▪ (Bukan) Hari Bahagia

406 44 11
                                    

Play song: Ketika Cinta Bertasbih (Melly feat. Amee)🎶

"Abi, Sayang ... kamu benar gak pengin ikut bergabung dengan kami, Nak?" Arina mengetuk pintu kamar Rayhan yang dikunci dari dalam itu.

Arina sudah rapih dengan dress kebaya berwarna pink dan wajah yang dipoles oleh make up tipis. Pagi ini ia dan suaminya akan memenuhi undangan pernikahan dari kedua orang tuanya Aisha. Semalam Danisa yang menghubunginya langsung melalui panggilan telpon.

Sebelumnya, ia sudah mengetahui berita ini lebih dulu dari mulut Rayhan. Anaknya itu berujar dengan segala kepahitannya yang ada di dalam hati. Tampak sebuah harapan yang putus dari wajah anaknya itu. Kesedihan juga turut menyertainya begitu tau anak gadis yang ia harapkan untuk jadi menantunya itu sudah menemui jodohnya. Sangat sukar untuk dipercaya namun ia harus berbesar hati menerima.

"Sebentar, Bun," sahut Rayhan.

Cowo itu barusaja selesai menunaikan sholat dhuha dan membaca Al-Qur'an. Sedikit tadi ia menyempilkan nama Aisha di dalam doanya untuk yang terakhir kalinya. Ia tahu itu sangatlah salah, tetapi sesudahnya ia akan berhenti melakukan rutinitasnya itu . Karena nanti setelah ijab atas nama gadis itu berkumandang, ia sudah tidak bisa lagi menyebut nama Aisha dalam doanya. Sebab gadis sudah tidak sendiri lagi.

Rayhan melipat sajadahnya kemudian menghampiri pintu bersama sarung, baju kaos, serta peci hitam yang masih menempel di tubuhnya. Hatinya merasa lebih tenang setelah sholat dan bertadarrus surat Ar-Rahman tadi.

'Ceklek'

Pintu dibuka oleh Rayhan. Ia mendapati bundanya yang melempar senyum ketenangan padanya.

"Iya, bunda duluan aja. Abi nanti menyusul setelah acara ijab qabul." Sangat lapang sekali dada Rayhan ketika mengucapkannya. Meskipun sakit itu masih terasa sedikit membekas di hati.

"Kalau kamu gak kuat jangan maksain buat dateng, Bi," tegur halus Arina. Saat ini ia memang sedang rapuh, tapi hati anaknya itu pasti lebih rapuh lagi.

"InsyaaAllah Abi kuat kok, Bun. Gak enak juga takutnya keluarganya Aisha menunggu-nunggu kehadiran kita. Abi juga sengaja datangnya agak telat, Bun, supaya Aisha bisa fokus dan yakin sama calon suaminya."

Rayhan beralih memegang kedua bahu bundanya kemudian berucap begitu menyejukkan, "Bun ... apapun yang udah Allah takdirkan untuk kita, sudah pasti akan menjadi milik kita dan gak akan menjadi milik orang lain. Walaupun terkadang kita harus menunggu sedikit lebih lama, tapi Abi yakin hal luar biasa itu nantinya akan datang juga. Untuk saat ini mungkin Aisha bukan wanita yang Allah takdirkan untuk Abi, insyaaAllah akan ada pengganti yang lebih baik lagi, Bun."

Arina tersenyum haru pada anaknya itu. Haru karena hati Rayhan begitu tangguh dalam menerima setiap cobaan yang menghampirinya. Begitu merenda kasih dan ikhlas menjalani apapun yang diberikan oleh Allah padanya.

"Semoga secepatnya Allah mendatangkan penggantinya Aisha untuk kamu, Bi. Bunda gak kuat terus-terusan ngeliat kamu patah hati," batin Arina.

"Gak ada patah hati yang paling dalam selain keadaan seseorang yang lalai atas kewajibannya dan mulai jauh terhadap tuhannya, Bun. Jadi untuk yang satu itu, masih belum seberapa bagi Abi," ucap Rayhan seolah mengetahui isi pikiran bundanya.

Rayhan menghirup udara sejenak. "Bunda sama ayah hati-hati di jalan. Kalau ada yang nanyain Abi, bilang aja Abi datengnya nyusul."

"Emangnya siapa yang mau nanyain kabar kamu, Bi?" ledek Arina mencairkan suasana kembali.

"Kali aja Bun, jodoh Abi yang nyasar ke bumi terus lagi nyari alamat rumah Abi," balas Rayhan santai. Padahal hatinya sangat tersentil setelah mengucap itu.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang