di bahunya. Ini sudah ajakan yang kedua kalinya.

"Ke mana? Udah pewe rebahan." Alis Rayhan mengerut masih dengan mata yang terpejam.

"Mandi lah, abis itu ke masjid buat sholat maghrib berjama'ah," sela Irsyad dengan cepat.

Rayhan lantas membuka matanya kemudian melirik Irsyad dan Fadhil secara bergantian.

"Lo gak liat? Itu kamar mandi cuma ada satu buat dipake bertiga?" terka Rayhan.

Irsyad melebarkan matanya bergidik ngeri. Dirinya masih lelaki waras. Dan perjalanannya pun masih panjang.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang