▪ Badai Pertama

379 28 7
                                    

Rayhan berjalan cepat keluar dari kantornya. Matanya terus fokus ke depan. Dahinya berlipat sangat jelas, menandakan kalau ia juga sedang bingung.

Hal itu tentu saja menarik perhatian para karyawannya. Biasanya bos mereka akan berjalan dengan santai sembari menyapa ramah orang yang berlalu lalang di dekatnya. Tapi itu tidak berlaku untuk saat ini.

Beberapa wanita juga menatap Rayhan dengan kagum, sebab Rayhan melupakan jas nya, otot-otot di tubuh Rayhan tercetak jelas dari balik kemeja putih yang ia kenakan. Masa bodoh dengan penampilan, ia sudah tak memerdulikan itu lagi. Prioritasnya saat ini adalah sang istri.

Tiba di parkiran Rayhan langsung masuk ke mobilnya dan menancapkan gas menuju apartemen. Untung saja keadaan jalan siang ini tidak terlalu padat. Jadi Rayhan bisa dengan cepat sampai di sana.

Sembari tangan kanannya memegang kemudi, sebelahnya lagi Rayhan gunakan untuk memegang ponsel. Mencoba menghubungi Aisha, tapi nomor istrinya itu tidak aktif. Hal ini menambah kegundahan di hati Rayhan. Ditambah lagi tadi ketika di telpon bundanya hanya berucap singkat dan langsung mematikannya sepihak.

"Sha, seneng banget main teka-teki ya?" kekeh Rayhan miris.

Derap langkah Rayhan terdengar nyaring saling bersahutan di lorong-lorong kamar. Suhu udara di sana terasa dingin di permukaan kulit Rayhan. Tangan kanan Rayhan sudah memegang knop, sementara ia menyiapkan dirinya sembari menarik-buangkan napasnya perlahan.

"Hamba memohon kepada-Mu ya Allah, jauhilah keluarga hamba dari perkara buruk."

Setelah ketukan ketiga Rayhan memutar knop pintu itu.

"Bunda?" ucapnya 'tak sadar.

Saat ini Arina sedang berdiri di hadapan Rayhan, dengan kedua tangan yang dilipat di dada. Wanita yang kerap dipanggil bunda oleh anaknya itu memerintah Rayhan untuk segera duduk.

Sebenarnya Rayhan cukup terkejut dengan keberadaan peralatan-peralatan bayi di ruang tamunya, tapi ia sengaja diam saja. Menunggu bundanya dan Aisha yang berbicara dahulu.

"Bun, istri aku mana? Gak Bunda bawa pergi kan?" tanya Rayhan penuh selidik.

"Lihat ke balkon." Arina menunjuk lewat dagunya.

Rayhan menggelengkan kepalanya tak mengerti. Ia melihat siluet istrinya sedang menggendong seorang bayi kecil. Sembari memberi susu pada bayi itu. Yang dibenaknya saat ini, itu bayinya siapa? Mengapa bunda dan istrinya bersikap misterius seperti ini?

"Bun ... serius, aku gak ngerti sama ini semua. Bayi ... akan bawa istri aku pulang ke rumah ... apa yang sebenarnya terjadi?? Jelasin sejelas-jelasnya ke Abi sekarang juga."

"Justru harusnya bunda yang nanya sama kamu, Bi. Wanita mana yang kamu jadiin bahan selingkuhan? Bayi itu adalah buktinya. Istri kamu syok banget tadi, bunda jadi kasian sama Aisha." ujar Arina menggebu.

Kedua alis Rayhan naik ke atas, matanya membulat masih tak percaya.

"Bayi yang mana? Wanita siapa juga? Bun, aku berani bersumpah kalau aku gak selingkuh. Abi sangat mencintai istri Abi, bahkan aku gak pernah kepikiran untuk melakukan hal haram itu," kilah cepat Rayhan. Kali ini sang bunda tidak membelanya. Ia tahu, ini perkara yang sulit tuk dipercaya.

"Terus kenapa wanita tadi bilang kalo dia pacarnya kamu, Bi?? Dia juga bilang ke Aisha, supaya kamu menyayangi anaknya." Arina menyenderkan badannya di sofa. "Kamu selesain sama Aisha secara baik-baik. Kalau gak ada solusi juga, terpaksa bunda bakal laporin ke ayah dan keluarganya Aisha."

Hati Rayhan memanas mendengar itu, api dalam dirinya serasa bergejolak. Sedikit juga ia merasa takut kalau orang yang tahu akan masalah ini makin bertambah.

Hii! Aisha [Hijrah Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang